BALAIKOTA Provinsi Surin, Thailand, pekan lalu, dibanjiri orang
desa. Mereka membawa plakat dan poster besar yang berisi
dukungan untuk PM Prem Tinsulanonda. Jumlah mereka, yang datang
dari 13 distrik dan subdistrik, diperkirakan ada 10.000 orang.
Di Si Sa Ket, jumlah demonstran lebih dari 40.000 orang. Mereka
membawa satu poster besar yang berbunyi: "Bangsa akan maju jika
Prem menjabat PM."
Arus protes serupa dikabarkan bergerak serentak di enam provinsi
di Thailand. Semuanya mengimbau Prem agar tetap bersedia jadi
kepala pemerintahan. Gerakan mendukung Prem ini diduga akan
menjalar ke pelbagai provinsi lain dalam waktu dekat.
Prem Tinsulanonda, 62 tahun, menjabat perdana menteri sejak 12
maret 1980. Ia menggantikan Kriangsak Chomanan. Prem terjun ke
politik tahun 1977 ketika Kriangsak mengangkatnya sebagai deputi
menteri dalam negeri. Berasal dari Songkhla, Thailand Selatan,
jenderal purnawirawan yang terkenal pendiam ini, hidup membujang
sampai sekarang.
Awal pekan silam, manakala Uthai Pimchaichon, pemimpin Partai
Progressive (PP) terpilih sebagai ketua Dewan Perwakilan Prem
agak kecewa. Begitu Dewan Perwakilan membuka sidang pertama,
esoknya, Prem memaklumkan niatnya untuk mengundurkan diri. "Saya
ingin pensiun," ungkapnya. "Saya sudah katakan saya tidak berambisi
lagi jadi PM."
Berambisi atau tidak, Partai Aksi Sosial (SAP), unggulan pertama
di Dewan Perwakilan mengulangi dukungan agar Prem membentuk
kabinet koalisi. Penegasan ini merupakan ulangan permintaan yang
sudah jauh-jauh hari diajukan Ketua SAP Kukrit Pramoj.
Sementara Prem belum sempat menentukan sikap, Partai Chart Thai,
unggulan kedua di Dewan Perwakilan, memamerkan kelihaian mereka.
Chart Thai, yang memborong 73 kursi dewan, bergabung dengan
beberapa partai gurem. Dalam tradisi politik di Thailand, partai
kecil selalu menjajakan kursi mereka kepada penawar tertinggi.
Chart Thai, yang pro militer, adalah penawar tertinggi yang
secara lihai mencalonkan Uthai sebagai ketua Dewan Perwakilan
dan menang -- selisih lima suara dari calon SAP. Berita burung
menyebutkan bahwa suara partai-partai gurem itu dibeli Chart
Thai US$43.700 per kepala.
Kini Chart Thai semakin mantap. Dua hari sesudah Prem
memaklumkan pengunduran dirinya, Ketua Chart Thai Mayjen Pramarn
Adireksarn berkata bahwa tindakan itu tepat dan amat kesatria.
Dan Pramarn tanpa ragu menyiarkan akan membahas pencalonan PM --
siapa lagi kalau bukan dirinya sendiri. Tapi demonstrasi di
banyak provinsi itu membuktikan rakyat memihak Prem dan tidak
berminat pada Pramarn.
Terpilihnya Uthai sebagai ketua Dewan Perwakilan mengundang
risiko tidak ringan. Nama Uthai memang tidak asing di lembaga
itu. Tahun 1976 ia juga terpilih untuk jabatan yang sama.
Sekalipun PP yang dipimpinnya hanya memenangkan tiga kursi,
berkat koalisi dengan Chart Thai, Uthai dengan mudah terpilih.
Ia, sebagai ketua, berhak mewakili Dewan Perwakilan untuk
berunding dengan Senat, antara lain, dalam menentukan calon PM.
Dan sesuai pasal 146 UUD, jika suara di dewan terpecah-pecah, ia
atas nama Raja, berhak menunjuk seorang PM.
Raja Bhumibol Adulyadej, menurut pengamat politik di Bangkok,
belum tentu merestui pilihan Uthai jika sampai menunjuk seorang
PM. Ia dikabarkan sangat terkesan oleh pemerintahan Prem yang
stabil. Bahkan ketika tentara unjuk kekuatan untuk menggulingkan
Prem, tahun lalu Raja, juga Ratu Sirikit, tanpa ragu-ragu
memihak Prem. Sekarang diperkirakan juga akan begitu.
Tak meleset, memang. Sumber kerajaan di Bangkok, Sabtu lampau,
menyebut Raja Adulyadej sudah merestui Prem untuk jadi PM lagi.
Prem belum memberikan komentar. Tapi diduga ia tidak akan
menolak. Apalagi restu untuknya bukan cuma dari Raja, juga dari
rakyat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini