SELAMA Mikhail Gorbachev di Washington, senyum selalu tersungging di bibirnya. Padahal, wakku di Moskow senyum itu belakangan sangat jarang terlihat. Agaknya diplomasi senyum itu memang taktik Gorbachev menghadapi Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) Amerika Serikat-Uni Soviet di Washington, pekan lalu. Gorbachev memang perlu mengambil hati Presiden George Bush selama pertemuan empat hari yang dimulai Kamis lampau itu. Soalnya, Kremlin sangat membutuhkan kerja sama ekonomi dan "dukungan moril" Washington dalam penanganan masalah aksi separatisme sejumlah republik di Uni Soviet. Bush sejauh ini memang "tak menggubris" pernyataan kemerdekaan sejumlah anggota federasi Uni Soviet khususnya kemerdekaan Lithuania. Tentu saja bukan itu pembicaraan pokok kedua kepala negara tersebut. Topik utama KTT tetap soal keanggotaan Jerman (setelah bersatu) dalam NATO serta masalah pengurangan senjata nuklir dan senjata kimia. Ternyata, masalah yang alot, yang sampai KTT berakhir tak juga dicapai kata sepakat, adalah soal keinginan Amerika agar Jerman bersatu berada dalam NATO. "Terus terang, Presiden Gorbachev tidak sependapat," ujar Bush, yang didampingi Gorbachev dalam konperensi pers di Ge- dung Putih, Ahad kemarin. Gorbachev, yang menghendaki Jerman bersatu berstatus netral, menambahkan bahwa tak tercapainya kesepakatan bukan berarti upaya mereka gagal. Akibat ketidaksepakatan itu masalah keamanan Jerman bersatu terkatung lagi. Apalagi tawaran Gorbachev mengenai di- adakannya semacam perjanjian politis yang dapat menolong Soviet dalam kaitannya dengan Jerman bersatu dinilai Menlu Amerika, James Baker, sebagai hal yang "sangat umum dan tidak jelas". Ada usul lebih maju ditawarkan kepada Gorbachev: Soviet jadi anggota NATO. "Itu tak mungkin," kata Baker. Hanya negara-negara demokrasi yang dapat jadi anggota NATO. Uni Soviet masih beberapa tapak lagi untuk memperoleh kualifika- si seperti itu." Ia menambahkan, lagi pula secara tradisional Amerika merupakan pimpinan tertinggi Pakta Pertahanan Atlantik Utara itu, dan belum tentu Moskow mau pasukannya berada di bawah komando Washington. Dalam perundingan masalah pengurangan senjata dan ekonomi, terlihat langkah maju. Amerika dan Soviet sepakat menan- datangani perjanjian penghentian produksi senjata kimia dan pengurangan stok 80% sampai tahun 2002. Selain itu, kedua negara juga sepakat mengurangi 30% senjata nuklir jarak jauh. Ini merupakan langkah awal sebelum penandatanganan perjanjian Start (Strategic Arms Reduction Treaty) akhir tahun ini. Kejutan juga terjadi dalam perundingan masalah ekonomi. Keputusan Bush menandatangani "perjanjian ekonomi" dengan Gorbachev mengagetkan banyak pihak. Pasalnya, beberapa hari sebelum penandatangan kerja sama ekonomi itu, Jumat pekan lalu, Bush masih menyatakan tak akan ada perjanjian perdagangan di meja, karena UU imigrasi (Yahudi) belum dilo- loskan Soviet. Selain itu, Kongres Amerika juga gencar mendesak Bush agar tidak menandatangani perjanjian perdagangan apa pun sebelum blokade ekonomi Moskow atas Lithuania dicabut. Penandatanganan perjanjian perdagangan kedua negara jelas kemenangan penting bagi Gorbachev, yang menghadapi krisis politik dan ekonomi di dalam negeri. "Itu memang tidak mungkin memecahkan keseluruhan masalah-ekonomi Soviet," ujar Marshal Goldman, ahli masalah Soviet dari Universitas Harvard. "Tapi sama sekali tak menandatangani kerja sama ekonomi bakal melukainya." Diperkirakan bahwa faktor terakhir itu yang jadi pertimbangan Bush. Namun, banyak yang menduga bahwa berhasilnya penandatanganan perjanjian perdagangan itu karena Bush sudah mendapat "jaminan" dari Gorbachev mengenai pelolosan UU imigrasi. Itu memang tersirat ketika pada akhir kunjungannya di Washington, Gorbachev merasa perlu memperingatkan Israel agar tidak menempatkan imigran Yahudi Soviet di wilayah pendudukan. "Kalau tidak, imigrasi bakal dipersulit," katanya. Tak jelas, apakah semua itu cuma taktik Gorbachev untuk menarik simpati negara-negara Arab, yang gencar mendesak penghentian migrasi Yahudi Soviet. Setelah perjanjian ekonomi itu, tampaknya hubungan dagang kedua negara bakal "normal" lagi seperti setengah abad lalu. Juga sekaligus akan melicinkan jalan bagi Soviet untuk mendapatkan status most favoured nation (MFN) dalam perda- gangan. Dengan MFN di tangan, pajak Amerika atas produk Soviet bakal diturunkan -- bahkan bisa sama sekali diha- puskan. Selain itu, MFN juga dapat menjadi "karas masuk" bagi Moskow ke pasar ekonomi dunia. Bagi Amerika, penandatanganan perjanjian dagang itu merupakan pembuka pintu pula untuk mengembangkan bisnis di Soviet. Diperkirakan, volume perdagangan kedua negara, yang kini mencapai US$ 5 milyar per tahun bakal naik dua sampai tiga kali lipat dalam tempo tiga tahun. Ahad lalu, dalam pertemuan dengan 140 pimpinan perusahaan Amerika, Gorbachev mengatakan tak bakal menerima pengusaha yang cuma "menunggu waktu lebih baik". "Mereka yang yang mau bersama kami sekarang ini punya kesempatan bagus untuk kerja sama dalam pasar yang besar," katanya. Gorbachev mengakui kesulitan ekonomi yang dihadapi Soviet. "Karena itu, para pemimpin (Soviet) mengubah sistem dari terencana ke ekonomi pasar," katanya. Secara keseluruhan dinilai oleh Gorbachev, pengusaha Amerika lebih lamban dibandingkan pengusaha Eropa dan Jepang dalam mengambil keputusan menanam modal di Soviet. "Dari 1.500 perusahaan patungan dengan Barat, cuma 50 perusahaan Amerika yang ikut serta," katanya. KTT Amerika-Soviet, seperti biasanya, memang lebih banyak terfokus pada kepentingan sendiri. Farida Sendjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini