Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menguraikan tiga syarat pada Senin untuk penyelesaian dengan kelompok Hizbullah Lebanon, lapor Anadolu Agency.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berbicara di hadapan Komite Urusan Luar Negeri dan Pertahanan Knesset, Netanyahu mengajukan tiga persyaratan untuk gencatan senjata yaitu, Hizbullah dijauhkan dari perbatasan utara Israel, penutupan jalur suplai dari Suriah, dan memberikan kebebasan bagi Israel untuk bertindak di Lebanon selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Netanyahu membingkai konflik yang sedang berlangsung sebagai konflik yang terjadi di "tujuh front" - Gaza, Tepi Barat, Lebanon, Yaman, Iran, Irak, dan Suriah. Ia mengatakan semuanya bersumber dari Iran, seperti yang dikatakannya.
Amerika Serikat, sekutu utama Israel, menjadi penengah antara Tel Aviv dan Beirut untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata guna mengakhiri lebih dari satu tahun serangan antara Hizbullah dan Israel.
Menurut lembaga penyiaran publik Israel, KAN, utusan AS Amos Hochstein tiba di Beirut pada Selasa untuk menerima respons Lebanon terhadap proposal gencatan senjata AS.
Hochstein juga diperkirakan akan berkunjung ke Israel pada Rabu.
Israel menginginkan adanya kesepakatan yang mengizinkan tentaranya untuk menyerang apa yang dilihatnya sebagai pelanggaran terhadap ketentuan gencatan senjata, sebuah kondisi yang ditolak oleh Lebanon.
Pekan lalu, Ketua Parlemen Lebanon, Nabih Berri, mengkonfirmasi bahwa Beirut telah menerima proposal AS untuk gencatan senjata dengan Israel.
Namun, dia membantah bahwa proposal tersebut "mencakup segala jenis kebebasan bergerak bagi tentara Israel di Lebanon," sebuah kondisi yang dia gambarkan sebagai "tidak dapat diterima" dan tidak dapat dinegosiasikan. Ia menegaskan kembali penolakan Lebanon untuk berkompromi dengan kedaulatannya.
Pembicaraan Lebanon ‘Konstruktif’
Utusan AS, Amos Hochstein yang telah bertemu dengan Ketua Parlemen Lebanon, Nabih Berri, menggelar konferensi pers di Beirut, demikian dilaporkan Al Jazeera.
Amos Hochstein menggambarkan pertemuan tersebut sebagai "konstruktif", dan menyatakan bahwa mereka terus "mempersempit kesenjangan" untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata.
Berbicara kepada media, Hochstein mengatakan bahwa gencatan senjata "sekarang berada dalam genggaman kami" tetapi pada akhirnya itu adalah "keputusan para pihak untuk mencapai sebuah kesimpulan".
"Karena sekarang ini adalah waktu yang tepat, saya berharap dalam beberapa hari ke depan akan ada keputusan yang tegas," tambahnya.
Utusan AS tersebut mengatakan bahwa ia tidak akan menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai pembicaraan gencatan senjata karena ia tidak "ingin merundingkan hal ini di depan umum".
Ia juga akan bertemu dengan caretaker Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati dan para pejabat tinggi Lebanon lainnya.
"Saya berkomitmen untuk melakukan semua yang saya bisa untuk bekerja sama dengan pemerintah Lebanon dan Israel untuk menyelesaikan semuanya," katanya.
Kepala Hizbullah Naim Qassem akan berpidato hari ini, kata kantor medianya, beberapa menit setelah Hochstein mengatakan bahwa ada "kesempatan nyata" untuk mengakhiri konflik antara kelompok itu dan Israel.
Israel meluncurkan kampanye udara di Lebanon terhadap apa yang diklaimnya sebagai target-target kelompok Hizbullah pada akhir September, dalam sebuah eskalasi dari satu tahun peperangan lintas batas atas perang Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza.
Lebih dari 3.500 orang telah terbunuh, hampir 15.000 orang terluka dan lebih dari 1 juta orang mengungsi akibat serangan Israel sejak Oktober lalu, menurut otoritas kesehatan Lebanon.
Tel Aviv memperluas konflik dengan meluncurkan serangan darat ke Lebanon selatan pada tanggal 1 Oktober tahun ini.
Pilihan Editor: Netanyahu Tetap Serang Hizbullah Meski Ada Gencatan Senjata