Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Desas desus belum reda

Cory mengadakan gencatan senjata dengan cpla. komunis masih menolak gencatan senjata. menjelang keberangkatan cory ke as, diwarnai isu pertentangan antara menhan enrile dengan kabinet cory. (ln)

20 September 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANGGUR putih dan pertukaran cendera mata telah "mengunci" gencatan senjata antara Tentara Pembebas Rakyat Caldirella (CPLA) dan pemerintahan Aquino Sabtu pekan lalu. Peristiwa ini mengambil tempat di Hotel Mount Data, pada sebuah dataran tinggi nan indah, 300 km utara Manila. Pemimpin CPLA, bekas pastor Conrado Balweg yang terkenal, itu membawa 600 pengikutnya ke tahap rujuk dengan pusat, sesudah April lalu menyatakan putus hubungan dengan pemberontak komunis NPA (Tentara Rakyat Baru). Perjuangan bersenjata melawan Marcos telah dirintisnya bersama NPA sejak 1979. Tapi setelah Aquino berkuasa, Balweg tidak melihat alasan kuat untuk tetap bertahan sebagai komunis". Maka, tanpa gembar-gembor terjadilah gencatan senjata. Kepada pastor yang kini kembali, Cory menyerahkan seuntai rosario dan kitab Injil. Dengan demikian, Cory mencatat kemenangan kedua sesudah delapan hari sebelumnya ia berdialog dengan pemimpin pemberontak MNLF di Kota Jolo. Tapi pihak komunis masih terlalu beringas untuk diajak berunding. Kepada mereka pekan lalu pemerintah pusat menawarkan usul gencatan senjata mendadak yang berlaku dalam tempo satu bulan. Usul ini ditolak mentah-mentah. NDF, sayap politik CPP (Partai Komunis Filipina), bahkan mengecam pemerintah karena secara tidak jujur telah menekan mereka demi tercapainya sebuah persetujuan. "Adalah tidak adil, bila untuk kepentingan kunjungan Aquino ke AS, kami diseret ke arah persetujuan yang tergesa-gesa," demikian sebuah sumber NDF di Manila. Di samping itu, masih ada dua syarat lain, yaitu tentara harus ditarik dari kawasan yang dikuasai komunis, sedangkan pihak militer dituntut untuk tidak lagi menggunakan laskar swasta kalau melancarkan serangan balasan. Ini dikemukakan dua juru runding. Tampaknya, mereka sengaja mempersuht rujuk. Tapi, menurut Menhan Juan Ponce Enrile, bila pihak komunis justru punya rumus yang jelas tentang damai, rujuk atau perlawanan bersenjata pemerintahah Aquino sendiri dianggapnya sama sekali tidak punya rencana matang dan garis-garis kebijaksanaan yang tegas dalam menghadapi komunis. Tidak heran jika lawan tiap kali mengambil kesempatan, yang menurut Enrile tidak akan terjadi kalau sambil berunding pemerintah juga melancarkan aksi-aksi bersenjata. Kecaman Enrile -- sehubungan dengan urusan komunis -- mempertajam perbedaan pendapat dalam kabinet Aquino. Menhan ini malah dianggap terlalu sering dan terlalu lancang menentang kebijaksanaan Cory hingga memperkuat kecurigaan orang akan kudeta dan ambisinya sendiri untuk menjadi presiden. Desas-desus kudeta kian santer menjelang keberangkatan presiden Filipina itu ke AS, Senin pekan ini. Untuk meredakan suasana, Cory -- lewat konperensi pers -- mengatakan, "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Perpecahan juga tidak." Lalu dalam acara "60 menit" yang disiarkan jaringan televisi CBS, Ny. Aquino mengatakan bahwa "tidak terlintas sekali pun dalam pikirannya bahwa Enrile sekali waktu akan menggulingkan dia." Kalau begitu, mengapa berita angin tidak reda-reda juga? Mungkin karena Enrile memang tidak bisa dan tidak mau menutup mulutnya. Pada saat yang sama, ia juga tidak menyembunylkan ambisinya untuk menJadi presiden Filipina. Ini masih dibumbui sinyalemen Senator Richard Lugar yang memastikan bahwa menhan itu akan tampil sebagai lawan tangguh Corazon Aquino dalam 6 bulan mendatang. Sementara itu, kebanyakan orang lupa bahwa pihak militer, termasuk Enrie, sudah menyatakan sumpah setia pada Aquino. Hal yang sama juga dilakukan para jenderal dari seluruh Filipina baru-baru ini. Enrile sendiri memastikan bahwa ia tidak mendampingi Cory ke AS karena inilah peluang untuk membuktikan loyalitasnya. "Kami mengamankan kekuasaan Presiden. Kami tidak mengamankannya untuk diri sendiri," cetus Enrile. Tapi selentingan perpecahan kabinet telanjur menyebar, justru pada hari-hari menjelang kepergian Cory. Menteri Pertanian Ramon Mitra membenarkan hal ini seusai sidang kabinet Rabu pekan lalu. Adapun kisruh bermula dari Menteri Pemerintahan Daerah Aquilino Pimentel. Ia menuduh Enrile telah mencoba menggagalkan perundingan antara pemerintah dan komunis. Pimentel gusar karena Menhan secara terbuka menyerang kebijaksanaan pemerintah terhadap komunis, padahal Aquino memerlukan kabinet yang kompak, setidaknya selama ia berkunjung ke AS. Pimentel bahkan menuntut agar Enrile mundur saja. Kegusaran yang sama dikemukakan Jaime Kardinal Sin, yang katanya akan menyetop sesumber Enrile, kalau perlu. "Jika ia bicara terus, akhirnya Presiden akan merasa tidak sabar. Sebaiknya Enrile merendah sedikit dan bicara terus terang pada Ny. Aquino tanpa harus disebarkan lewat media massa," ucap Sin dalam sebuah wawancara Rabu lalu. Segelintir pengamat sebelum ini memang pernah mencemaskan akan terjadinya kisruh bila Enrile terlalu di sudutkan oleh orang-orang Aquino. Melihat gelagatnya kini, ramalan mereka cepat atau lambat akan segera menjadi kenyataan. Dan kisruh terjadi bukan semata-mata karena Enrile disudutkan, tapi karena ia secara provokatif memancing orang untuk menyudutkannya. Tentu saja, orang boleh bicara tentang adanya dukungan penuh rakyat pada Cory, tapi sebaiknya jangan lupa bahwa 230.000 tentara seluruhnya berdiri di belakang Enrile. Agaknya mereka melihat, Enrile adalah satu-satunya jago mereka yang bisa menyuarakan sikap AB Filipina, dan membela mereka dari pengusutan pelanggaran hak-hak asasi yang dilakukan pemerintahan Aquino. Sementara itu, kalangan diplomat di Manila mengikuti gejolak dengan harap-harap cemas. "Saya berharap Cory bisa sukses," kata seorang diplomat Barat, "tapi ia dikepung oleh banyak macan dan buaya." Diplomat ini tidak tahu bahwa pemimpin wanita itu justru sama sekali tidak merasa takut. Cory, bertentangan dengan nasihat banyak orang, memutuskan pergi ke AS untuk membina persahabatan dengan Presiden Reagan dan meyakinkan para bankir serta pengusaha besar AS supaya menanamkan uang mereka di Filipina. Ia juga berusaha mempermudah pembayaran utang US$ 26 milyar lewat pembicaraan dengan berbagai tokoh Bank Dunia dan IMF. Tidak kurang pentingnya adalah kesempatan yang diberikan pada Cory untuk berpidato di depan sidang Kongres AS, satu kehormatan yang jarang diberikan pada kepala negara asing.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus