MENUJU Korea yang satu? Jumat pekan lalu Presiden Korea Selatan, Roh Tae-Woo, menyampaikan pidato lewat radio dan TV tentang "hari pertukaran besar bangsa". Di hari itu, ia usulkan lima hari (13 sampai dengan 17 Agustus nanti) Panmunjom dibuka -- 15 Agustus hari Kemerdekaan Korea Selatan. Rakyat Utara (kini sekitar 22 juta) silakan ke Selatan, rakyat Selatan (lebih dari 45 juta) silakan ke Utara. Umpama orang-orang Korea Utara butuh tempat menginap atau makanan, rakyat Korea Selatan dengan senang hati akan menolong mereka. Dan terlebih penting, Selatan akan menjamin kepulangan warga Utara dengan selamat. Dalam pidato 10 menit itu, Roh menegaskan betapa pentingnya reunifikasi Semenanjung Korea secara damai pada tahun 1990-an. Seandainya Utara menolak usul ini, kata Roh, pihak Selatan secara sepihak akan tetap membuka wilayahnya untuk rakyat dari Utara. "Orang asing pun bebas melintas perbatasan ke Utara atau ke Selatan lewat Panmunjom," kata Roh pula. Sebenarnya, dari Utara juga sudah ada aba-aba pembukaan perbatasan itu. Awal Juli lalu, pemerintah Kim Il Sung menyatakan kesediaan membuka bagian utara Panmunjom untuk orang Selatan pada 15 Agustus mendatang. Itu berkaitan dengan rencana Pyongyang mengadakan rapat besar bangsa seluruh Korea di situ selama tiga hari dimulai 13 Agustus. Dan sebelumnya, 1 Januari tahun ini, dalam pidato tahun baru, Presiden Kim Il Sung, tokoh karisma Utara itu pernah juga mengusulkan kebebasan saling kunjung antara rakyat Utara dan Selatan. Maka, dengan adanya pernyataan Presiden Roh kali ini pada prinsipnya kedua pemimpin Semenanjung Korea itu tak berkeberatan lagi kebebasan saling kunjung. Tapi di luar dugaan, Pyongyang segera mengemukakan penolakan terhadap usul Presiden Roh. "Pihak Selatan harus membongkar tembok beton yang terpasang di perbatasan. Dan begitu pula harus mencabut undang-undang keamanan nasional" -- begitu syarat yang diajukan Pyongyang untuk pembukaan perbatasan. Sebenarnya, kedua pemerintah awal bulan ini telah sepakat akan mengadakan KTT di Seoul dan di Pyongyang, sekitar awal bulan September dan Oktober mendatang. Tapi Seoul dan Pyongyang tampaknya masing-masing masih menyimpan rasa ketidakpercayaan. Jika tak terbuka pintu dialog secara luas, agaknya impian rakyat Korea mengikuti Jerman masih perlu waktu cukup lama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini