AKHIRNYA Lithuania boleh merdeka, kata Presiden Mikhail Gorbachev akhir pekan lalu. Tapi, tambahnya, "lima tahun lagi." Dengan kata lain, ultimatum Gorbachev agar Lithuania membatalkan proklamasi kemerdekaannya masih berlaku. Bagi Lithuania, cobaan seperti itu bukan sesuatu yang baru. Pada masa Stalin tepatnya Juni 1940 negeri berpenduduk tiga juta itu hanya diberi waktu enam jam untuk mengganti pemerintahan dan membiarkan Tentara Merah masuk. Hitler juga pernah mengirimkan ultimatum dan juga tak bisa ditolak oleh Lithuania. Berada di antara dua negara besar -- Uni Soviet dan Jerman -- Lithuania seperti ditakdirkan selalu jadi wilayah jajahan. Semasa berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Rusia, sejak 1831, Lithuania beberapa kali mencoba memberontak, tapi selalu gagal. Malahan setelah itu ia dipaksa menjalani proses Rusianisasi. Bahasa lokalnya dilarang, sekolah-sekolah harus menggunakan bahasa pengantar dan huruf Rusia. Pada 1905, ketika Rusia kalah dalam Perang Rusia-Jepang, rakyat Lithuania mendapat kebebasan menjalankan kegiatan keagamaan, bahasa Lithuania boleh digunakan lagi, dan timbul pula gerakan nasionalisme. Pada 1918, kekacauan di Rusia sebagai akibat Perang Dunia I, Revolusi Mensyewik yang disusul Revolusi Bolsyewik, memberi kesempatan negeri ini memerdekakan diri meski beberapa wilayahnya masih dikuasai Jerman. Bahkan Vilnius, ibu kotanya, masih dikuasai Polandia, kekuatan lain yang juga berambisi menjajah Lithuania. Tapi Lenin, penguasa Uni Soviet, tak tinggal diam. Segera ia menggerakkan Tentara Merah. Dibantu tentara Jerman yang sedang mengundurkan diri dalam Perang Dunia I, dan bantuan ekonomi Jerman sebanyak ratusan juta mark, Lithuania berhasil memukul mundur tentara Soviet. Bahkan Soviet pada Juli 1920 dipaksa membayar kerugian berupa penyerahan kembali semua kekayaan Lithuania yang disita selama perang, termasuk museum, perpustakaan, dan arsip-arsip, dan bayaran ganti rugi dengan emas senilai 3 juta rubel. Itu masih ditambah pemberian hak pada orang Lithuania untuk menebang pohon di hutan seluas 100 ribu ha dalam wilayah Soviet. Sialnya, ketika Lithuania berhasil mengusir Tentara Merah ke arah timur, dari selatan datang Polandia, yang sekali lagi menduduki Vilnius. Ibu kota negara itu tak pernah lepas dari tangan Polandia, sampai masuknya Tentara Merah atas perintah Stalin pada 1940. Pada 1939 Jerman menuntut agar Kalipeda, wilayah pelabuhan Lithuania, dikembalikan kepadanya. Karena permintaan itu disertai ancaman dari kapal-kapal meriam, Lithuania tak kuasa menolak. Soviet tak tinggal diam atas invasi Jerman ini karena negeri itu adalah pintu gerbang bagi Hitler untuk masuk Soviet. Yang kemudian terjadi, pada 1939 itu juga Jerman dan Soviet menandatangani perjanjian tak saling menyerang. Barangkali perjanjian itu tak akan tercatat sebagai peristiwa penting dalam sejarah andai kata tak ada klausul rahasia. Diam-diam keduanya setuju untuk membagi-bagi Baltik: Lithuania di bawah Jerman sedangkan Latvia dan Estonia, Soviet. Pada awal September 1939, Jerman menyerbu wilayah barat Polandia, sedangkan Soviet merebut bagian timur. Sebulan setelah itu, perjanjian Jerman-Soviet diperbaiki. Disetujui Lithuania berada di bawah naungan Soviet, dan sebagai gantinya Soviet menyerahkan pada Jerman Provinsi Lublin di Polandia. Soviet pun memberi uang US$ 7,5 juta dalam bentuk uang emas. Sementara itu, negara-negara Baltik yang merasa tetap berdaulat mengumumkan diri netral dalam Perang Dunia II. Tapi, tanpa diketahui negara-negara Baltik, Soviet punya rencana sendiri, rupanya. Stalin menawarkan perjanjian "untuk saling memberi bantuan" kepada ketiga negara Baltik itu, sambil meminta izin agar Tentara Merah diperkenankan masuk. Permintaan itu ditolak Lithuania. Stalin segera menjelaskan bahwa Tentara Merah hanya akan berada di sana selama PD II. Ketiga negara Baltik akhirnya menerimanya. Hanya enam bulan setelah penandatanganan perjanjian, Soviet mulai bertingkah. Selain Finlandia, negara-negara Baltik pun diganggu. Dengan alasan ada beberapa serdadu Soviet dipukuli, Stalin menuduh Lithuania tak bersahabat, dan mengeluarkan ultimatum. Isinya: menteri dalam negeri dan kepala keamanan Lithuania, yang dianggap bertanggung jawab atas insiden itu, harus diajukan ke pengadilan. Stalin juga menuntut, dalam delapan jam pemerintah harus diubah sehingga bersikap bersahabat terhadap Soviet. Lithuania panik. Presidennya lari ke luar negeri. Tak ada pilihan bagi Perdana Menteri Antanas Merks selain menerima permintaan Stalin mengingat ratusan tank dan ribuan serdadu Soviet yang mengancam. Dengan ancaman dan pemilu palsu rakyat Lithuania "setuju" negerinya diintegrasikan ke Uni Soviet. Proses yang sama juga terjadi di Latvia dan Estonia. Dan sebagaimana Rusianisasi pada masa tsar, Sovietisasi juga dipaksakan pada zaman Stalin: terjadilah migrasi besar-besaran orang Rusia ke Lithuania. Sementara itu, jutaan orang Lithuania dipaksa pindah ke wilayah lain, terutama Siberia. Terusirnya Tentara Merah oleh serbuan Jerman tak membuat Lithuania lebih baik. Dan ketika Jerman kalah, Tentara Merah -- kali ini di bawah lindungan Sekutu -- datang lagi pada Juli 1944. Akankah kini kembali Lithuania pun menyerah begitu saja pada Moskow? Yusril Djalinus dan ADN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini