Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Di balik bebasnya sandera

52 orang as yang disandera mahasiswa iran telah dipulangkan. belakangan terungkap bahwa mereka disiksa. iran sudah tak peduli terhadap masalah sandera. persetujuan as-iran tak akan memulihkan hubungan. (ln)

31 Januari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LUAPAN rasa kegembiraan memang sulit dibendung, meskipun ketegangan selama menanti kedatangan sebenarnya sudah berlalu. Begitulah yang terjadi di Lapangan Udara Stewart, West Point, ketika 52 orang Amerika (termasuk 2 wanita) yang disekap selama 444 hari oleh mahasiswa militan Iran tiba kembali di tanah air mereka. Hari Minggu itu, sekitar 200 ribu orang berjejer di sepanjang jalan dari lapangan udara ke Hotel Thayer, tempat para bekas sandera dan keluarga menginap. Diiringi suara sirene yang mengaum, bis yang membawa mereka mendapat tepukan tangan para penjemput ketika meninggalkan Lapangan Udara Stewart. Dan mereka tersenyum ketika membaca spanduk yang bertuliskan "Beli surat Obligasi Perang Irak." Ini paling tidak memberi kesan dukungan terhadap Irak dalam perang melawan Iran. Dan spanduk lainnya bertuliskan: "Minggu Istimewa: Amerika 52, Iran 0." Memang bagi para penjemput, kembalinya bekas sandera itu suatu kemenangan yang luar biasa. Mereka betul-betul sudah melupakan ketegangan yang terjadi ketika berlangsung perundingan antara AS dan Iran di Aljir, ibukota Aljazair. Apalagi di tengah kegembiraan itu para pejabat AS berulang kali menyebutkan bahwa AS tak membayar sepeser pun untuk pembebasan sandera. Dengan kata lain mereka tidak membayar uang tebusan. Apa yang akan dibayarkan AS, sebagaimana yang tercantum dalam persetujuan di Aljir, adalah pengembalian kekayaan Iran yang dibekukan Pemerintah Carter setelah terjadi penyanderaan staf kedubes AS di Teheran, 4 November 1979. MENURUT bekas Menteri Keuangan, William Miller, Iran hanya akan menerima US$2,9 milyar dari depositonya yang lebih dari US$ 12 milyar yang dibekukan Pemerintah Carter. Uang itu akan dibayarkan setelah dibebaskannya para sandera. Menurut persetujuan Aljir, AS menyerahkan uang sebesar US$ 8 milyar dalam rekening Pemerintah Aljazair di Bank of England, London. Dan dari jumlah itulah yang akan dibayarkan kepada Iran. Sedang selebihnya, US$ 5,1 milyar, akan digunakan sebagai pembayar utang Iran kepada bank-bank AS dan Eropa. Sementara itu sisa deposito Iran sebesar US$ 4 milyar akan tetap berada di AS. Itu rencananya akan digunakan sebagai pembayaran klaim perusahaan-perusahaan Amerika bila sudah dinyatakan sah oleh badan arbitrase internasional. Dan dalam persetujuan itu juga disebutkan bahwa para sandera tidak diperkenankan menuntut ganti kerugian kepada Iran. Maka itu pada jam-jam terakhir Jimmy Carter sebagai presiden, ia telah mengeluarkan suatu keputusan yang melarang ke-52 sandera mengajukan tuntutan ganti rugi. Namun ketika persetujuan itu sudah ditandatangani Deputi Menlu AS, Warren Christopher, di Aljir, Senin pekan lalu, masalah pembebasan sandera tetap masih tertunda. Carter yang dengan gembira mengumumkan telah tercapainya persetujuan melalui televisi, mendadak jadi kecewa. Apalagi sejak semula ia berhasrat sekali untuk menjemput langsung para sandera di Wiesbaden, Jerman Barat, dalam kedudukannya masih sebagai presiden. Dan pesawat Boeing 727 Aljazair, yang iudah berada di Lapangan Udara Mehrabad untuk menjemput para sandera, terpaksa terus menunggu. Menurut seorang pejabat yang dekat dengan Behzad Nabavi, Menteri Negara Urusan Pemerintahan yang menjadi Ketua Delegasi Iran dalam perundingan itu, Amerika Serikat tak bersedia membayar lebih dari US$ 5 milyar. Sedang pejabat Iran lainnya rnenyebutkan bahwa beberapa bankir Amerika menolak untuk mentransfer sejumlah uang yang sudah disetujui ke Bank of England. "Jika mereka tak setuju, sandera akan diadili. Dan kami tidak akan membuat persetujuan dengan Reagan," ujar pejabat itu. Karena penundaan itu Carter, yang semula akan ke Wiesbaden sebelum upacara pelantikan Ronald Reagan sebagai presiden AS ke-40, terpaksa membatalkan niatnya. Dan kemudian baru diketahui bahwa Iran sengaja memperlambat pembebasan sandera. Wartawan Daily Telegraph, London, melaporkan bahwa pesawat yang mengangkut para sandera itu baru diizinkan berangkat setelah masa jabatan Carter berakhir. Memang pesawat itu berangkat 25 menit setelah Presiden Ronald Reagan disumpah. Tindakan Iran ini merupakan penghinaan terakhir buat Carter yang selama ini mereka sebut 'Setan Besar'. Walaupun tak banyak penduduk Teheran yang tahu tentang pembebasan sandera itu, pengawalan rupanya tetap diperketat. Dan ketika akan memasuki pesawat setiap sandera diapit oleh 2 atau 3 orang Pengawal Revolusi. Malam itu pelabuhan udara Mehrabad hanya disinari bulan. Soalnya ialah sejak perang Iran-Irak lampunya tak pernah lagi dihidupkan. Dan begitu pesawat Boeing 727 milik Aljazair akan lepas landas, orang-orang yang berada di situ meneriakkan Allalu Akbar dan Marg bar Amrika (Mampus Amerika). Tak lama setelah sandera tiba di Aljir, 2 pesawat terbang Angkatan Udara AS yang punya fasilitas rumah sakit juga mendarat. Dan dengan pesawat itu para bekas sandera diterbangkan ke Pangkalan Udara AS di Wiesbaden. Mereka disambut oleh bekas Menlu Cyrus Vance, yang mengundurkan diri dari Pemerintahan Carter karena menentang Operasi Cahaya Biru, April tahun lalu. Operasi yang bertujuan membebaskan sandera itu gagal di tengah jalan. Selama bekas sandera berada di Wiesbaden, banyak wartawan kecewa. Paulina Heidemann, koresponden TEMPO di Jerman Barat melaporkan: Sejak terbetiknya berita sandera akan dilepaskan ada 200 wartawan berada di Wiesbaden, sebagian besar datang dari AS. Tujuan mereka tentu saja ingin menginterpiu para sandera yang baru bebas itu. Namun sejak bekas sandera tiba, jurubicara Deplu AS, Jack Cannon, sudah menegaskan bahwa tidak ada kemungkinan buat wartawan mewawancarai mereka. "Jack, Jack, Jack," begitu suara wartawan bersahut-sahutan memanggil Jack Cannon dalam suatu acara jumpa pers di Commander Theater, Pangkalan AU-AS di Wiesbaden. Mereka rupanya saling rebutan untuk menanyakan kemungkinan bisa menginterpiu bekas sandera. Namun Cannon membantah anggapan bahwa pemerintah AS sengaja menghalang-halangi. Ia sekali lagi menegaskan bahwa tidak diperkenankannya wawancara itu semata-mata alasan medis, di samping para bekas sandera juga perlu istirahat. Namun kedatangan Carter ke Wiesbaden sebagai utusan Reagan untuk menyambut sandera, Rabu pekan lalu, langsung menimbulkan heboh. Selama pembicaraannya dengan bekas sandera yang berlangsung 45 menit, ia mendapat kesimpulan bahwa perlakuan Iran terhadap sandera sungguh kejam. "Tindakan Iran memperlakukan sandera betul-betul biadab," kata Carter sepulangnya dari Wiesbaden. Dan ia segera menulis surat kepada Reagan, melaporkan apa yang diketahuinya mengenai penyiksaan oleh Iran. Membaca surat Carter ini Reagan juga ikut berang. Bekas Wakil Presiden Walter F. Mondale yang mengantarkan surat itu kepada Reagan mengatakan bahwa Reagan sangat murka sebagaimana juga bangsa Amerika lainnya. "Perlakuan orang Iran terhadap 'sandera yang tidak berdosa itu' oleh Reagan dinilai hampir sama dengan tindak-tanduk binatang," ujar Mondale (lihat box). Sejak timbulnya heboh mengenai perlakuan terhadap sandera, desakan untuk membatalkan persetujuan AS-Iran semakin santer terdengar. Ini diawali oleh pernyataan juru bicara Deplu AS yang baru, William Dyess, mengenai perlunya Pemerintahan Reagan mempelajari persetujuan di Aljir itu. "Saya kira Pemerintah Reagan tidak akan langsung terikat untuk mengikuti persetujuan itu tanpa diberi kesempatan menyelidikinya lebih dahulu," kata Dyess. Kesempatan ini tentu saja tidak disia-siakan kalangan pengusaha yang sekarang sudah mengajukan claim ke pengadilan terhadap utang Iran. Suatu kelompok, yang beranggotakan 100 perusahaan yang sedang menuntut kompensasi Iran sebesar US$ 1 milyar, telah mendesak Presiden Reagan agar menunda keputusan bekas Presiden Carter. Bahkan Senator Dennis DeConcini dari Partai Demokrat telah menghimbau Reagan agar menyatakan bahwa AS tidak terikat dengan persetujuan yang dibuat berdasarkan ancaman dan pemerasan. "Persetujuan itu dibuat karena ancaman dan pemerasan secara hukum tidak sah," ujarnya. BEKAS Wakil Presiden Walter Mondale dan Lloyd Cutler, bekas penasihat Carter, menyatakan bahwa persetujuan dan keputusan pemerintah yang dikeluarkan semasa Carter berkuasa dalah sah. Bahkan bekas Menlu Edmund Muskie mengatakan bahwa persetujuan itu dibuat tidak dengan paksaan. "Persetujuan itu dibuat secara beradab melalui diplomat Aljazair, dan tak satu pun tuntutan Iran yang dipenuhi," ujarnya. Memang usaha untuk membatalkan persetujuan itu semakin keras. Yang jelas ini merupakan suatu ujian buat Reagan. Dan sekaligus ujian buat negara yang beradab yang sedang bergembira menikmati kemenangannya dari suatu sengketa yang berlangsung 444 hari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus