Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ditawan Politik Kaum

Bandul politik Malaysia kini berayun ke barisan oposisi. Mereka menang besar dalam pemilu dua pekan lalu dan menguasai lima negara bagian. Barisan Nasional gagal jadi mayoritas tunggal. Malaysia masih berkutat dengan problem terbesarnya: politik etnik. Tempo mengamati pemilu di sejumlah negara bagian serta di ibu negeri, Kuala Lumpur. Juga mewawancarai pemimpin oposisi Anwar Ibrahim, bekas perdana menteri Mahathir Mohamad, serta sejumlah tokoh Barisan Nasional dan oposisi.

17 Maret 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seakan kesal dengan perubahan politik dramatis di negerinya, Mohamad Azami menarik kesimpulan telak: ini bencana politik kaum Melayu. Warga Petaling Jaya—sebuah wilayah di jantung Kuala Lumpur—itu menuding para pemilih muda kurang cermat dalam Pilihan Raya Umum (Pemilu) ke-12 Malaysia. ”Mereka memilih tak memakai pikiran, tapi emosi,” ujar Azami kepada Tempo pekan lalu. Pria 62 tahun ini adalah sopir taksi di Kuala Lumpur.

Organisasi Nasional Melayu Bersatu (United Malays National Organization—UMNO), sebagai partai penguasa, gagal menjadi mayoritas penuh dalam hajatan demokrasi di negeri itu yang dilangsungkan Sabtu dua minggu lalu. Setelah lebih dari setengah abad berkuasa, mereka didera kekalahan serius. Barisan Nasional, koalisi partai-partai pimpinan UMNO, hanya melampaui simple majority atau setengah plus satu. Mereka menyabet 140 kursi dari 222 kursi di parlemen nasional. Sisanya, 82 kursi, diborong barisan oposisi. Pada sekian pemilu sebelumnya, Barisan Nasional berjaya meraup lebih dari dua pertiga kursi parlemen.

Bagi Azami, yang telah 40 tahun bersetia kepada UMNO, kemerosotan ini merisaukan. ”Orang Melayu harus pilih partai Melayu,” ujarnya. Dia juga menyinggung ihwal perkauman yang membagi politik dalam bilik-bilik etnik. ”Sekarang Melayu kalah. Coba tengok nanti kaum Cina berkuasa. Habislah kita semua,” ujarnya. Malaysia kini berpenduduk 27 juta jiwa. Sekitar 60 persen Melayu, 30 persen Cina, 8 persen India.

Di tempat lain, jauh dari dunia Azami, para pemimpin partai Melayu mencoba menghibur pendukungnya. Barisan Nasional, kata Abdullah Ahmad Badawi, tetaplah mayoritas di parlemen serta berhak mengendalikan kebijakan politik dan ekonomi negara. Soal suara tak sampai dua pertiga, itu bukanlah perkara utama. ”Jumlah itu dibutuhkan kalau hendak mengubah konstitusi kerajaan,” ujar bos besar UMNO sekaligus pemimpin Barisan Nasional itu di Kuala Lumpur, Selasa pekan lalu.

Artinya, di luar urusan konstitusi, apa saja masih bisa diputuskan Barisan. ”Kita bersyukur, rakyat masih mempercayai Barisan Nasional,” ujar Badawi. Kekalahan itu sempat ”menusuk” dirinya. Dia digosipkan bakal mundur karena tekanan besar partai.

Apalagi, sehari setelah pemilu, dari Alor Setar, Kedah, bekas Perdana Menteri Malaysia Tun Dr Mahathir Mohamad mengirim pesan keras. ”Badawi harus bertanggung jawab,” ujarnya tentang merosotnya kinerja Barisan.

Kritik Mahathir membangkitkan kasak-kusuk. Para pemimpin UMNO segera menggelar rapat di markas besar mereka, di lantai 38 Gedung Putra, Senin pekan lalu. Keputusannya, UMNO tetap padu menyokong Badawi. Barisan Nasional pada hari yang sama berbulat tekad mendukung dia sebagai Perdana Menteri Malaysia.

Sehari kemudian, Yang Dipertuan Agung melantik Badawi. Gosip pun reda. ”UMNO dan Barisan Nasional kompak mendukung Badawi,” ujar Wakil Perdana Menteri Najib Abdul Razak. Dia membacakan hasil rapat Barisan Nasional hari itu.

Kendati begitu, ada hal lain yang mengancam Barisan. Selain suara melorot di parlemen, kekuasaan partai itu bangkrut di lima dari 13 negara bagian. Pulau Pinang, Perak, Kedah, Selangor, dan Kelantan kini jatuh ke tangan oposisi. Kecuali Kelantan, yang secara ”tradisional” dikendalikan Partai Islam Se-Malaysia (PAS), empat negeri lain boleh dikatakan rahmat bagi oposisi. Ini pukulan berat bagi Badawi. Dalam Pemilu 2004, dia memimpin Barisan Nasional meraup 91 persen kursi di parlemen nasional dan berkuasa di 12 dari 13 negara bagian.

Oposisi sendiri tak menduga perolehan suara mereka sedahsyat itu. ”Kami menang di daerah industri,” ujar tokoh pembangkang Anwar Ibrahim (lihat ”Politik Malaysia Harus Diubah dari Dalam”). Partai Keadilan Rakyat (PKR), yang dipimpin Wan Azizah, istri Anwar, sukses menyabet 31 kursi di parlemen nasional.

Sebelumnya, PKR hanya punya satu kursi. Sekarang, Wan Azizah menang di Permatang Pauh, Pulau Pinang. Putrinya, Nurul Izzah Anwar, berhasil mengalahkan tokoh perempuan UMNO, Sharizat, yang menjabat Menteri Urusan Wanita di kabinet Badawi. Izzah menang di kawasan Lembah Pantai, Kuala Lumpur. Dia mengaku kaget. ”Kami tak punya dana kampanye yang besar. Tapi saya rajin menemui rakyat di sana,” ujar Izzah. Partai oposisi lain, Democratic Action Party (DAP), menggondol 28 kursi, dan PAS beroleh 23 kursi di parlemen nasional.

Anwar tak mau disebut sebagai pemimpin oposisi. Koalisi DAP-PKR-PAS sebetulnya adalah koalisi cair, dan terus bekerja dalam program bersama. Dia lebih senang menyebut barisan pembangkang sebagai ”government-in-waiting”. Dengan lain kata: pemerintahan alternatif. ”Kami kini mengendalikan lima negeri dan wilayah federal Kuala Lumpur,” ucapnya.

l l l

Tanda kemenangan oposisi sebetulnya sudah tampak pada masa kampanye. Massa hadir ke acara mereka dengan antusias. Sehari sebelum pencoblosan, Partai Keadilan Rakyat berkampanye di Bandar Sentul, Kuala Lumpur. Di bawah rinai hujan, 15 ribu orang bertahan mendengarkan pidato Anwar Ibrahim. Dia berkampanye bagi Tian Chua, calon dari PKR untuk parlemen wilayah Batu.

Anwar mengucapkan salam dalam tiga bahasa: Cina, Melayu, dan Tamil. Begitu juga Tian Chua, pemuda Cina dari Batu, yang terkenal garang menentang pemerintah. Selama berpidato, Anwar kerap mengulang kalimat berikut ini: ”Anak Melayu anak saya, anak Cina anak saya, dan anak India juga anak saya.” Anwar menekankan, dia berjuang untuk seluruh Malaysia. Hadirin yang datang dari bermacam ras memberikan aplaus yang bergemuruh.

Selain mengangkat isu persamaan hak yang melintasi kaum, PKR dan partai oposisi lain menyorot mahalnya kebutuhan hidup. Harga minyak terus melambung di seluruh kerajaan. Bensin seliter kini mencapai RM 1,93 atau sekitar Rp 5.800. Sejak Badawi berkuasa pada 2004, harga bensin sudah naik tiga kali. Terakhir, tahun lalu, harga minyak dinaikkan 30 sen. Alasannya, pemerintah tak kuat menanggung subsidi RM 4,4 miliar setahun.

Dampaknya, harga barang merangkak naik di pasar. Seorang warga Segambut, Kuala Lumpur, Syamsuddin, 38 tahun, mengatakan, kini dengan duit RM 10 (setara dengan Rp 30 ribu), dia hanya bisa membeli sekantong kecil ikan basah. Sekitar setahun lalu, dengan uang sebanyak itu, dia bisa membeli sayuran sekaligus lauk-pauk. ”Sekarang hidup lebih teruk (sulit),” ujar lelaki Melayu yang memilih DAP pada pemilu kemarin itu.

Anwar Ibrahim berjanji, jika oposisi menang, dia akan menurunkan harga minyak, tarif tol, dan lainnya untuk mengurangi beban rakyat. Harga minyak, kata dia, bisa ditekan kembali 30 sen, dengan menggunakan keuntungan Petronas yang mencapai US$ 48,3 miliar. Selain menurunkan harga minyak, dalam kampanyenya, Anwar berjanji memperjuangkan upah minimum RM 1.500. Sekarang ini upah bagi pekerja di Malaysia bervariasi.

Seorang karyawan restoran di Chow Kit, misalnya, menerima rata-rata RM 40 per hari. Jadi, sebulan dia bisa mengantongi RM 1.000-1.200. ”Harus bayar kontrakan RM 400 per bulan. Sisanya buat ditabung,” ujar Sahlan, pekerja di restoran Melayu. Angka itu belum mencukupi semua kebutuhan. ”Sebulan saya harus mencari sekitar RM 3.000,” ujar Fauzia binti Moh Rahman, 36 tahun, warga Pulau Pinang. Itu termasuk kontrak rumah, tarif listrik, dan biaya pendidikan dua anaknya di sekolah dasar.

Ekonomi memang isu paling panas. Toh, Barisan Nasional menangkis semua tudingan bahwa ekonomi Malaysia terpuruk. Naiknya harga minyak, kata Wakil Perdana Menteri Najib Abdul Razak, adalah akibat melambungnya harga minyak dunia, yang menembus US$ 100 per barel. ”Subsidi harga tak mungkin lagi ditingkatkan,” ujar Najib. Dia mengatakan, meski ada keuntungan dari Petronas sekitar US$ 48,3 miliar, Malaysia harus menabung untuk investasi sumber energi di masa depan.

Perdana Menteri Badawi mempertegas ihwal kinerja ekonomi negeri itu. Dalam artikel opini di Asian Wall Street Journal edisi Selasa pekan lalu, Badawi mengatakan ekonomi Malaysia dalam keadaan kuat dan stabil. Pada kuartal akhir tahun kemarin, Malaysia membukukan angka pertumbuhan ekonomi 7,3 persen. Cadangan devisa sekitar US$ 100 miliar. ”Pada tahun lalu, investasi asing dalam industri dan jasa mencapai US$ 13,7 miliar,” tulisnya.

Potret resmi ekonomi memang tampak sumringah. Tapi isu keadilan yang diusung oposisi rupanya lebih manjur. Mereka menuding kekayaan negara melulu disabot UMNO dan Barisan Nasional. Pemerintah balik berdalih, semua kebijakan mereka tetap mendahulukan kepentingan bumiputra (pribumi). ”Tapi, yang terjadi, untuk kepentingan UMNO-putera,” ujar Anwar Ibrahim. Kejatuhan suara Barisan Nasional disumbang oleh arogansi para pengurusnya, yang kurang peka dengan ”politik perkauman” (lihat ”Salah Maksud, Keris Dicabut”).

Kemenangan oposisi membuat lanskap politik Malaysia harus siap berubah. Barisan Nasional kini menghadapi dua kenyataan. Pertama, mereka harus berhati-hati membuat kebijakan karena dibayangi 82 kursi oposisi. Kedua, pertama kali dalam sejarah, Barisan Nasional harus bersiap menjadi oposisi di lima negara bagian.

l l l

LIM Guan Eng menatap ke arah tingkap. Di luar sana, dari lantai 28 Bangunan Komtar, Pulau Pinang, wilayah Kota Georgetown tampak padat. Rapi, tertumpuk bak kotak korek api. Di sebelahnya, Lim Kit Siang, tokoh tua DAP, tertawa lebar. Lim Guan Eng, 48 tahun, adalah putranya. Mereka berada di kantor Menteri Besar Pulau Pinang. Guan Eng, yang juga Sekretaris Jenderal DAP, kini menjabat Menteri Besar. Dia disumpah oleh Yang Dipertuan Negeri Tun Abdul Rahman Abbas pada Selasa pekan lalu.

Pernah menjadi tahanan politik karena kegiatannya menentang penguasa Barisan Nasional pada 1998, Guan Eng dilarang ikut pemilu selama lima tahun sejak 1999. Kini dia kembali dengan kemenangan telak. Dia mengakhiri dominasi Barisan Nasional di Pulau Pinang sejak 1969. Koalisi DAP dan PKR menguasai 29 dari 40 kursi di parlemen negeri itu. ”Ini pencapaian politik terbesar,” ujar Lim Kit Siang.

Sehari menjabat, Guan Eng membuat gebrakan. Dia bilang akan menghapuskan Dasar Ekonomi Baru (New Economic Policy—NEP), yang menurut dia menjadi sumber ”kroniisme, inefisiensi, dan korupsi” di Pulau Pinang. Dia akan membuat sistem baru yang memberikan kesempatan sama bagi semua kaum. Kontrak dan tender akan dilakukan terbuka. Dan pengusaha lokal di Pulau Pinang akan mendapat prioritas.

Pernyataan Guan Eng segera saja membuat Kuala Lumpur menyalak. NEP adalah konsep kebijakan inti Barisan Nasional sejak 1971. Kebijakan itu diambil setelah kerusuhan rasial 13 Mei 1969. Waktu itu, ratusan warga etnik Cina tewas. Semenanjung Malaya lumpuh. Kebijakan ekonomi tersebut diambil untuk membasmi kemiskinan dan memberikan kesempatan lebih kepada Melayu atau pribumi untuk mengatasi ketertinggalan ekonomi.

”Jangan membuat atmosfer yang menjurus ke ketegangan rasial,” ujar Perdana Menteri Abdullah Badawi pada Rabu lalu. Dia menegur Guan Eng. Menurut Badawi, NEP dibuat sejak masa perdana menteri kedua Malaysia, Tun Abdul Razak Hussein. Kebijakan itu, kata dia, telah sukses memakmurkan Malaysia, membesarkan kue ekonomi, dan menguntungkan banyak orang. Lagi pula, kata Badawi, kebijakan itu telah berakhir pada 1991.

Badawi pun balik menyerang. Dia minta Guan Eng tak menyingkirkan kaum Melayu yang menjadi minoritas di Pulau Pinang. ”Saya ingin bertanya kepada Guan Eng, apa kebijakan dia bagi Melayu dan India di Pinang,” ujarnya. Guan Eng pun menjelaskan ucapannya bahwa dia tak keberatan dengan NEP, yang telah berhasil mengangkat mereka yang terpinggirkan. ”Tapi konsep itu telah disalahgunakan partai tertentu—memperkaya diri mereka sendiri,” ujarnya. Dengan sigap dia menunjuk dua wakil Menteri Besar berasal dari etnik Melayu (PKR) dan India (DAP).

Melihat salah paham itu, Anwar Ibrahim mengatakan akan melakukan penyesuaian terhadap NEP. Nasib Melayu akan tetap diperjuangkan, sementara non-Melayu tak akan dipinggirkan. Dia juga menjamin koalisi oposisi akan ramah terhadap pasar dan kelompok bisnis. ”Kebijakan dasar antikorupsi akan menjadi platform semua negeri di bawah oposisi,” ujarnya.

Tapi oposisi juga menghadapi persoalan di dalam. Koalisi DAP-PKR-PAS sebetulnya koalisi cair. DAP, misalnya, partai sekuler dan cenderung sosialistis. Sedangkan PAS mengadopsi Islam sebagai aspirasi mereka. Presiden PAS Datuk Seri Abdul Hadi Awang sempat menyatakan akan memberlakukan hudud (hukum Islam) di negeri yang dikuasai PAS.

Protes pun mengalir dari sekutunya di oposisi. DAP khawatir kebijakan itu akan menindas nonmuslim di negeri-negeri oposisi. Hadi Awang mengatakan omongannya itu dipelintir media. ”Apakah Anda pernah melihat ada hudud di Kelantan dan Terengganu?” tanya Hadi, Rabu pekan lalu. Kelantan masih tetap di bawah kendali PAS, sementara Terengganu kini telah lepas.

Menilik perbedaan ideologi, praktek politik masing-masing elemen bisa jadi sering bergesekan. Tampaknya, koalisi cair itu hanya bisa direkatkan oleh Partai Keadilan Rakyat. Hadi Awang setuju, PKR menjadi semacam ”wakil” kepentingan mereka dalam koalisi. Pendekatan PKR yang agak liberal mungkin membuat DAP juga nyaman. Namun mampukah Anwar membuat satu definisi politik baru, yang menerabas pagar etnik dan agama?

Khalid Jaffar, salah satu penulis manifesto PKR, mengatakan Anwar Ibrahim telah menawarkan suatu konsep yang mungkin bisa membebaskan Malaysia dari politik perkauman. ”Kami menyebutnya ’negara madani’ alias civil governance,” ujarnya. Maksudnya semacam ide politik yang memperjuangkan keadilan buat semua, tapi bernuansa lebih liberal dengan nilai-nilai Islam.

Nezar Patria (Kuala Lumpur), Andree Priyanto (Pulau Pinang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus