Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Myanmar
54 Orang Tewas dalam Protes Antikudeta
RATUSAN orang berkumpul di Kota Mandalay, utara Myanmar, pada Kamis, 4 Maret lalu. untuk menghadiri pemakaman Kyal Sin. Gadis 19 tahun itu tewas ditembak aparat keamanan di tengah unjuk rasa menolak kudeta militer di negerinya. Dia mengenakan kaus bertulisan “Semuanya akan oke” saat ditembak. Sebelum berdemonstrasi, dia menuliskan golongan darahnya di Facebook dan menyatakan akan menyumbangkan organnya bila meninggal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kyal Sin adalah satu dari 54 demonstran yang terbunuh oleh pasukan keamanan selama protes yang berlangsung sejak kudeta militer padam pada 1 Februari lalu. Rabu, 3 Maret lalu, adalah hari paling berdarah dengan 38 pengunjuk rasa tewas di berbagai kota di negeri itu. Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet, meminta tentara Myanmar “menghentikan tindakan keras mereka terhadap pengunjuk rasa damai”. Lusinan negara juga mengutuk kekerasan yang terjadi di sana tapi diabaikan junta militer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kyaw Moe Tun, Duta Besar Myanmar untuk PBB, telah memohon bantuan komunitas internasional untuk memulihkan demokrasi di negerinya dalam Sidang Umum PBB, akhir bulan lalu. “Anda lihat dalam tiga-empat hari terakhir, berapa banyak nyawa tak berdosa dan pemuda kami yang telah direnggut,” kata Moe Tun kepada BBC, Jumat, 5 Maret lalu. “Yang kami inginkan untuk rakyat Myanmar adalah perlindungan.” Junta telah memecat Moe Tun dan menggantinya dengan wakilnya, Tin Maung Naing. Tapi Maung Naing mengaku sudah mundur dan Moe Tun tetap menjadi duta besar.
India
Vaksinasi Massal dengan Vaksin Lokal
PERDANA Menteri India Narendra Modi menerima suntikan pertama vaksin Covid-19 pada Senin, 1 Maret lalu. Penyuntikan ini menandai awal vaksinasi massal terhadap 300 juta penduduk dari kelompok prioritas yang ditargetkan selesai pada akhir Juli nanti.
Program vaksinasi di India sebenarnya sudah dimulai pada 16 Januari lalu. Program masih terbatas pada tenaga kesehatan dan orang yang berada di garis terdepan penanganan Covid-19. Namun pelaksanaannya masih seret, baru separuh dari target 30 juta orang yang telah mendapat vaksin. Fase kedua sekarang menyasar penduduk berusia di atas 60 tahun dan 45-59 tahun yang punya penyakit komorbid.
Modi, 70 tahun, salah satu orang pertama penerima vaksin pada fase kedua ini. Dia mendapat vaksin Covaxin bikinan Bharat Biotech, perusahaan obat India. Badan pengawas obat negeri itu telah menyetujui penggunaan vaksin tersebut dan Covishield, vaksin yang dikembangkan AstraZeneca dan Oxford University, Inggris.
Vaksin akan diberikan secara gratis di pusat layanan kesehatan pemerintah. Rumah sakit swasta diizinkan menarik bayaran dengan harga yang ditetapkan pemerintah. “Jumlah total biaya yang dapat ditarik rumah sakit swasta adalah 250 rupee (sekitar Rp 50 ribu) per orang per dosis,” ucap Vandana Gurnani, direktur pada Misi Kesehatan Nasional, seperti dikutip media India, Mint.
Cina
Pengetatan Aturan Pemilu Hong Kong
Siaran langsung Kongres Rakyat Nasional di Hong Kong, Cina, 5 Maret 2021. Reuters/Tyrone Siu
KONGRES Rakyat Nasional (NPC)—Dewan Perwakilan Rakyat Cina—memperketat aturan pemilihan umum Hong Kong. Berpidato dalam sidang tahunan NPC yang dimulai pada Jumat, 5 Maret lalu, Wakil Ketua NPC Wang Chen menyatakan perubahan tersebut diperlukan karena “kerusuhan dan turbulensi yang terjadi dalam masyarakat Hong Kong menunjukkan bahwa sistem pemilihan umum yang ada memiliki celah dan kekurangan yang jelas”. Seperti dikutip BBC, dia mengatakan “risiko dalam sistem” perlu dihilangkan untuk memastikan hanya “patriot” yang dapat memimpin kota itu.
Menurut juru bicara Kantor Penghubung Pemerintah Rakyat Pusat di Wilayah Administratif Khusus Hong Kong, sebagaimana dikutip Xinhua, badan legislatif hendak memastikan implementasi yang stabil dan berkelanjutan atas kebijakan “satu negara, dua sistem” terhadap Hong Kong. Menurut dia, yurisdiksi pusat dan lokal harus berada di tangan “patriot” sehingga kedaulatan nasional serta kepentingan keamanan dan pembangunan tidak akan terancam.
Kebijakan “satu negara, dua sistem” berlaku di Hong Kong setelah Inggris mengembalikan kota itu kepada Cina. Di bawah kesepakatan itu, Hong Kong diizinkan menjalankan sistem hukum sendiri dan berbagai hak universal, seperti kebebasan berpendapat dan kebebasan pers. Kini hak tersebut mulai tergerus.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo