Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Subuh belum tiba ketika 800 polisi Australia terjun dalam razia antiteror terbesar sepanjang sejarah negara itu. Pada Kamis pertengahan September lalu itu, mereka menyerbu sejumlah tempat di Sydney dan Brisbane gara-gara sebuah sadapan percakapan telepon yang diduga berisi rencana teroris menggorok warga secara random lalu mempertontonkannya.
Operasi yang berhasil menahan 15 orang itu serta-merta menimbulkan pertanyaan mengenai asal-usul kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), atau yang kini menyebut diri Negara Islam (Islamic State), di Australia. Jawaban atas pertanyaan ini bisa dimulai dari Mohammad Ali Baryalei. Aparat intelijen Australia menyebutkan anggota paling senior ISIS di Negeri Kanguru ini memiliki posisi penting dalam komando operasional ISIS. Ia menyalurkan 70 warga Australia yang kini menjadi anggota kelompok turunan Al-Qaidah itu.
Baryalei berasal dari keluarga aristokrat dan sufi moderat di Kabul, Afganistan. Kakeknya adalah penulis yang juga sepupu kedua dari Raja Afganistan Zahir Shah. Ketika Baryalei baru berusia 40 hari, pada 1981, keluarganya terbang ke Australia untuk menghindari perang. Mereka menetap di barat laut Sydney, yang banyak dihuni kelas menengah.
Baryalei muda memiliki hubungan penuh gejolak dengan ayahnya, yang kasar. ABC melaporkan Baryalei sempat mengalami depresi. Dia juga tak pandai di sekolahnya, sebuah lembaga pendidikan menengah Katolik Roma. Akhirnya, ia menggelandang hingga menjadi tukang pukul di klub malam Kings Cross milik warga Timur Tengah. Ia juga pernah menjadi aktor paruh waktu dalam serial televisi Australia.
Proses hidup yang menjadikan Baryalei berpandangan radikal masih tak jelas. Yang terang, ia awalnya bergabung dengan gerakan dakwah jalanan atau Street Dawah di Jalan Parramatta, Sydney. Ia pernah terekam video tengah membagikan selebaran di jalanan yang sibuk.
Baryalei meninggalkan Australia pada April 2013. Tujuannya perbatasan Turki-Suriah. Kepada ibu dan saudara perempuannya, Baryalei mengaku menjalani studi. Saat itulah dia diketahui merekrut warga Australia untuk bertempur di Irak. Ia dibantu Hamid al-Qudsi, pria 40 tahun yang ditangkap Desember tahun lalu. Qudsi bertindak sebagai perantara hingga puluhan orang terbujuk.
Jumlah rekrutan mereka tampak lebih mencemaskan saat pemerintah Australia membatalkan paspor lebih dari 100 warganya dan mengawasi 150 orang yang dikhawatirkan berangkat ke Suriah. Angka ini dianggap signifikan mengingat populasi Australia hanya 23 juta jiwa. Sebagai perbandingan, 100 warga Amerika Serikat dan 500 warga Inggris diyakini bergabung dengan ISIS.
Pria yang juga dikenal dengan nama Abu Omar itu merekrut antara lain Mohamed Elomar dan Khaled Sharrouf. Elomar adalah mantan petinju yang pernah berfoto dengan penggalan kepala. Sedangkan Sharrouf pernah mengunggah antara lain video putranya yang berusia tujuh tahun sedang memegang hasil pemenggalan di Suriah.
Beberapa warga Australia yang direkrut adalah keturunan warga Libanon yang mengungsi dari perang saudara pada 1970. Kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga kelas menengah yang berprofesi sebagai pengusaha konstruksi dan tinggal di wilayah suburban, bagian barat Sydney. Misalnya pasangan muda Yusuf Ali alias Tyler Casey dan Amira Karroum. Karroum, putri pengusaha restoran asal Libanon di Gold Coast, Queensland, terbunuh bersama suaminya di rumah mereka di Aleppo, Suriah.
Pemimpin komunitas muslim Sydney, Jamal Rifi, mengatakan, meski keluarga muslim terbilang sukses berbisnis, mereka tetap diliputi perasaan terisolasi dari masyarakat Australia. Lokasi tinggalnya pun bergerombol dengan sedikit warga nonmuslim. "Muslim merasa lebih terekspos karena terkonsentrasi dalam komunitas kecil," ucapnya.
Manajer Masjid Parramatta, Neil el-Kadomi, membantah tuduhan bahwa masjidnya dijadikan lokasi pembibitan kalangan muda radikal di Sydney. Menurut dia, komunitasnya berniat baik. Meski demikian, ia mengakui 7 dari 15 orang yang ditahan dalam razia terorisme adalah sukarelawan Parramatta Street Dawah. Ia menyatakan bersedia bekerja sama dengan kepolisian untuk mengusut masalah ini. Katanya, "Kami orang Australia seperti yang lain. Kami cinta negara kami. Kami membantu membangun Australia."
Saudara perempuan Baryalei yang menolak menyebutkan nama membantah penggambaran media tentang saudaranya. "Dia sangat ramah, sangat supel. Apa yang mereka katakan tentang dia benar-benar di luar karakternya," ujarnya.
Baryalei kini diyakini berlindung di Raqqah, Suriah. Polisi Federal Australia sudah memiliki surat penahanan atas dirinya, yang entah kapan bakal digunakan.
Atmi Pertiwi (The Sydney Morning Herald, Daily Mail, The New York Times, ABC, AUTimes)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo