BERHADAPAN dengan Vietnam, Republik Demokratik Kamboja (CGDK) selalu mati langkah. Satu tahun belakangan ini telah dicoba jurus proximitytalks, cocktail-party, terakhir usul 8 pasal, yang semuanya kandas di muka Hanoi. Penyelesaian politik bagi konflik Kamboja tampaknya masih jauh. Adapun rencana perdamaian 8 pasal itu menempatkan soal penarikan mundur tentara Vietnam sebagai butir utama. Dicetuskan Presiden CGDK Pangeran Norodom Sihanouk bulan lalu di Beijing, rencana ini menurut keterangan Khieu Sampan mendapat dukungan penuh dari ASEAN. Dalam keterangan persnya di Bangkok akhir minggu lalu - sepulang darl sidang pejabat senior ASEAN di Manila - tokoh Khmer Merah itu mengulangi kesediaan CGDK untuk membentuk pemerintah koalisi dengan pihak Republik Rakyat Kamboja (PRK) yang dipimpin Heng Samrin. Dalam usul 8 pasal, pemerintah koalisi ini disebut juga pemerintah empat partai (quadri-partite government) yang baru bisa dibentuk kalau tentara Vietnam sudah ditarik mundur. Semua butir ini jelas tidak bernapaskan semangat komunistis Pol Pot, juga tidak pula mengemban program sosialisme pihak yang berkuasa di Phnom Penh kini. Tapi kedelapan butir usul tersebut tidak pula menyimpang dari gagasan yang disiarkan radio gelap Khmer Merah Agustus silam. Waktu itu disebut-sebut tentang "ekonomi kapitalis liberal dan sistem politik parlementer".Tak lupa dijanjikan pengampunan bagi yang pernah menjalin kerja sama dengan Vietnam. Namun, gagasan Khmer Merah dan rencana 8 pasal CGDK yang menyusul kemudian, tidak digubris Hanoi. Wakil Menlu PRK Kong Korn memang pernah mengisyaratkan kesediaan pemerintahnya untuk sebuah pemilu bebas, tapi ia juga menegaskan pemilu yang sedianya diadakan tahun 1987 oleh Majelis Nasional Kamboja (Parlemen) ditunda sampai 1991. Keterangan Kong Korn ini dikutip majalah Far Eastern Economic Review yang juga menampilkan reaksi Hanoi. Penolakan Hanoi memaksa Wapres Khmer Merah, Khieu Sampan, angkat bicara. Dalam satu wawancara khusus dengan harian Bangkok Post awal April, ia menegaskan keluwesan yang diperagakan pihaknya benar-benar tulen. "Vietnam salah duga," ujar Sampan mengomentari kecurigaan Hanoi terhadap Pol Pot yang katanya mau berkuasa lagi. Menurut dia, usul 8 pasal itu digodok bersama oleh semua kelompok dalam CGDK dan bukan hasil pemikiran pihak Khmer Merah saja. Dan usul itu dimatangkan sedemikian rupa hingga dalam pelaksanaannya kelak, Vietnam tidak perlu merasa kehilangan muka. Juga kenetralan Kamboja akan sepenuhnya terjamin. Sekalipun begitu, Vietnam tampaknya tidak terpanggil melayani Sampan. Bagi Hanoi syarat utama penarikan tentaranya adalah likuidasi Khmer Merah, termasuk penyingkiran Pol Pot, Ieng Sary, istrinya Ieng Tirit, dan Sampan sendiri. Berarti tidak pernah akan ada pemerintah koalisi selagi unsur Khmer Merah masih bercokol dalam CGDK. Bagaimana dengan proses Vietnamisasi? Menurut Pangeran Norodom Ranaridh, putra Sihanouk dan tokoh kelompok Moulinka, pihak Heng Samrin sebetulnya juga prihatin terhadap Vietnamisasi, tapi pada saat yang sama mereka masih lebih takut pada Pol Pot.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini