Bos mafia narkotik ini ditahan di apartemen mewah, dijaga oleh orang-orangnya sendiri. Ia masih minta radar dan atap baja. DENGAN sweater putihnya serta cambang di dagunya, Pablo Escobar, bos penyelundup obat bius yang tingginya hanya 160 cm itu, terlihat gagah. Sebelum masuk ke ruang tahanan, ia menyerahkan pistolnya kepada kepala penjara. Toh, "ia seperti hendak menangis," kata Pastor Rafael Garcia. Tapi di dalam hati, siapa tahu, gembong narkotik internasional yang oleh majalah Fortune dinilai sebagai salah satu orang terkaya di dunia itu terbahak-bahak. Sebab, peristiwa Rabu pekan lalu di Kolombia, negeri yang jadi sarang penyelundup narkotik, itu bukan penyerahan diri yang biasa. Lewat negosiasi sejak akhir Mei, dengan perantara Pastor Rafael Garcia, akhirnya pemerintah Kolombia dan Escobar menyepakati persyaratan penyerahan diri- kesepakatan yang lebih memenangkan tuntutan Escobar. Misalnya soal penghapusan undang-undang ekstradisi. Gembong narkotik ini rupanya sangat takut bila diekstradisikan ke AS, yang memang sudah menunggu Escobar dengan 10 tuduhan- antara lain menyelundupkan narkotik dan mendalangi pembunuhan. Rabu pekan lalu, 74 anggota parlemen Kolombia bersidang, dan 51 anggota setuju undang-undang itu dihapus. Beberapa jam setelah sidang selesai, godfather itu menyatakan bersedia datang di lokasi yang dirahasiakan, 250 km di barat daya Bogota, ibu kota Kolombia, untuk menyerahkan diri. Selain soal undang-undang itu, Pablo Escobar pun menentukan tempat penahanannya sendiri, yakni di perbukitan Envigado, di barat laut Bogota. Dan yang disebut oleh Pastor Rafael, yang juga seorang penyiar radio, sebagai tempat tahanan itu sebenarnya mirip sebuah apartemen mewah, lengkap dengan kebun, lapangan bola, kolam renang, televisi, dan tempat bermain. Escobar mendapatkan tiga ruangan dengan lantai berkeramik merah, menghadap ke pemandangan perbukitan. Dan ini yang ironis, pen- jara itu dulunya pusat rehabilitasi pecandu narkotik, kemudian diubah menjadi penjara khusus dengan petunjuk dari Escobar sendiri. Pablo Escobar Gaviria lahir 1 Desember 1949, dalam sebuah keluarga miskin. Bapaknya seorang petani, dan ibunya guru sekolah. Escobar sendiri memulai kariernya sebagai pencuri batu nisan, dan lalu mengembangkan diri sebagai alap-alap mobil, setelah keluar dari sekolah menengah. Kemudian ia ikut menculik industriawan Diego Echavaria Misas. Dari uang tebusan US$ 100.000 di tahun 1970-an itulah ia akhirnya merajai perdagangan narkotik. Pada akhir 1970-an, Escobar sudah menjadi mafia dengan jaringannya sendiri. Waktu itu, Escobar bukan bos mafia yang hidup sembunyi-sembunyi. Ia, dalam laporan James Brooke yang menulis di surat kabar New York Times, populer di kalangan warga Medellin dan kota kecil di dekatnya, Envigado- kota yang ia pilih sebagai tempat tahanannya kini. Di dua kota ini ia disanjung bagaikan Robin Hood, yang merampok orang kaya dan membagikan harta rampokan itu pada orang miskin. Berkat uang panasnya itulah Medellin punya kebun binatang, dan lapangan sepak bola, dan perumahan untuk rakyat miskin yang diberi nama Bario Escobar. Di Envigado, lebih lagi, Escobar memberikan subsidi buat para penganggur, memberikan tunjangan kesehatan, mendirikan 350 perumahan yang ia gratiskan pada si miskin, menjamin makan siang 2.500 anak sekolah, dan memberikan beasiswa bagi 10.000 siswa dan mahasiswa. Orang Medellin dan Envigado menyebutnya Don Escobar. Tak heran bila selama ini ia selalu lolos dari penggerebekan tentara dan polisi Kolombia. Konon, warga Medellin dan Envigado banyak yang memberikan perlindungan. Di samping itu, banyak pejabat dan polisi sudah ia kendalikan dengan suap. Bagi mereka yang tak bisa diajak berkomplot dan memusuhinya, ia bertindak tak tanggung-tanggung. Ketika ia mencalonkan diri dalam Partai Liberal, mewakili Bogota, 1982, ia harus menjawab pertanyaan Menteri Kehakiman Rodrigo Lara Bonilla, yang mengusut kekayaannya, dan yang menyebabkan ia kalah. Sekitar dua tahun kemudian, Bonilla ditembak mati oleh penembak gelap. Sejak itu, Escobar tak lagi muncul di depan umum. Sejak itu, siapa pun di Kolombia yang mencoba mengobarkan perang pada jaringan narkotik, menghadapi risiko mati. Pada 1986 misalnya, pemimpin redaksi koran El Espectador kedapatan tewas. Koran ini memang gigih mengampanyekan pemberantasan narkotik. Sejarah kebrutalan Escobar sudah dimulai ketika ia tertangkap pertama kalinya karena mencuri mobil pada 1974. Menurut wartawan Kolombia, Fabio Castello, yang menulis buku tentang perdagangan obat bius, beberapa hari kemudian sebagian besar saksi yang bisa memberatkan Escobar kedapatan mati dibunuh. Puncaknya terjadi pada 1989: orang-orang Escobar menembak mati Senator Luis Carlos Galan. Waktu itu senator yang terkenal antinarkotik itu hampir saja memenangkan pemilihan presiden. Peristiwa ini membuat presiden Kolombia waktu itu, Virgilio Barco Vargas, tak bisa mengulur kesabaran lagi: menyatakan perang besar-besaran terhadap Escobar. Korban pun berjatuhan di kedua belah pihak. Bom mobil dan orang ditembak di jalanan menjadi peristiwa biasa di Kolombia, terutama di Medellin. Korban terbesar dalam sekali pukul adalah peledakan Boeing 727 milik maskapai penerbangan Kolombia- 107 orang tewas. Presiden Barco Vargas digantikan oleh Cesar Gaviria Trujillo, dan perang terus dilanjutkan. Presiden yang baru ini menggunakan taktik kuno: menyayembarakan penangkapan Escobar, hidup ataupun mati, dengan imbalan US$ 400.000. Tapi, seperti mengejek, Escobar membalas. Ia akan memberikan hadiah tunai US$ 500 sampai US$ 2.000 untuk tiap nyawa seorang polisi. Sejak itu, sampai April lalu, sudah 250 perwira polisi tewas- tak jelas apakah benar ada hadiah diberikan. Kartel Meddelin, demikian kelompok Escobar disebut, tak cuma melawan polisi dan tentara, tapi juga pers yang tulisan-tulisannya menyerang jaringan mafia ini. Di antara tujuh wartawan yang jadi korban adalah Diana Turbay, anak perempuan presiden Kolombia terdahulu Julio Cesar Turbay Ayala ( 1978-1982). Diana, pendiri sebuah majalah berita, diculik dan ketika tentara berusaha membebaskannya, Januari lalu, ia dihabisi penculiknya. Beruntung adalah Francisco Santos, wartawan koran terbesar di Kolombia, El Tiempo. Hampir sembilan bulan Fransisco ditahan kartel Meddelin, dan selama ini selalu diteror. Hebatnya, koran itu tak surut menyerang Escobar, dan terakhir, pemimpin redaksinya, yang adalah ayah Fransisco, menulis bahwa ia tak setuju penghapusan undang-undang ekstradisi. Bersama Francisco juga dibebaskan seorang wartawan lain, Maruja Pachon. Di pihak kartel sendiri korbannya tak sedikit. Orang nomor dua menyerah pada Januari tahun ini. Kemudian orang ketiga, yang menjabat sebagai panglima pasukan kartel, tertembak dalam pertempuran dengan polisi pada 15 Desember 1989. Ratusan anggota kartel ditahan, dan lebih dari 12 sudah dikirimkan ke Amerika untuk diadili. Kegigihan pemerintah Kolombia yang dibantu Amerika- antara lain dengan pengiriman jaket antipeluru- akhirnya membuat Escobar terdesak. Bapak seorang anak lelaki ini terpaksa bersem- bunyi di luar Kota Medellin, yakni di Envigado itu. Di saat-saat inilah, kabarnya, ada kontak antara gembong mafia itu dan pemerintah lewat Pastor Rafael. Kini, setelah Escobar dikurung di sebuah apartemen mewah yang dikelilingi kawat berlistrik, mampuskah satu jaringan narkotik internasional ini? Bisa dipastikan, tidak. Seperti yang dikatakan Tom Cash, Ketua Kesatuan Pemberantasan Obat Bius Amerika (Drug Enforcement Administration, DEA) di Miami, "Kalau Iacocca berhenti, apakah Chrysler tak lagi memproduksi mobil?" Maksudnya, ada saja yang bisa menggantikan Escobar. Dan sebenarnya, yang diperangi pemerintah Kolombia- menurut para pengamat di Amerika- lebih pada teror narkotik di dalam negeri sendiri, dan bukannya penyelundupan obat bius itu dari Kolombia ke luar. Jadi, apa gunanya meneruskan perburuan Escobar, bila perundingan bisa diselenggarakan? Di pihak Escobar, bila ia masih bisa terus berdagang narkotik, apa salahnya menyerah, dengan minta jaminan kesejahteraan? Dan itulah yang tampaknya terjadi. Maka, penjagaan di apartemen Escobar dilakukan oleh 40 orangnya sendiri. Baru di luarnya 150 tentara Kolombia dengan senjata lengkap bersiaga. Dan tempat ini begitu aman dari serangan luar. Jalan masuk ke penjara Envigado cuma satu, hanya boleh dilewati kendaraan beroda empat. Dan karena lokasinya- ini pun atas permintaan si godfather- dengan menggunakan teropong, para penjaga Escobar sudah bisa melihat dengan jelas, orang yang datang dan pergi, jauh di bawah, hanya dari apartemennya. Juga tak ada larangan bagi anak buahnya yang ingin menemuinya. Apalagi bagi ibu Escobar, Herminda Gaviria Escobar, ia boleh keluar masuk apartemen anaknya kapan saja. Pekan ini, ibu itu akan menyerahkan gereja kecil untuk masyarakat Medellin, dan upacara pemberkatannya akan dilakukan oleh pastor perantara itu. Dan lagi, berkat negosiasi pengacaranya, disetujui bahwa polisi dan tentara pemerintah hanya boleh mendekati Escobar bila terjadi huru-hara di kompleks itu. Pasal ini sudah terbukti keampuhannya. Sehari setelah Escobar masuk apartemen ini, lima polisi antinarkotik Kolombia dan dua kepala penjara ditolak masuk untuk menemuinya. Yang tak, atau belum, disetujui oleh pemerintah Kolombia adalah permintaan Escobar agar apartemennya dilengkapi dengan radar dan atap baja. Soalnya, ia takut dibom. Padahal, di dekat Enviado ada pangkalan udara, dan pesawat sering lewat di atas penjara mewah ini. Tentunya bukan musuh dari dalam yang kini ditakuti Escobar, tapi dari luar, misalnya CIA. Bila perdamaian ini memang menguntungkan dua pihak, yang dipertaruhkan oleh Presiden Gaviria Trujillo tentulah hubungan Kolombia-AS. Dan itu akan ditentukan dari hasil pengadilan Escobar- sesuaikah hukuman buat godfather itu dengan kejahatan- nya- yang paling cepat, menurut Presiden Gaviria Trujillo, baru akan dibuka setahun lagi. A. Dahana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini