Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jumlah warga Palestina yang terbunuh di Gaza sejak dimulainya perang Israel pada bulan Oktober telah meningkat menjadi 41.020 orang dan 94.925 lainnya terluka, Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mengatakan pada Selasa,10 September 2024, ketika genosida tersebut menandai hari ke-340. Angka ini belum termasuk korban tewas dari pengeboman Israel atas kamp pengungsi Al-Mawasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam laporan hariannya, Kementerian menyebutkan bahwa pasukan pendudukan Israel melakukan tiga pembantaian di Gaza, menewaskan 32 orang dan melukai 100 orang lainnya hanya dalam waktu 24 jam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembantaian Baru di Al-Mawasi
Pada dini hari Selasa, 10 September 2024, Israel melancarkan serangan besar-besaran terhadap kamp pengungsi Palestina di Al-Mawasi, Khan Younis. Pembantaian tersebut digambarkan sebagai "salah satu yang terburuk dan paling brutal di Jalur Gaza".
Daerah itu sebelumnya dinyatakan sebagai zona aman oleh militer Israel, dan menampung setidaknya satu juta warga Palestina, yang semuanya berdesak-desakan di tenda-tenda darurat.
Sejauh ini, jumlah korban tewas yang belum final mengindikasikan bahwa lebih dari 40 orang Palestina telah terbunuh dalam agresi tersebut, sementara 65 orang lainnya terluka. Namun, jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat secara eksponensial dalam beberapa jam ke depan.
Sebagai akibat pengeboman yang intens di kamp tersebut, kawah dan lubang besar dan belum pernah terjadi sebelumnya ditinggalkan oleh bom seberat 2.000 pon (900 kg) yang dijatuhkan oleh Israel. Banyak keluarga musnah, sementara yang lain lenyap di dalam pasir.
Mayat beberapa ditemukan di lokasi yang jauh dari kawah di tengah-tengah dampak ledakan.
Operasi penyelamatan masih berlangsung namun menghadapi sejumlah tantangan. Jalan-jalan telah terputus sepenuhnya oleh kawah, sementara sebagian besar ambulans, yang tidak terkena dampak, hampir tidak berfungsi karena kekurangan dan ketiadaan bahan bakar.
Lima Rudal Seberat 900 Kg Dijatuhkan Israel
Sumber-sumber Palestina mengungkapkan bahwa sabuk api terbentuk di sekitar kamp setelah setidaknya lima rudal Israel menargetkan lebih dari 20 tenda Palestina di kamp tersebut, dan menghancurkannya.
Sementara itu, kelompok-kelompok bantuan yang terlibat dalam kampanye vaksinasi polio di Gaza melaporkan bahwa mereka menghadapi banyak sekali kendala yang menghambat proses vaksinasi di wilayah yang sedang dilanda perang tersebut, termasuk kurangnya bahan bakar.
"Sentralisasi layanan di wilayah selatan membuat kami sangat sulit mendapatkan bahan bakar, akses ke vaksinasi, dan semua logistik lainnya," ujar Mahmoud Shalabi dari Medical Aid for Palestinians, lembaga amal yang berbasis di Inggris, kepada Reuters.
"Masih belum ada bahan bakar untuk pergerakan kendaraan bagi tim vaksinasi di bagian utara."
Zona Kemanusiaan Hanya Tinggal Nama: NRC
Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) mengatakan bahwa serangan yang berulang-ulang di daerah padat penduduk di Gaza menunjukkan bahwa "perintah relokasi yang melanggar hukum dari Israel telah gagal melindungi atau memberikan jaminan keselamatan bagi warga Palestina."
Organisasi kemanusiaan tersebut mengatakan bahwa Al-Mawasi memiliki kepadatan penduduk lebih dari 30.000 orang per kilometer persegi akibat perintah evakuasi Israel yang berkali-kali.
"Selama 11 bulan, Israel telah memaksa warga Palestina di Gaza untuk mengungsi dari satu tempat ke tempat lain tanpa memberikan jaminan keamanan yang tulus, akomodasi yang layak, atau kembali ke tempat asal setelah permusuhan berakhir," ujar Jan Egeland, Sekretaris Jenderal NRC, dalam sebuah pernyataan.
"Gambar-gambar kawah sedalam satu meter yang mengubur puluhan tenda tempat anak-anak dan keluarga mereka tidur beberapa saat sebelumnya sungguh mengerikan," tambah Egeland. "Kejadian semalam memberikan bukti lebih lanjut bahwa tidak ada tempat yang aman di Gaza dan hanya gencatan senjata yang dapat mencegah jatuhnya korban jiwa."
AL MAYADEEN | AL JAZEERA