MINGGU pertama sesudah kemenangan LDP (Partai Liberal Demokrat) merupakan minggu yang penuh ketegangan dan kasak-kusuk. Pihak oposisi mengalami guncangan berat, tapi pada saat yang sama segelintir orang dalam ikut terombang-ambing. Mengapa? Menurut peraturan partai, Yasuhiro Nakasone, 68, yang sudah memangku dua masa jabatan, Presiden LDP (sekaligus PM) harus mengundurkan diri. Yasu-san berkata akan menaati ketentuan ini. Tapi apa mungkin menyingkirkan Nakasone, sesudah ia mempersembahkan kemenangan gemilang dalam pemilu? Perkembangan terakhir menunjukkan, tiga saingan berat Nakasone sepakat mundur, supaya Yasu-san dapat memperpanjang masa jabatannya hingga "berbagai masalah diselesaikan tuntas". Kesepakatan ini dilontarkan oleh tiga "pemimpin baru" LDP: Noboru Takeshita, Shintaro Abe, dan Kiichi Miyazawa, Kamis pekan lalu, sesudah berunding serius di sebuah restoran mewah di Tokyo. Ketiganya adalah calon kuat pengganti Nakasone yang terpaksa membuyarkan harapan mereka, demi "suara rakyat". Dan suara rakyat sudah terwakili dalam kemenangan LDP yang oleh banyak orang dianggap kemenangan Nakasone. Untuk sukses gemilang itu, ia bukan saja telah bekerja keras, tapi sekaligus mempertaruhkan reputasinya. Dengan perhitungan hanya bisa menang tipis, ia mengambil risiko mengadakan pemilu kilat, bahkan pemilu ganda, untuk Majelis Rendah dan Majelis Tinggi. Banyak pengamat sebelumnya merasa pesimistis. Tapi PM yang pandai berlagak di depan pers asing ini, di luar dugaan, memperoleh dukungan rakyat. Gaya kepemimpinannya ternyata memenuhi selera Jepang masa kini: berani, agresif, angkuh, dan bersuara lantang di forum internasional. Tidak salah bahwa dunia politik Jepang memasuki era yang sama sekali baru, bebas dari citra kepemimpinan yang terbungkuk-bungkuk, tidak modern, dan tidak bijak berkata-kata. Hanya Nakasone yang tampaknya pas dan pantas mewakili Jepang sebagai negara industri dengan sukses ekonomi yang menjadi buah bibir seluruh dunia. Di samping itu, dari dia diharapkan beberapa mukjizat lain: penataan ekonomi yang lebih berorientasi pada perdagangan dalam negeri, pembaruan pendidikan, keringanan pajak, perbaikan lingkungan hidup dan perumahan, serta beberapa kemudahan yang memungkinkan orang Jepang hidup lebih santai. Berbagai masalah itu tampaknya tidak mungkin digarap tuntas Nakasone sampai akhir musim gugur, yakni batas waktu perpanjangan yang diberikan Shintaro Abe, 62, bekas menlu yang kini ditunjuk sebagai Ketua Komite Eksekutif LDP, yakni posisi ketiga dalam hierarki partai. Noboru Takeshita, 62, memberi ancer-ancer perpanjangan satu tahun, sedangkan pengamat politik lainnya ada yang justru mengusulkan perpanjangan dua tahun. Adapun Miyazawa, bekas Ketua Komite Eksekutif LDP yang kini ditunjuk menjadi menkeu, tampak lebih berhati-hati. Sebelumnya rajin mengecam Nakasone, ia kini diharapkan bisa mengendalikan politik keuangan secara luwes. Adapun saingan terkuat, Takeshita, yang selama ini banyak menyokong kebijaksanaan Nakasone, dipercaya menjabat Sekjen LDP, menggantikan Shin Kanemaru, yang tiba-tiba mengundurkan diri, pekan lalu. Ini berarti ia dipercaya menduduki posisi kedua dalam hierarki partai, sesudah Nakasone. Adapun pergantian pos dan kepastian reshuffle kabinet baru disiarkan Selasa pekan ini, beberapa jam sesudah Nakasone terpilih kembali sebagai Ketua LDP dalam sidang istimewa Diet (Majelis Rendah) ke-106. Tak salah lagi, hari-hari terakhir ini ditandai perubahan yang sangat cepat dalam tubuh LDP dan juga dalam sikap oposisi. Mengikuti tradisi Jepang, dua tokoh partai yang kalah, yakni Ketua JSP (Partai Sosialis Jepang) Masasshi Ishibashi dan Sekjen DSP (Partai Demokrat Sosial) Keigo Chuchi, segera mengundurkan diri. Tapi oleh rekan-rekan separtai, kedua tokoh ini dirayu sedemikian rupa, hingga akhirnya niat itu batal, tanpa krisis. Begitu pula perpanjangan masa jabatan Nakasone, yang sebetulnya bertentangan dengan peraturan LDP, tapi akhirnya terlaksana mulus. Ini membuktikan bahwa era baru itu memang sudah tiba. I.S., Laporan Seiichi Okawa (Tokyo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini