Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ancang-Ancang Perang

Suriah dan Israel siap siaga untuk berperang, berlomba memperkuat pertahanan mereka sepanjang perbatasan Suriah-Libanon. (ln)

4 Juni 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PELURU kendali udara ke udara Suriah pekan lalu, menerjang ke arah pesawat Israel. Tapi meleset. Dan pesawat itu lolos. Para penerbang Yahudi itu dituduh Suriah melanggar wilayah udara mereka. Jadi perlu diberi pelajaran. Tanpa buang waktu, dalam tempo 48 jam, empat menteri Israel, di antaranya Menlu Yitzak Shamir dan Menhan Moshe Arens, melontarkan teguran ke alamat Damaskus. Sementara itu PM Menachem Begin mengadakan temu muka dengan tokoh-tokoh oposisi dari Partai Buruh. Acara "ceramah" ini biasa dilakukan bila Tel Aviv merasa terancam. Dalam waktu singkat, di akhir minggu, Suriah dan Israel seperti berlomba memperkuat pertahanan mereka sepanjang perbatasan Libanon-Suriah. Tentang kesiap-siagaan ini, Tishrin, surat kabar resmi di Damaskus, menulis perang Timur Tengah yang baru sudah di ambang pintu. Tapi Menhan Suriah Letjen Mustafa Tlas menegaskan kesiagaan tentaranya dilancarkan untuk maksud-maksud pertahanan. "Gaya Israel selalu begitu, tradisional dan jelas diketahui umum," ujar Tlas. "Mereka menuduh lawan mempersiapkan perang padahal mereka siaga duluan". Komentar Tlas diucapkan justru di saat-saat ketegangan meningkat di Lembah Bekaa akibat terjadinya ledakan yang menewaskan seorang prajurit Israel dan mencederai 14 lainnya. Dan segera setelah itu iring-iringan kendaraan lapis baja Israel menderu-deru ke perbatasan, di seberang Dataran Tinggi Golan. Tidak mau kalah, Suriah memacu pula pasukan artilerinya ke basis pertahanan di Lembah Bekaa. Pasukan berseragam Soviet, sekutu Suriah, menurut Kantor Berita Libanon Al Markazyah, bahkan terlihat di Chataura, 15 km sebelah barat perbatasan Suriah. Dan sumber rahasia AS menyebutkan pasukan Suriah nampak siap-siap di Zahleh, tidak jauh dari jalan raya Beirut-Damaskus. Juga dilaporkan satu batalyon tentara Suriah menyeberang perbatasan dari Homs (Suriah) langsung menyebar ke Kota Baalbeck (Libanon). "Bila ada dua pasukan berhadap-hadapan, bentrokan bersenjata sewaktu-waktu bisa saja terjadi," kata Menhan AS Casper Weinberger, minggu lampau. Deplu AS menyerukan supaya Israel dan Suriah menahan diri sekuat-kuatnya. Jubir resmi Pemerintah AS dari Williamsburg, Senin lalu, menuduh Suriah dan Uni Soviet sebagai biang keladi peningkatan ketegangan di Libanon. Deputi PM Israel David Levy bahkan lima kali menitipkan "peringatan" pada Suriah, lewat perantaraan AS. Presiden Suriah Hafez Assad, yang selama ini diduga tidak akan gegabah membuka front baru, menjawab tuntas: pasukannya tidak akan meninggalkan Libanon. Ia sendiri tidak akan berubah pikiran, katanya, apa pun yang terjadi. Menurut para pengamat di Damaskus, sebenarnya Suriah tidak punya niat untuk berperang. Mereka diharuskan untuk unjuk perasaan atas persetujuan Libanon-Israel yang diteken tanpa sedikit pun konsultasi ke Damaskus. Akibatnya Israel juga terpaksa sibuk. Terakhir dikabarkan anak-anak Moshe Arens giat mengganggu jaringan radar Suriah. Untung layar radar yang mendadak "putih" itu segera dibikin berfungsi kembali oleh anak buah Tlas. Tercatat tiga sebab yang membangkitkan kemarahan Suriah. Pertama, Presiden Assad seperti disepelekan. Ia selama ini menjaga persahabatan dengan AS. Tapi persetujuan Libanon-Israel, yang diprakarsai AS, justru membuktikan betapa Washington tidak menghargai kemauan baik Assad tersebut. Kedua, dianggap wajar jika Suriah menolak persetujaun yang sama sekali tidak memperhitungkan kepentingan teritorial dan keamanan negeri itu. Dan ketiga, Suriah yang kehilangan Dataran Tinggi Golan (dicaplok Israel akhir 1981) merasa perlu memperagakan kebolehannya agar Israel jangan malang-melintang seenaknya. Lagi pula siapa yang menjamin kedaulatan Libanon meski pasukan Israel mundur dari sana? Maka Suriah pun siap siaga, didukung Uni Soviet, Republik Yaman Selatan, dan Libya. Negara Arab lainnya, dengan siapa Assad menjalin hubungan baik, diduga akan tetap netral. Tapi Mesir sebaliknya. Presiden Husni Mubarak justru membela Suriah seraya memastikan negeri itu tidak punya ambisi apa-apa di Libanon. Mendengar ini banyak pengamat terkejut karena sejak dulu adalah Suriah yang habis-habisan menentang perjanjian damai Mesir-Israel (1979). Sementara itu, dengan mempertaruhkan nyawanya Presiden Libanon Amin Gemayel berseru kepada negara-negara Arab agar memberi dukungan untuk usaha penarikan mundur tentara asing dari negerinya. Seruan itu diucapkannya dari Beirut Barat justru di saat-saat pertikaian Kristen dan Islam Libanon semakin menjadi-jadi. Di pihak lain Israel nampaknya berusaha keras untuk tidak terpancing, tidak terperangkap oleh jebakan-jebakan, juga tidak terseret dalam perang yang berlarut-larut. Kabarnya Tel Aviv memilih perang total yang skenarionya ditentukan di "war room" mereka, bukan di Lembah Bekaa atau Damaskus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus