Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LARS Loekke Rasmussen bergegas keluar dari kompleks Amalienborg di Kopenhagen, tempat kediaman Ratu Denmark Margrethe II. Sempat menjawab beberapa pertanyaan wartawan, ia langsung masuk ke mobil dan meninggalkan kompleks Istana. Rasmussen, ketua partai oposisi Liberal Venstre, Senin pekan lalu mendapat mandat dari Ratu untuk membentuk pemerintah minoritas. Mandat itu ia terima setelah kelompok sayap kanan yang ia pimpin menang dalam pemilihan umum pada 18 Juni lalu.
Kelompok sayap kanan, yang terdiri atas partai oposisi Venstre, Partai Rakyat Denmark, Partai Rakyat Konservatif, Persatuan Liberal, dan Kristen Demokrat, berhasil meraih 90 kursi di parlemen. Sedangkan kelompok sayap kiri, pimpinan perdana menteri inkumben, Helle Thorning-Schmidt, dari Partai Sosial Demokrat, kebagian 85 kursi. Jumlah 90 kursi itu sudah cukup bagi kelompok sayap kanan untuk disebut mayoritas seperti yang disyaratkan dalam parlemen Denmark atau Folketing.
Hanya, tak akan mudah bagi Rasmussen membentuk pemerintah mendatang. Sebab, partainya gagal merebut suara terbanyak. Artinya, ia kini harus membangun pemerintah koalisi, termasuk menggandeng Partai Rakyat Denmark, partai ultrakanan yang selama ini sangat keras terhadap para imigran. Dalam pemilu lalu, partai ini meraih kursi parlemen terbanyak di kelompok sayap kanan dengan 37 kursi. Mereka hanya kalah oleh Sosial Demokrat, yang meraih 47 kursi.
Bagi Partai Rakyat Denmark, perolehan kursi dalam pemilu ini merupakan yang terbaik dalam 20 tahun sejarah mereka. Meski begitu, partai yang dipimpin Kristian Thulesen Dahl ini menyatakan tak tertarik membuka pembicaraan tentang koalisi. Mereka bahkan tak berminat bergabung dengan pemerintah, meski itu bukan harga mati. Mereka masih akan lihat-lihat lebih dulu apakah basis dari pemerintah mendatang bisa diterima dan sesuai dengan visi partai.
"Kalau kami diperlukan dan berada di pemerintahan, tentu akan kami lakukan," kata Thulesen Dahl, Senin pekan lalu. "Yang menjadi perhatian kami adalah program pemerintah mendatang. Itu menjadi kunci penting bagi partai kami." Sedangkan Rasmussen mengatakan sama sekali tak bisa memaksakan koalisi di pemerintahannya. "Saya sangat sadar bahwa ini akibat kami gagal meraih hasil terbaik dalam pemilu lalu," kata Rasmussen, yang sudah melakukan pembicaraan dengan beberapa ketua partai sayap kanan.
Selama kampanye menjelang pemilihan umum, partai-partai kecil kelompok sayap kanan lainnya telah menyatakan tak akan secara otomatis bergabung dengan pemerintah koalisi bila berhasil menang pemilu. Sedangkan Partai Rakyat Denmark berulang kali mengatakan tak akan berkoalisi kecuali jika yakin bisa memainkan peran berpengaruh. Bila akhirnya bergabung, partai ini mengajukan beberapa syarat. Salah satunya menuntut diperketatnya pintu masuk perbatasan dan meningkatkan belanja publik, yang justru hendak diturunkan Rasmussen.
Secara teknis, segala bentuk koalisi dalam pemerintah mendatang tetap terbuka bagi Rasmussen. Partainya bisa membentuk pemerintahan sendiri atau menggandeng dua partai kecil di kelompok sayap kanan dan meloloskan rancangan undang-undang dengan membentuk panitia khusus atau ad hoc. Bisa juga ia mengajak Sosial Demokrat dari kelompok sayap kiri. Ini sebuah pilihan yang dimungkinkan jika terjadi kebuntuan dalam membangun pemerintah koalisi di kelompok sayap kanan.
Hanya, seandainya Rasmussen tak memasukkan Partai Rakyat Denmark ke pemerintahannya, bukan tak mungkin ia akan menemui kendala di parlemen. Dengan suara mayoritas di kelompok sayap kanan, Partai Rakyat Denmark bisa saja mengajak partai lain di luar pemerintahan menjegal berbagai kebijakan pemerintah. Hal seperti itu pernah terjadi pada 2011, ketika Rasmussen menduduki kursi perdana menteri.
Hanya beberapa bulan sebelum pemilu 2011, Rasmussen terpaksa memperketat pintu perbatasan dan menutup arus imigran yang mengalir ke Denmark. Kebijakan ini merupakan hasil "barter" dengan Partai Rakyat Denmark sebagai imbalan untuk mendapat dukungan meloloskan paket finansial. Komisi Uni Eropa sempat memprotes keras kebijakan itu, yang pada akhirnya dicabut oleh pemerintah berikutnya yang dipimpin Thorning-Schmidt.
Keberhasilan partai sayap kanan, terutama ultrakanan, meraih suara signifikan dalam pemilu tak hanya terjadi di Denmark, tapi juga di beberapa negara Eropa. Michelle Mork Hansen, politikus wanita muda dari pergerakan Conservative Youth, adalah salah satu yang menyambut gembira kemenangan sayap kanan ini. Menurut dia, hasil pemilu kali ini merupakan sukses besar untuk partai yang tergabung dalam sayap kanan. Ia menambahkan, hasil ini memperjelas posisi Denmark di Uni Eropa.
"Selama ini keinginan warga Denmark untuk menentang Uni Eropa akhirnya tercapai. Ini karena hukum kami selalu didikte dari Brussel dan rakyat sudah muak," kata Mork Hansen. Selain itu, menurut dia, semakin banyaknya pendatang asing ke Denmark membuat jualan kampanye kelompok sayap kanan untuk kembali memperketat perbatasan mendapat dukungan dari warga Denmark. "Itu merupakan salah satu masalah besar di Denmark."
Mork Hansen melihat perubahan peta politik di Denmark juga berlaku untuk sebagian negara di Eropa. Turunnya kepercayaan masyarakat Eropa terhadap Uni Eropa adalah salah satu sebabnya.
Gejala semakin populernya partai sayap kanan mulai tampak dalam pemilihan umum yang digelar di beberapa negara Eropa. "Hasil pemilu Denmark adalah cerminan apa yang kita lihat di Inggris dan Prancis sebelumnya," ujar Mork Hansen. Di bawah kepemimpinan Nigel Farage, partai sayap kanan independen Inggris meraih suara cukup signifikan. Begitu pula Front Nasional Prancis di bawah Marine Le Pen.
Kian dipercayanya partai sayap kanan oleh masyarakat Eropa juga diakui oleh partai sayap kiri. Michael Koschitzki dari pergerakan Social Alternative di Berlin, Jerman, mengatakan para pemilih tak bisa sepenuhnya disalahkan terhadap fenomena ini. Mereka sedang mencari solusi atas berbagai masalah, terutama masuknya kaum imigran. "Cara partai berkuasa mengatasi masalah krisis yang tak pernah tuntas juga menjadi penyebabnya. Jangan salahkan mereka ketika mencari partai alternatif," katanya kepada Deutsche Welle.
Meski begitu, ketika partai sayap kanan mulai unjuk gigi di berbagai belahan Eropa, Koschitzki mengingatkan bahwa beberapa partai sayap kiri juga mampu bertahan, seperti Podemos di Spanyol dan Syriza di Yunani. "Kuncinya, mereka berhasil meyakinkan rakyat dengan janji-janji kampanye yang lebih masuk akal sebagai pilihan alternatif. Di Yunani, misalnya, mereka masih dipercaya rakyat."
Kembali ke Denmark, Mork Hansen tak sepenuhnya sependapat bila dikatakan bahwa popularitas sayap kanan mulai naik. Sebab, ia beralasan, semua negara di Skandinavia (Denmark, Norwegia, dan Swedia) pernah dipimpin oleh partai sayap kanan. "Banyaknya pengungsi dan imigran yang hidup di Denmark memang selalu dijual dalam kampanye sebelumnya, tapi isunya tak sekuat seperti saat ini. Juga masalah lapangan pekerjaan, pajak, dan kesejahteraan."
Selain isu politik anti-imigran yang menjadi jualan berbagai partai sayap kanan, para pemimpin partai ternyata menjadi daya tarik tersendiri untuk menantang para pemimpin partai mapan di Eropa. Contohnya adalah Nigel Farage di Inggris, Marine Le Pen di Prancis, dan Kristian Thulesen Dahl di Denmark. "Mereka sangat karismatik dan memiliki kemampuan berbicara di depan publik yang memukau. Itu sepertinya yang membuat para pemilih tertarik pada partai sayap kanan," kata Mork Hansen.
Kekalahan kelompok sayap kiri Denmark dalam pemilihan lalu juga diikuti mundurnya perdana menteri wanita pertama Denmark, Helle Thorning-Schmidt, sebagai pemimpin partai Sosial Demokrat. Posisi perdana menteri kini kembali dipegang Rasmussen, yang pada 2009 menjadi perdana menteri termuda menggantikan Anders Fogh Rasmussen, yang mengundurkan diri dan memilih menjadi Sekjen NATO. Dalam pemilu 2011, Rasmussen dikalahkan Helle Thorning-Schmidt.
"Hari ini kita diberi satu kesempatan, hanya satu kesempatan untuk memimpin Denmark. Kita harus memanfaatkan kesempatan ini dengan baik," kata Rasmussen, politikus berpengalaman yang lebih dari 20 tahun duduk di kursi parlemen.
Firman Atmakusuma (DW.com, Reuters, The New York Times)
Kristian Thulesen Dahl (Partai Rakyat Denmark)
Lars Lokke Rasmussen (Venstre) | 34
Kolektif(Merah-Hijau) | 12 | 14
Anders Samuelsen(Liberal Alliance) | 9 | 13
Uffe Elbæk(Alternative) | Partai Baru | 9
Morten Ostergaard(Sosial Liberal) | 17 | 8
Pia Olsen Dyhr(Partai Rakyat Sosialis) | 16 | 7
Soren Pape Poulsen(Rakyat Konservatif) | 8 | 6
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo