Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Dari Gandhi Turun ke Gandhi

Priyanka dan Rahul berada di balik sukses Partai Kongres memenangi pemilu. Keduanya akan memperpanjang usia dinasti Gandhi di panggung politik India.

24 Mei 2004 | 00.00 WIB

Dari Gandhi Turun ke Gandhi
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Dengan mengenakan kalung bunga warna-warni, seorang perempuan muda melompat ke podium dan mulai mengoceh di depan ratusan penduduk di desa berdebu, kawasan utara India. Ia memulai dengan berbicara tentang sejarah keluarganya dan diakhiri de-ngan kata "Jai Hind" (kemenangan India). Usai ngecap di panggung, ia menghilang di antara kerumunan manusia di sekitar rumah kecil yang terbuat dari lumpur. Adegan semacam ini terjadi berkali-kali selama kampanye pemilihan anggota parlemen India.

Perempuan muda itu adalah Priyanka Gandhi Vadra, 31 tahun, anak pasangan Rajiv Gandhi dengan perempuan kebangsaan Italia, Sonia. Ayahnya, Rajiv, neneknya, Indira Gandhi, dan kakek buyutnya, Jawaharlal Nehru, adalah dinasti politik yang memimpin India sejak merdeka dari Inggris pada 1947. Kini dalam kampanye pemilihan anggota parlemen yang lalu, Priyanka tampil dalam arena politik di barisan Partai Kongres. Ia menjadi manajer kampanye ibunya mengunjungi desa termiskin di pelosok India dalam perjalanan sepanjang 60 ribu kilometer. Hasilnya? Priyanka ikut menyumbangkan kemenangan bagi Partai Kongres.

Sebagai manajer kampanye, Priyanka adalah magnet. Di wajahnya yang elok terpahat paduan kecantikan maharani India dan eksotisme Mediterania, yang mudah memikat hati rakyat India. Gambarnya menghiasi baliho dan poster kampanye Partai Kongres, bersanding dengan foto ibu dan neneknya yang tersebar di seantero India. Padahal Priyanka bukan calon anggota parlemen. Meski tak memiliki pengalaman politik—masuk Partai Kongres pada 2004—dengan kepribadiannya yang ramah serta berbekal kecerdasan seorang sarjana psikologi, ia menutup kekurangan penampilan ibunya.

Dengan sabar ia mendengar keluhan penduduk desa yang berjalan sepanjang 3,5 kilometer untuk memperoleh air bersih, tanpa listrik, dan intimidasi lawan politik keluarga Gandhi. "Penduduk di sini tak pernah menikmati kebutuhan dasar. Belanja pembangunan per tahun hanya mampu membangun 15 kilometer jalan," ujar Priyanka bak politisi kawakan. Tak mengherankan bila ada politisi yang berharap banyak terhadap Priyanka. "Partai Kongres seharusnya membawa dia jauh sebelum ini. Priyanka punya citra Indira Gandhi dan dapat menjadi figur Putri Diana dalam politik India," kata V.P. Singh, bekas Perdana Menteri India.

Setali tiga uang, Rahul Gandhi, sang abang, setelah 20 tahun berada di luar negeri, kali ini ikut bertarung pertama kali merebut kursi parlemen bersama ibunya di Kota Amethi, Negara Bagian Uttar Pradesh. Negara bagian terbesar di India ini, dengan empat juta pemilih, yang tak lekang dari sejarah dinasti Nehru-Gandhi, adalah basis Partai Kongres sejak 1947. "Kami memiliki hubungan emosional dengan penduduk di sini. Mereka ingat apa yang dilakukan keluarga saya untuk mereka," ujar Priyanka.

Rahul, 34 tahun, juga miskin pengalaman politik, tapi punya prospek jangka panjang. Alumni Universitas Harvard ini agaknya bujangan paling populer di India saat ini. Dikenal rendah hati, Rahul dianggap sebagai reinkarnasi ayahnya, Rajiv Gandhi. Prioritas pertama Rahul adalah Kota Amethi. Di kota itu Rahul dan Priyanka terlibat kegiatan amal program pendidikan komputer. "Saya datang bukan sebagai politisi, tapi sebagai seorang anak dan saudara," katanya dalam kampanye. Di panggung kampanye ia seorang pembicara yang kritis dengan karisma seorang Nehru-Gandhi.

Daya tarik nama Gandhi dengan lesung pipit warisan Sonia dan mata tajam Rajiv membuat kedua Gandhi muda ini sangat atraktif bahkan di mata para pemilih muda, yang masih gemar berhura-hura ketimbang melirik soal politik. Pengaruh mereka tak hanya pada pemilih, tapi juga pada Sonia. Priyanka dan Rahul diduga berada di balik keputusan ibunya menolak kursi perdana menteri. Pasalnya, keduanya takut Sonia akan menjadi korban militan Hindu nasionalis yang terhina karena ada orang asing memimpin India.

Sonia akhirnya mundur, tapi banyak rakyat India yakin ini bukan akhir riwayat dinasti Nehru-Gandhi sebagai perdana menteri. Seorang penjual permen di Amethi, Satish Kumar, terpesona ketika melihat Rajiv. "Ia (Rahul) akan menjadi perdana menteri suatu ketika," ujarnya.

Raihul Fadjri (Times of India, The Guardian, New York Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus