Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam balutan kaus hitam, celana pendek, dan sandal jepit, gaya Joshua Wong terlihat seperti anak muda kebanyakan. Namun pemerintah Cina menyebutnya ekstremis karena ikut memimpin gerakan protes pelajar yang menuntut demokrasi lebih besar di Hong Kong. Bahkan, dalam dokumen Keamanan Nasional Cina, ia dikategorikan sebagai ancaman bagi stabilitas Partai Komunis.
"Pelajar dan kaum muda memiliki semangat lebih besar untuk terlibat dalam gerakan prodemokrasi ini," kata Wong. Menurut remaja yang lahir pada 13 Oktober 1996 ini, kaum muda menginginkan banyak perubahan dan bercita-cita memiliki struktur politik yang lebih baik bagi masa depan.
Baru masuk perguruan tinggi, Wong dikenal sebagai aktivis yang berani menentang dan menuntut pemerintah Cina untuk memberikan demokrasi penuh di Hong Kong. Ia juga menjadi salah satu tokoh terkemuka dari generasinya yang mendorong reformasi demokrasi dan politik.
Wong aktif bergelut sebagai aktivis sejak usia 15 tahun dengan mendirikan kelompok pelajar prodemokrasi, Scholarism, pada Mei 2011. Kelompok yang kini beranggotakan 300 pelajar dan mahasiswa ini memulai aksinya memprotes penerapan kurikulum "pendidikan nasional" baru di Hong Kong. Pada 2012, Scholarism berhasil menggalang 120 ribu demonstran, termasuk 13 pemuda yang ikut aksi mogok makan untuk menuntut pembatalan kurikulum yang diusulkan oleh Beijing itu.
Dari kejadian itu, Wong menyadari para pemuda Hong Kong memiliki kekuasaan yang signifikan. "Lima tahun yang lalu tak terbayangkan bahwa pelajar Hong Kong peduli terhadap bidang politik. Setelah muncul isu pendidikan nasional, kami semua mulai peduli terhadap isu politik," katanya kepada CNN, Ahad dua pekan lalu.
Kali ini pertempuran Wong jauh lebih keras: melawan keputusan Beijing bulan lalu, yang memberlakukan pembatasan ketat dalam pemilihan Kepala Eksekutif Hong Kong. Remaja berkacamata itu juga memicu gelombang pembangkangan sipil agar pemerintah Cina memenuhi tuntutan mereka menerapkan hak pilih universal bagi rakyat Hong Kong.
Ketika Hong Kong dikembalikan oleh Inggris kepada pemerintah Cina pada 1997, di bawah pengaturan "satu negara, dua sistem", Beijing berjanji memberi Hong Kong otonomi lebih luas dan hak suara penuh dalam pemilihan umum. Artinya, Beijing menyepakati pemilihan dilakukan dengan mekanisme satu orang satu suara pada 2017. Ternyata Beijing memberlakukan kriteria ketat dengan menetapkan hanya tiga kandidat yang boleh mencalonkan diri dan harus disetujui Beijing.
Sebuah survei yang diselenggarakan Jurusan Opini Publik Universitas Hong Kong dan dipublikasikan di South China Morning Post menunjukkan mayoritas warga Hong Kong tak lagi percaya kepada Beijing. Kepercayaan terhadap slogan "satu negara, dua sistem", yang didengungkan pejabat Cina, berada di titik terendah sejak pemilihan dimulai pada 1993.
Dalam sepekan terakhir, aksi unjuk rasa terus meningkat di Kota Hong Kong. Pada Senin dua pekan lalu, sekitar 13 ribu pelajar berunjuk rasa di Chinese University, setelah memboikot sekolah dan meninggalkan kelas. Pada Jumat pekan lalu, unjuk rasa semakin besar dan meluas; demonstran berpawai melintasi kota sambil menuntut pemimpin Hong Kong mundur.
Wong, yang ikut dalam unjuk rasa itu, ditangkap polisi karena mencoba menerobos kompleks gedung pemerintahan Hong Kong. Setelah ditahan selama 40 jam, mahasiswa Universitas Terbuka Hong Kong itu dibebaskan pada Ahad dua pekan lalu. Walau Wong sudah dibebaskan, pemerintah Cina tetap mengawasi gerak-geriknya.
Wong menyadari gerakan kali ini akan jauh lebih besar daripada penolakan melawan perubahan kurikulum yang dipeloporinya. "Boikot kelas pasti tidak akan mengubah sikap Beijing. Tapi, jika kita tidak melakukannya, Beijing tidak akan memikirkannya sama sekali," ujarnya.
Rosalina (NBC News, CNN, Financial Times)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo