Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Seorang Golani di Jalur Gaza

Pelanggaran disiplin sering terjadi di antara serdadu Israel. Dari melawan atasan, meninggalkan pos jaga, hingga tertidur di daerah musuh.

13 Agustus 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah satu jam terlelap, Sharon, bukan nama sebenarnya, terbangun. Setengah sadar, ia membuka matanya, dan perlahan-lahan ketakutan tampak pada wajahnya. Tubuhnya gemetar, jantungnya seolah mau copot. Sekarang ia sendirian di Jalur Gaza, wilayah yang kini sepenuhnya dikuasai pejuang Hamas—sejak bentrok dengan milisi Fatah pertengahan Juni lalu.

”Saya langsung terbayang pada Gilad Shalit dan ibu saya di rumah,” katanya kepada surat kabar Israel, Yediot Aharonot. Kopral Gilad hingga saat ini masih ditawan militan Palestina setelah diculik di daerah perbatasan Gaza-Israel, Juni 2006. Dalam perundingan yang sedang berlangsung alot, ia dijadikan bahan pertukaran dengan tahanan Hamas di penjara-penjara Israel.

Sharon lantas berteriak memanggil rekan-rekannya, tapi tak ada sahutan. Tanpa pikir panjang, ia mencabut pistol suar, lalu menembakkannya ke udara hingga langit di atasnya terang benderang. Setelah sepuluh menit dia dalam bingung dan takut, barulah bantuan datang. Sharon pun selamat kembali ke Israel.

Insiden memalukan itu terjadi pada suatu malam akhir Juli lalu. Ketika itu, pasukan dari Brigade Golani sedang beristirahat dalam perjalanan pulang ke Israel. Boleh jadi tidurnya Sharon lantaran ia kelelahan setelah bertempur di Kamp Yunis, Jalur Gaza. Lima militan Palestina tewas dalam serbuan rutin itu dan pasukan Israel berhasil menemukan lokasi penyimpanan senjata. Hilangnya Sharon baru disadari setelah pasukan tiba di markas. Sejumlah unit di perbatasan segera dikerahkan masuk ke wilayah Gaza. Tim pencari berhasil menemukan Sharon setelah melihat kode lampu yang ia mainkan. Sharon ditemukan sekitar 700 meter dari pagar pembatas.

Tentu saja aib ini mengundang kritik pedas. ”Kejadian semacam itu harusnya tidak boleh terjadi,” kata seorang pejabat senior militer Israel kepada harian Aharonot. Sumber-sumber militer Israel mengungkapkan pihaknya sedang melakukan penyelidikan atas kasus itu dan perwira yang terlibat akan dikenai sanksi.

Tapi bukan kali ini saja prajurit Golani melanggar disiplin. Sepekan setelah ditempatkan di sepanjang perbatasan dengan Gaza, pertengahan Juli lalu, sepuluh anggotanya meninggalkan pos jaga sebagai protes terhadap perlakuan tak layak yang mereka terima. Sebelumnya, pada awal tahun, seratus tentara Golani mangkir dari latihan rutin dan melawan atasan mereka.

Kenyataan ini sangat ironis mengingat Brigade Golani banyak dipuji saat menang dalam pertempuran di Kota Bint Jubail, Libanon Selatan, Juli tahun lalu. Apalagi Golani merupakan pasukan infanteri paling tua di Israel. Dibentuk pada 28 Februari 1948 dengan menggabungkan Brigade Levanoni, Brigade Carmeli, anggota Haganah (pasukan bawah tanah Israel), dan pelbagai elemen lain, Golani pernah ikut dalam perang kemerdekaan dan merebut daerah gurun Negev, Israel Selatan, perang Sinai 1956 di daerah Rafah yang berbatasan dengan Mesir, perang Arab-Israel 1967, dan perang Yom Kippur 1973.

Sebagai pasukan elite, Brigade Golani sering terlibat dalam misi yang boleh dibilang mustahil. Yang paling monumental adalah Operasi Entebbe di Uganda pada 1976. Mereka berhasil membebaskan 246 penumpang Yahudi yang disandera pejuang Palestina dalam pesawat Air France bernomor 139. Sayangnya, komandan tim, Yoni Netanyahu, kakak mantan perdana menteri Benjamin Netanyahu, tewas dalam misi itu. Atas prestasi ini, Golani dianugerahi baret cokelat, yang menjadi simbolnya hingga kini.

Kini apa yang dilakukan Sharon seolah menampar muka Panglima Angkatan Bersenjata Israel Letnan Jenderal Gabi Ashkenazi, mantan Komandan Brigade Golani. Ia baru saja naik menggantikan Letnan Jenderal Dan Halutz, yang mundur lantaran dianggap bertanggung jawab atas kekalahan perang Juli 2006. Meski begitu, Golani berani sesumbar bisa membalas kekalahan dari Hizbullah selepas latihan perang selama 70 hari di Dataran Tinggi Golan awal Juli lalu. Mereka juga masih menjadi primadona bagi wajib militer di Israel.

Faisal Assegaf (Jewish Virtual Library, Haaretz, Yediot Aharonot)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus