Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Harga sebuah restu kremlin

Presiden uni soviet mikhail gorbachev dalam pertemuannya dengan kanselir jer-bar helmut kohl di sta vropol,uni soviet,setuju jerman bersatu masuk nato. kohl akan mengurangi angkatan bersenjatanya.

28 Juli 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

STAVROPOL, di selatan Uni Soviet, wilayah asal Mikhail Gorbachev, Senin pekan lalu. Kanselir Jerman Barat, Helmut Kohl, yang sedang dijamu di rumah peristirahatan Gorbachev, tersenyum lebar. Bukan cuma karena menyadari, dialah pemimpin Barat pertama yang pernah merasakan suasana santai dan keakraban di sana, tapi yang lebih penting ia memperoleh keputusan bersejarah hari itu: Pemimpin Kremlin tak keberatan Jerman yang bersatu kelak masuk pakta pertahanan Barat NATO. Maka, lenyap sudah ganjalan terakhir atas penyatuan Jerman secara keseluruhan, yang dijadwalkan Desember depan. Keputusan Moskow ini, menurut sejumlah pengamat, menegaskan peran utama NATO di Eropa dan memecahkan masalah terbesar dalam era pascaperang dingin. "Keanggotaan Jerman (bersatu) pada aliansi kami bakal meningkatkan stabilitas bagi semua," kata juru bicara NATO di Brussel, Belgia. Sedang komandan tertinggi NATO di Eropa, Jenderal John Galvin, cuma berkomentar pendek: "Langkah yang logis." Memang banyak pihak yang tak kaget atas keputusan Kremlin ini. Walau berbulan-bulan pihak Moskow menyatakan keberatan Jerman bersatu masuk NATO, kebijaksanaan Kremlin terus berubah dan melunak. Mulanya diusulkan agar NATO dan Pakta Warsawa dibubarkan saja. Jelas gagasan ini ditolak pihak Barat. Kemudian muncul gagasan Jerman berstatus negara nonblok. Juga ditampik. Terakhir dalam KTT AS-US, Gorbachev mengusulkan status Jerman sebagai negara netral. Ditolak pula. Sampai-sampai, dalam KTT awal Juni lalu itu, seorang pembantu dekat Gorbachev mengusulkan agar Uni Soviet bersama Jerman (bersatu) sama-sama menjadi anggota NATO sekalian. Gagasan ini jelas dikesampingkan karena, menurut Menlu AS, James Baker, ke-16 negara anggota NATO merupakan negeri yang sudah menerapkan demokrasi, "Uni Soviet harus beberapa langkah lagi, kalau mau disebut negara demokrasi," kata Baker, ketika itu. Lagi pula, Amerika selalu menjadi komandan yang membawahkan semua sekutunya dalam NATO. "Apakah pasukan Soviet mau tunduk di bawah komando AS?" kata Baker. Gorbachev sendiri, menurut sebuah teori, sejak awal -- sejak runtuhnya Tembok Berlin -- sudah sadar tak mungkin mencegah Jerman bersatu, termasuk keanggotaannya pada NATO. Karena itu, Kremlin sengaja tak buru-buru memberikan "restunya" itu, dalam upaya memperoleh bantuan ekonomi dari Jerman Barat. Kenyataannya memang, Kohl, dalam kunjungan ke Moskow, pekan lalu, menyodorkan bantuan 5 milyar DM (sekitar US$ 3 milyar), buat Gorbachev. Dana itu disebut-sebut orang sebagai "ongkos restu Moskow". Selain itu, Jer-Bar menjanjikan akan membiayai pemulangan 380.000 tentara Soviet dari Jer-Tim, yang diperkirakan bakal makan waktu sekitar lima tahun. Termasuk pembangunan rumah-rumah, bagi para militer yang pulang kandang itu. Dana dari Kohl memang sangat dibutuhkan Gorbachev. Setidaknya, tunggakan Soviet sebesar US$ 1,5 milyar pada sejumlah perusahaan Jer-Bar bakal ketutup. Namun, para pejabat Bonn menyebut paket bantuan Kohl itu termasuk dana pinjaman keseluruhan yang bakal diberikan Barat pada Soviet. Seperti diketahui, dalam pertemuan 7 negara industri Barat (G-7) dua pekan lalu, Prancis dan Jer-Bar mengusulkan pemberian bantuan Barat pada Soviet sebesar US$ 15 milyar. Namun, AS dan Inggris keberatan dengan alasan harus menunggu hingga Kremlin secara sepenuhnya menerapkan sistem ekonomi pasar. Versi Moskow dalam soal persetujuan Jerman masuk NATO, tentu saja berbeda. Menurut Menlu Soviet Eduard Shevarnadze, Kremlin baru mau melepaskan penolakkan Jerman masuk NATO, setelah pertemuan puncak NATO di London, beberapa waktu lalu, yang menelurkan keputusan penting: janji untuk mengubah doktrin militer NATO. Artinya, di masa depan, NATO bakal lebih bersifat politis. "Saat NATO bertahan pada posisi lamanya, tak mungkin bagi Moskow menyetujui Jerman masuk NATO. Sekarang iklim berubah, terdapat situasi politik baru," ujar Shevarnadze. Perjanjian antara Kohl dan Gorbachev menyebut pasal tak akan ditempatkannya pasukan asing dan senjata nuklir di wilayah Jer-Tim. Juga janji Kohl untuk merampingkan angkatan bersenjatanya dari -- kini 480.000 -- menjadi cuma 360.000, setelah bersatu. Lantas bagaimana masa depan NATO? Bagaimanakah Amerika, yang mengomandani pakta itu, mempertahankan pengaruh politik dan ekonominya di Eropa setelah menarik sebagian besar pasukan dan senjata nuklirnya dari Eropa, khususnya Jer-Bar? Walau Bonn sudah menyatakan tetap mempertahankan kehadiran sejumlah pasukan AS di Jer-Bar, kekhawatiran sejumlah pihak di AS tetap besar. Banyak yang meramalkan, NATO, "yang lebih politis", bakal seperti anjing galak tanpa gigi. Ini, menurut sejumlah pengamat di AS, bakal melemahkan posisi Amerika, jika tanpa diduga Uni Soviet dan Jerman kelak bersekongkol melawan Washington. "Siapa tahu," kata para pengamat, yang berpendapat NATO masih perlu berdiri dan bergigi. Tapi bagi banyak warga Soviet, khususnya kalangan muda, masalah pakta pertahanan tak begitu penting lagi. "Jika para pemimpin kami sudah menyetujui Jerman bersatu dan masuk NATO, siapa tahu nantinya Uni Soviet juga bisa bersatu dengan Amerika," ujar seorang pemuda di Lapangan Merah Kremlin, dengan nada bercanda. FS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus