Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Gerbong yang Ditinggalkan Xanana

Alkatiri melancarkan kampanye menentang pemerintah Xanana. Kekecewaan Fretilin menggumpal, kerusuhan demi kerusuhan terus mengancam.

13 Agustus 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dili, Kamis pekan lalu. Jalan-jalan lengang, sesekali terdengar raung sirene mobil polisi, juga bunyi tembakan. Hanya satu-dua yang berani ke luar rumah setelah ratusan massa pendukung Frente Revolucionaria de Timor Leste Independente (Fretilin) mengamuk. Mereka melempari angkutan kota, mobil pribadi, dan kendaraan polisi PBB yang berani nongol di jalan. Sejumlah rumah pendukung Kongres Nasional untuk Rekonstruksi Timor Leste (CNRT) juga dibakar.

Polisi telah bergerak cepat: menahan 50 perusuh di Dili, 40 di Baucau, dan 25 di Viqueque, Kamis itu, tapi kemarahan pendukung Fretilin tak kunjung padam. Mereka menolak mentah-mentah keputusan Presiden Ramos Horta yang menetapkan Xanana Gusmao sebagai perdana menteri, Senin pekan lalu. Hingga Kamis pekan lalu, 110 rumah habis dilalap api.

Fretilin memang menang dalam pemilihan parlemen akhir Juni, tapi perolehan suaranya tak cukup banyak untuk menduduki posisi mayoritas. Mereka meraup 21 dari 65 kursi di parlemen, sedangkan CNRT yang dipimpin Xanana di posisi kedua dengan 18 kursi. Artinya, untuk membentuk pemerintahan, Fretilin harus berkoalisi, menggandeng partai-partai lain. Dan Sekretaris Jenderal Fretilin Mari Alkatiri telah melakukan langkah-langkah politis. Puncaknya, seraya mengajukan sebuah formula: perdana menteri independen dan dua wakilnya (seorang dari Fretilin, satunya lagi dari pihak koalisi). Sayang sekali, usaha ini tidak mendapat tanggapan positif.

Sebaliknya, Xanana berhasil membentuk koalisi yang disebut Aliansi Mayoritas Parlemen (AMP) sehingga mendapatkan 37 kursi. Padahal, CNRT baru dibentuk tahun ini. Mantan presiden pertama ini dilantik Rabu pekan lalu tanpa dihadiri pejabat maupun anggota parlemen dari Fretilin. Kabinet Xanana Gusmao terdiri dari Wakil Perdana Menteri Jose Luis Guteres, 11 menteri, 2 wakil menteri, dan 25 sekretaris negara.

Wakil Fretilin juga tak ada dalam kabinet dan Xanana tidak mau menjelaskan soal itu. ”Semuanya akan mendapat perhatian serius dalam pemerintahan ini,” kata Xanana seusai upacara pelantikan. Ia berjanji akan menyelesaikan masalah pengungsi, kasus Mayor Alfredo Reinado, dan tentara petisioner sebagai program awal pemerintahnya. Selain masalah keamanan, Xanana juga menghadapi persoalan kemiskinan dan tingginya jumlah pengangguran. Setengah dari sejuta rakyat Timor Leste tidak memiliki pekerjaan tetap dan sebanyak 40 persen cuma berpenghasilan kurang dari US$ 50 sen per hari.

Melihat Xanana jalan terus, Alkatiri pun sewot dan menyatakan akan menjadi oposisi. ”Pemerintahan itu inkonstitusional dan bukan kehendak rakyat banyak,” ia menegaskan. Pernyataan ini langsung disambut Persatuan Pemuda dan Pelajar Fretilin yang berdemonstrasi di depan kantor Perdana Menteri.

Ini pertama kalinya Fretilin tak terlibat dalam pemerintahan sejak negara itu merdeka pada 2002. Padahal, partai ini tak pernah lepas dari sejarah Timor Leste. Fretilin berawal dari sebuah gerakan yang merebut kemerdekaan dari Portugal dan Indonesia pada 1974–1998. Mereka menjadi partai besar dan menang dalam pemilu parlemen pertama pada 2001 dengan perolehan 55 dari 88 kursi di parlemen. Namun, kegagalan pemerintahan Alkatiri membuat pamor Fretilin perlahan-lahan merosot. Calon mereka, Fransisco ”Lu Olo” Guteres dikalahkan Horta dalam pemilihan presiden, Mei lalu. Terakhir, mereka gagal jadi pemenang mayoritas dalam pemilu parlemen.

Mantan perdana menteri pertama yang dipaksa mundur akibat kerusuhan tahun lalu ini juga memperingatkan kondisi keamanan yang tak akan stabil. Kini Alkatiri mencoba menghadapi Xanana secara terbuka. Ia menantang. Bersama pemimpin partai lain, ia berencana berkeliling negeri itu selama beberapa hari untuk mengajak rakyat menentang Xanana. ”Kami berharap tidak akan terjadi perlawanan rakyat, tapi kami tak bisa menghentikan rakyat yang memprotes hak mereka,” ujar Alkatiri.

Peringatan ini langsung dibalas oleh Horta. Ia mengancam akan menindak tegas para pembuat onar. Ia juga menolak tudingan Alkatiri bahwa pemerintahan Xanana melanggar konstitusi. ”Saya mengikuti konstitusi yang memberi dua pilihan: memberi kesempatan pada partai pemenang pemilu atau suara mayoritas di parlemen,” katanya kepada Tempo. Menurut Horta, ia telah memberi cukup waktu kepada Fretilin untuk membentuk pemerintahan koalisi.

Gumpalan kekecewaan di antara para pendukung dan elite Fretilin belum lagi mencair. Sampai Kamis kemarin, listrik padam berjam-jam di beberapa kawasan permukiman. Sejumlah kantor pemerintah diancam akan dibakar. ”Karena itu listrik kami padamkan hingga situasi benar-benar membaik,” kata Sergio da Gomes, karyawan Kantor Kelistrikan Dili.

Fretilin telah menang pemilu, tapi kemudian gagal membangun kerja sama dengan partai-partai lain. ”Saya berharap mereka bisa belajar dari kegagalan sebelumnya,” kata Sandro, 34 tahun, sopir taksi yang tinggal di Komoro, Dili. Sandro pendukung duet Xanana-Horta, tapi setiap orang tahu: pertarungan Fretilin melawan pasangan itu tidak berhenti di situ.

Faisal Assegaf, Alexander Assis (Dili) (Economist, The Age)


Konflik Timor Leste

Mei 2006: Pasukan asing, terutama dari Australia, tiba di Dili untuk mengembalikan ketertiban. Terjadi keributan antara warga Loro Monu dan Loro Sae. Sejumlah tentara desertir mengacau. Sedikitnya, 25 orang tewas dan 150 ribu mengungsi.

Juni 2006: Perdana Menteri Mari Alkatiri dipaksa mundur. Ia dianggap bertanggung jawab atas kerusuhan.

Juli 2006: Mantan Menteri Luar Negeri Jose Ramos Horta dilantik sebagai PM kedua menggantikan Alkatiri.

Agustus 2006: PBB membentuk misi penjaga perdamaian nonmiliter.

Januari 2007: Mantan Menteri Dalam Negeri Rogerio Lobato disidangkan dengan dakwaan mempersenjatai warga sipil dalam kerusuhan 2006.

Maret 2007: Lobato divonis 7,5 tahun penjara karena terbukti bersalah.

Juni 2007: Fretilin kembali menang dalam pemilu parlemen kedua, tapi gagal meraih suara mayoritas; meraih 21 dari 65 kursi di parlemen. Kongres Nasional untuk Rekonstruksi Timor Leste (CNRT) yang dipimpin Xanana meraih 18 kursi.

Agustus 2007: Xanana ditetapkan sebagai PM ketiga setelah berhasil berkoalisi dengan partai lain, dan mendapatkan 37 kursi parlemen. Penunjukan ini menimbulkan protes dan kerusuhan.

Faisal Assegaf (BBC, Wikipedia)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus