BELUM genap seminggu usianya, DPP PDI hasil Kongres ke-II sudah
memulai "tradisi lama" mereka: pecat-memecat. Rapat lengkap DPP
PDI yang pertama 21 Januari lalu memutuskan untuk menjatuhkan
skorsing pada keanggotaan "Kelompok Empat": Usep Ranawidjaja,
Abdul Madjid, Ny. D. Walandouw dan Zakaria Raib. Ditandatangani
oleh Ketua Umum Sunawar Sukawati dan Sekjen Sabam Sirait, surat
skorsing tertanggal 22 Januari itu diterima oleh yang
bersangkutan sehari kemudian.
Pers tampaknya tidak diberitahu "ini memang kami lakukan
diam-diam," kata Sabam Sirait. Keputusan DPP itu telah
dijelaskan Sunawar pada para anggota fraksi PDI di DPR dalam
suatu rapat tertutup akhir pekan lalu.
Skorsing itu berarti keempat orang itu untuk sementara dianggap
bukan lagi anggota PDI. "Kami melakukan itu untuk menjaga
persatuan dan kesatuan partai serta menegakkan disiplin," kata
Sekjen Sabam Sirait. Mereka berempat dinilai telah melanggar
Anggaran Dasar serta Anggaran Rumah Tangga partai dan tidak
menaati keputusan Kongres I. Menurut Sabam, mereka dianggap
telah melanggar pasal 14, 15 dan 16 AD/ART partai. Skorsing
atau pemberhentian sementara merupakan salah satu hukuman yang
dapat dijatuhkan partai di samping peringatan dan pemecatan.
Tiga di antara keempat orang itu, Usep Ranawidjaja, Abdul Madjid
dan Ny. D. Walandouw adalah anggota fraksi PDI. Apakah mereka
akan di-recall dari keanggotaan mereka di DPR? "Yang jelas
mereka diskors sementara dari keanggotaan PDI. Mereka masih
mempunyai kesempatan membela diri," Sabam mengelak.
Tidak Berhak
Pemberhentian sementara itu tamaknya tak mengagetkan yang
terkena. Saya sudah siap menanggung itu semua. Ini risiko
perjuangan," kata Ny. Walandouw.
Sikap yang sama juga ditegaskan Usep. "Benar saya mendapat surat
itu," kata Usep pada A. Margana dari TEMPO. "Tapi apa hak
mereka? Yang mereka lakukan tidak sah. Mereka bukan lagi DPP
PDI. Kami telah lebih dahulu memecat mereka," tambahnya.
Menurut Usep, DPP PDI yang sah adalah hasil Kongres I yang kini
tinggal mereka berempat. Ia menuduh mereka yang berkongres di
Senayan itu telah melakukan kejahatan politik berupa
penginjak-injakan UU No. 3/1975 mengenai Parpol dan Golkar,
AD/ART partai dan keputusan Kongres PDI pada 1976. "Pelanggaran
itu tidak bisa kami tolerir. Karena itu kami telah memecat
mereka semua dari PDI," ujar Usep berapi-api.
Surat pemecatan yang berasal dari "Kelompok Empat" itu
memberhentikan 17 anggota DPP PDI yang dipilih dalam Kongres II.
Usep menjelaskan, kelompoknya telah mengadakan rapat untuk
melengkapi susunan DPP-nya. "Akhir minggu ini juga mungkin
hasilnya sudah bisa diumumkan," katanya.
Skorsing dari DPP Sunawar juga diterima Abdul Madjid dengan
kalem. "Mereka tidak berhak menskors kami," ujar tokoh eks PNI
yang berjengot lebat ini. Menurut dia, yang terjadi di Istora
Senayan antara 14-16 Januari lalu bukanlah Kongres PDI II, "Itu
hanya kumpulan beberapa orang anggota DPP PDI dan orang-orang
PDI untuk menginjak-injak AD/ART partai dan undang-undang," kata
Madjid.
Menurut penuturan Abdul Madjid, sebagai Ketua Umum DPP PDI hasil
Kongres I dia telah mengirim surat ke pimpinan DPR. Dalam surat
yang ditandatangani "Kelompok Empat" itu ditegaskan, DPP PDI
yang mereka pimpin tidak akan mengadakan perubahan susunan dan
keanggotaan fraksi di DPR.
Bagaimana kalau DPP Sunawar mengadakan recalling? "Mereka tidak
berhak. Itulah maksud pemberitahuan kami pada ketua DPR," jawab
Abdul Madjid.
Melihat semua itu, tampaknya kemelut di PDI akan berlangsung
terus. Pemerintah sendiri rupanya condong ke DPP Sunawar. Namun
jalan Kongres II yang diwarnai dengan berbagai insiden, bisa
jadi akan menumbuhkan kelompok yang anti-DPP Sunawar. Mereka
yang oleh pendukung Sunawar diusir dari kongres, walau
sebetulnya mempunyai mandat dan memenuhi syarat, jelas kecewa
dan bisa tertarik ke "Kelompok Empat" .
Masalah cabang-cabang kembar -- banyak di antaranya didirikan
sendiri oleh Sunawar, tampaknya juga akan memusingkan DPP
Sunawar. Bahkan menurut Marsoesi, ketua DPD PDI Jawa Timur, soal
cabang kembar ini peka dan bisa merupakan ancaman untuk
perpecahan lagi. Menurut dia, cabang yang selama ini pro
Hardjantho agak sulit untuk disatukan dengan orangnya Sunawar.
Marsoesi beranggapan, sebaiknya pemecahan cabang kembar itu
diatasi dengan "perkawinan" dan bukannya dengan mengakui salah
satunya. Hasil Kongres II selebihnya mengecewakan Marsoesi.
"Energi terlalu banyak tercurah ke soal pemilihan ketua umum,"
katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini