ORGANISASI gerilyawan Palestina Al-Fatah guncang. Pasalnya: lima
perwira menengah Al-Fatah memprotes sikap Arafat di bidang
politik maupun militer yang, menurut mereka, kurang tegas.
Melihat gelagat buruk itu Yasser Arafat, pemimpin Organisasi
Pembebasan Palestina (PLO) merangkap ketua AlFatah, pekan silam,
memberlakukan masa tenang sebelum mengambil keputusan terhadap
para pembangkang. Dan untuk itu pula ia memerlukan berkunjung ke
Lembah Bekaa, tempat para perwira tesebut dan pasukannya
berpangkal, sampai lebih enam kali.
Terlihat keluar dari sebuah ruang sempit markas PLO di Lembah
Bekaa, Arafat, yang nampak tegang, berusaha tenang. "Seperti
Anda lihat, semuanya beres," ucapnya tersenyum lebar kepada
Julie Flint, koresponden surat kabar South China Morning Post.
Arafat menambahkan masalah ini adalah soal kecil.
Soal protes itu bisa dianggap kecil, juga boleh dibilang serius.
Sesudah PLO terusir dari Beirut Barat (lihat box) ancaman
tersebut bisa mempersulit posisi Arafat. Sebab para pemberontak
-- begitu koran Arab Saudi Ash-Sharq Al-Aosat memberi julukan
pada mereka -- telah menolak kompromi yang ditawarkan pemimpin
tertinggi Al-Fatah itu. Bahkan mereka bersiteguh untuk bertahan
di Lembah Bekaa. "Demi meningkatkan perjuangan dan mengakhiri
penyelewengan di kalangan pimpinan," alasan para pembangkang.
Yang dimaksud kelima perwira itu dengan penyelewengan, antara
lain, kebijaksanaan Arafat mengorbitkan dua komandan baru PLO di
Libanon: Abu Hajim dan Haj Ismael. Abu Hajim, sebelumnya
komandan Libanon Selatan, diangkat menjadi panglima untuk
seluruh sektor Libanon. Akan Haj Ismael dari komandan Sidon
dipindahkan ke Tripoli.
Menurut para pemberontak, kedua tokoh orbitan tersebut tak layak
dicontoh. Mereka ketika perang berkecamuk di Beirut Barat,
memilih mundur daripada berhadapan dengan tentara Israel. Tidak
heran jika dalam komunike pertama mereka, pembangkang menuntut
agar pengangkatan yang tidak pada tempatnya itu ditunda.
Keputusan Arafat mereka nilai sebagai keputusan yang tidak bisa
membedakan antara keberanian dan kepengecutan, penipu dan orang
jujur, penyelundup dan tersangka, pahlawan dan mata-mata. Dan
dengan memutasikan beberapa perwira dan kader-kader PLO terbaik,
Arafat dituduh berusaha menjinakkan pertempuran di Lembah Bekaa.
Komunike kedua pembangkang lebih keras lagi. "Tindakan kami
bertujuan membina Al-Fatah sebagai organisasi yang memimpin,
bukan organisasi para pemimpin," sindir mereka. Menghadapi ini
Komite Sentral Al-Fatah terpaksa mengadakan pertemuan darurat.
Arafat kemudian memutuskan, kelima perwira pembangkang
bertanggung jawab langsung kepadanya dan hubungan mereka dengan
pos-pos PLO yang lain diputuskan. Sanksi lain adalah
dihentikannya pengiriman suplai barang, amunisi, dan upah kepada
mereka.
Siapakah pemberontak itu? Mereka adalah Kol. Said Musa (Abu
Musa), Kol. Mohamad Al-Badr, Kol. Wasef Uraiqat, Kol. Ziad
Barsalah, dan Mayor Mahmoud Issa. Sebagian pengamat yakin bahwa
1/3 pasukan PLO di Lembah Bekaa bersimpati pada para pembangkang
yang dianggap menguasai kawasan luas, juga gudang-gudang senjata
PLO yang terpenting, di sana. Pengamat yang lain mengajukan
analisa. "Soalnya bukan cuma pengangkatan Hajim dan Ismael,"
kata mereka, "tapi soal perjuangan Palestina. Dan pengangkatan
itu telah menumbuhkan anggapan bahwa kebijaksanaan Arafat
salah."
Tidak diketahui jelas apa motivasi Arafat menunjuk Hajim tan
Ismael -- yang ternyata kurang bisa diterima. Yang pasti sudah
banyak pejuang PLO mengambil insiatif sendiri bergabung ke
markas Kol. Abu Musa di Manara, perbatasan Suriah. Tapi Musa
menyuruh mereka kembali ke kesatuan masing-masing dan menunggu.
Diduga para pembangkang akan diadili oleh satu badan peradilan
revolusioner. Tapi banyak yang meragukan. Karena proses semacam
itu bisa lebih mempertajam rasa tidak senang antara sesama
gerilyawan. Penyelesaian tampaknya adalah melalui kongres
nasional Al-Fatah.
Sementara soal pemberontakan di kalangan Al Fatah belum
teratasi, PLO diberitakan sudah mengambil prakarsa untuk tukar
menukar tawanan perang dengan Israel. Dengan perantaraan Komite
Palang Merah Internasional, dari Damaskus, PLO menyatakan
kesediaannya untuk menyerahkan delapan serdadu Israel dengan
syarat: 1. Pembebasan seluruh tentara PLO yang ditahan di kamp
konsentrasi Ansar dan semua tentara Palestina yang ditawan
selama perang Libanon, 2. Pembebasan 1.250 tahanan yang disekap
di penjara-penjara di wilayah Palestina yang diduduki Israel, 3.
Pengembalian seluruh benda yang dirampas dari Pusat Penelitian
Palestina di Beirut.
Mengenai syarat tukar menukar yang diajukan PLO itu, sampai
akhir pekan silam, belum ditanggapi oleh pihak Isnel. Diduga
mereka akan keberatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini