MEREKA bertemu setiap tiga tahun sekali -- para pemimpin dari 101 negara Dunia Ketiga -- dalam suatu KTT Nonblok. Mereka juga siap untuk mendengar -- kalau perlu -- membahas masalah-masalah besar yang dihadapi umat manusia. Tahun ini Harare, ibu kota Zimbabwe, terpilih sebagai tempat KTT Nonblok ke-8 yang dimulai Senin pekan ini. Harare terpilih karena letaknya berdekatan dengan Afrika Selatan, pusat masalah apartheid. Perhatian dunia diharapkan terarah kepada sumber ketidakstabilan di kawasan ini, dan sebagai tindak lanjut KTT akan merumuskan satu deklarasi politik. Isi deklarasi berkisar tentang perlunya sanksi menyeluruh, demi terlaksananya perubahan di negara itu, juga demi terhindarnya pertumpahan darah. Beberapa soal besar yang cukup mendesak adalah masalah perlombaan senjata, kesulitan ekonomi yang dihadapi semua negara berkembang, dan masalah keadilan. Ini dikemukakan PM Zimbabwe Robert Mugabe yang sebagai tuan rumah KTT tampil sebagai pembicara pertama, sesudah PM Rajiv Gandhi menyerahkan tongkat kepemimpinan kepadanya. Mugabe merasa prihatin dengan lomba senjata antara sesama negara maju hingga pengeluaran militer global tahun ini mencapai US$ 1 trilyun. Anggaran militer negara maju 20 kali lebih besar dari bantuan yang disalurkan mereka kepada negara-negara berkembang. Mugabe juga menyorot sempitnya pasar bagi komoditi negara berkembang, antara lain, karena negara maju melakukan proteksi ketat. Dia sampai pada kesimpulan: negara-negara berkembang justru menyubsidi negara-negara maju, hingga krisis ekonomi kian tajam. PM Zimbabwe ini juga menyinggung beban utang terlalu besar yang ditanggung sejumlah negara berkembang hingga untuk mengatasinya diperlukan inisiatif dan rencana yang terkoordinasi baik. Ketidakadilan yang diderita mayoritas hitam Afrika Selatan perlu ditangani tuntas, tapi ia juga minta perhatian pada beberapa masalah lain seperti: Perang Teluk, larangan percobaan nuklir, tindak-tanduk AS terhadap Libya, konflik Afghanistan dan Kamboja. Tentang apartheid ia berkata, "Bagi penguasa Afrika Selatan tidak jadi soal apabila manusia menemukan ajalnya persis seperti lalat." Kata-kata Mugabe cukup menggugah, tapi gemanya tidak bergaung jauh ke luar Harare. Demikian pula pidato Rajiv Gandhi yang memuji penangguhan tes nuklir oleh Uni Soviet, seraya mengharapkan agar negara nuklir lainnya mengikuti jejak Moskow. Pemimpin berusia 43 tahun itu menyatakan keyakinannya bahwa KTT Nonblok adalah kekuatan besar yang mengubah jalan sejarah. Ia tidak memberikan contoh, tapi setiap peserta yang berani bersikap jujur tentu bisa membantah Rajiv. Perang Iran-Irak, konflik Afghanistan dan Kamboja merupakan tiga keruwetan besar yang tidak terjamah sedikit pun oleh KTT. Presiden CGDK Norodom Sihanouk sampai-sampai melampiaskan kekesalannya khusus untuk menyambut KTT Harare. Dalam pandangan Sihanouk, KTT itu sudah tidak punya wibawa, karena negara agresor seperti Vietnam diterima sebagai anggota, sedangkan kursi Kamboja dibiarkan kosong. Adapun perang Iran-Irak, yang sudah berlangsung 6 tahun itu, sampai kini tidak sedikit pun bisa diterobos. Kedua negara yang terlibat sesungguhnya sangat dirugikan oleh perang itu, tapi tiap ajakan perdamaian ditolak mentah-mentah. Mengapa KTT tidak bisa berbuat banyak untuk kebaikan anggotanya, padahal lembaga itu selalu melibatkan diri dalam soal-soal besar? Kemauan politik bukan tidak ada, tapi di antara 101 anggota sangat sulit dicapai kesatuan sikap dan pendapat. Sekalipun begitu, KTT mencatat rekor 50 kali mengecam AS. Di samping itu, ada perpecahan di kubu Amerika Latin hingga terbuka peluang lebih besar bagi Indonesia untuk menjadi tuan rumah KTT ke-9. Tidak kurang penting dari itu ialah bahwa soal Timor Timur telah dicoret dari agenda KTT untuk selama-lamanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini