Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pada Hari 1 Juni

Peringatan hari lahirnya pancasila diselenggarakan di gedung kebangkitan nasional. Hadir antara lain: Bung Hatta, Adam Malik, Ny. Fatmawati. Banyak saran di ajukan mengenai Bung Karno. (nas)

10 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INDONESIA Raya terasa dinyanyikan dengan penuh semangat oleh semua hadirin. "Sudah belasan tahun saya tidak menyanyikan Indonesia Raya," bisik seorang pada temannya. Lagu ciptaan W.R. Supratman (alm.) dan lagu-lagu perjuangan lain, teriakan 'Merdeka' dan 'Hidup Bung Hatta' memang mewarnai malam itu. Acaranya: Peringatan Hari Lahirnya Pancasila di Gedung Kebangkitan Nasional, Jakarta 1 Juni lalu. Peringatan ini adalah yang pertama kali sejak pemerintah lewat Menpen Ali Murtopo dua pekan lalu memberikan lampu hijau bahwa siapapun boleh memperingati 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila. Tapi ditegaskannya itu bukanlah hari nasional, dan kalau ada acara peringatan, itu bukanlah dari pemerintah atau negara. Semua ini diputuskan dalam sidang Dewan Polkam yang dipimpin Menko Jenderal M. Panggabean dua pekan lalu. Menpen juga menjelaskan bahwa Pemerintah Orde Baru setelah melihat segala dimensinya, menetapkan resmi tanggal 1 Oktober sebagai hari Kesaktian Pancasila. Alasannya peringatan ini mencakup banyak aspek sekaligus, seperti sejarah, musibah komunis, ketatanegaraan, ideologi dan budaya. "1 Juni sejak dulu memang selalu diperdebatkan," ujar Ali Murtopo. "Dan kalau kita bicara apa betul tanggal itu memang hari kelahiran Pancasila, orang musti ribut lagi. Sebab ada yang bilang pada tanggal itu Bung Karno sedang mengajukan Pancasila ataukah Empat Sila, ataukah Tiga, Dua atau Eka Sila." Sebab itu tanggal 1 Juni tidak dijadikan hari resmi nasional, meskipun dihargai dan diterima sebagai hari lahir Pancasila. Ali Murtopo hadir dalam malam peringatan itu. Demikian juga Wapres Adam Malik, Menko Kesra Surono, Menmud Urusan Pemuda A. Gafur, Bung Hatta, Ny. Fatmawati serta Guntur dan adik-adiknya dan banyak tokoh tua dan muda lainnya. Di tengah suasana populernya kembali Bung Karno belakangan ini, banyak yang mengira malam peringatan itu akan menonjolkan Bung Karno sebagai penggali Pancasila. Mereka boleh kecewa. Sambutan para pejabat pemerintah yang hadir malam itu terasa bernada "meredakan" suasana. Wapres Adam Malik misalnya mengatakan, kita tidak usah mempersulit diri dengan mempermasalahkan kapan tepatnya hari lahir Pancasila. "Pokoknya, pada tanggal 1 Juni 1945 ada suatu pidato penting," kata Malik. Pancasila, menurut Wapres, bukan Borobudur yang harus kita lihat saja, tapi harus kita laksanakan. Menpen Ali Murtopo yang disebut sebagai project officer masalah Bung Karno ini hanya memberikan sambutan singkat. Ia menekankan pada pentingnya nilai moral dalam Pancasila yang harus dijadikan landasan berpijak bagi setiap warganegara, baik dalam kepentingan pribadi maupun kepentingan sosial. "Titik pokok dari persatuan adalah hilangnya rasa curiga mencurigai." Selain para pejabat, malam itu tampil pula Fahmi Idris, tokoh demonstran tahun 1966 yang kini menjadi tokoh pengusaha muda (HIPMI). Ia melihat bahwa Pancasila saat ini banyak dijadikan jimat, barang sakti atau slogan. Ditanyakannya juga apakah keresahan generasi muda diselesaikan dengan dasar Pancasila. Pancasila kata Fahmi "adalah andalan utama bagi terciptanya disiplin nasional yang hingga kini belumlah ada sehingga layak jika ditanyakan apakah pola tindakan kita, lebih-lebih para pemimpinnya. apa sudah sesuai dengan Pancasila." Sukarnois Tapi tak dapat disangkal, bahwa di balik segala pidato yang penuh Pancasila di hari 1 Juni itu ada yang mengharap nama Bung Karno disebut kembali sebagai si "penggali". Hal itu tidak terjadi. Tapi Sekjen PDI Sabam Sirait pekan lalu mengemukakan ia lebih setuju kalau ajaran-ajaran Bung Karno dalam buku Di bawah Bendera Revolusi dan Indonesia Menggugat dicetak kembali daripada menerbitkan berbagai buku mengenai almarhum yang belum tentu berbobot. "Soal penerbitan buku wasiatnya, pemberian gelar pahlawan nasional atau proklamator serta pemugaran makamnya bagi saya hanya soal kulit saja," katanya. Suara agak lain datang dari Jusuf Hasjim dari Partai Persatuan Pembangunan. Ia mengharapkan agar pemerintah lebih dahulu melakukan rehabilitasi dan penjernihan secara tuntas nama baik Bung Karno sebelum dimulainya pelaksanaan pemugaran makam almarhum 21 Juni mndatang. Alasannya TAP MPRS tahun 1967 yang menyebutkan "penyelesaian hukum selanjutnya yang menyangkut Dr. ir. Sukarno, dilakukan menurut ketentuan dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan" hingga sekarang belum dicabut. Ini mungkin akan kembali dipermasalahkan di waktu mendatang. Sebagai seorang Muslim, Jusuf Hasjim berpendirian bila kita ragu-ragu apakah seseorang berbuat salah atau tidak, kita lebih baik mengambil keputusan, bahwa ia tidak bersalah. "Lebih baik kita keliru membenarkan orang salah, daripada kita menyalahkan orang yang benar," katanya. Sementara itu Suryadi tokoh Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia yang kini tokoh Partai Demokrasi Indonesia lebih setuju kalau Bung Karno diakui resmi sebagai Pahlawan Nasional daripada sebagai Proklamator. Proklamator dianggapnya belum merupakan pengakuan, hanya merupakan suatu fakta sejarah, sebab proklamator bisa saja sembarang orang yang kebetulan membacakan naskah proklamasi. Sedang jasa Bung Karno bukan hanya karena mengucapkan naskah proklamasi tersebut. "Kalau Diponegoro atau Husni Thamrin diangkat dan diakui sebagai pahlawan mengapa Bung Karno tidak?"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus