Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Indonesia Disorot

Laporan tahunan AI masalah tahanan politik Indonesia, menyesalkan atas hukuman mati terhadap Henky Tupanwael & Kusni Kasdut & mempertanyakan tapol-tapol seperti Soemarso Soemarsono, Eddy Abdurachman. (ln)

27 Desember 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GAMBARAN Pemerintah Indonesia di mata Amnesty International (AI) sudah mulai berubah. Menyambut peringatan hari Hak-Hak Asasi Manusia, 10 Desember, untuk pertama kali Al melukiskan Indonesia dengan tampang yang agak lain. Tak lagi penuh wajah tahanan politik. Al dalam laporan tahunannya, mencakup masa 1 Mei 1979 sampai 30 April 1980, antara lain menulis "Menyambut baik keputusan pemerintah untuk membebaskan semua tahanan politik G30StPKI golongan B." Laporan Al, yang beredar pekan lalu, juga menyambut instruksi Presiden Soeharto kepada Menteri Kehakiman mengenai para tahanan politik yang sudah dijatuhi hukuman supaya berhak mendapat pengurangan masa tahanan mereka seperti narapidana perkara lain. Instruksi Kepala Negara ini, menurut Al, dikeluarkan November 1979. Tapi di bagian lain ia mulai lagi dengan kritik. "Sampai sekarang ini (saat laporan tahunan Al disusun--red.) banyak dari mereka yang berdasarkan instruksi itu seharusnya sudah bebas ternyata masih belum bisa menikmati arti instruksi presiden tersebut," lanjutnya. Kusni Kasdut Al, salah satu organisasi penganjur Hak-Hak Asasi Manusia terbesar, mencatat di Balikpapan, misalnya, ada sejumlah orang masih dalam penjara. Padahal masa hukumannya, kalau pengurangan masa tahanan itu diperhitungkan, sudah berakhir. Alasannya, menurut Al, karena permohonan banding penuntut umum masih ditunggu. Diungkapkannya pula bahwa dalam beberapa perkara hukuman dihitung sejak dijatuhkannya vonis. Bukan terhitung pada saat yang bersangkutan mulai ditahan. Sekalipun pengadilan sudah menetapkan bahwa hukuman itu mulai berlaku terhitung orang tersebut dikerangkeng. AI tidak menjelaskan kasusnya secara terperinci. Yang dipersoalkannya tak hanya itu. Al juga menyatakan penyesalannya atas pelaksanaan hukuman mati terhadap I lenky Tupanwael dan Kusni Kasdut Dan sekaligus ia berbicara mengenai tahanan politik seperti Soemarso Soemarsono, Eddy Abdurachman Marto legawa, Richard Paingot Situmeang.Karel Supit, dan orang-orang yang terlibat gerakan Fretilin di Timor Timur. Dari sederetan narna tahanan politik Indonesia yang disebut Al itu, perkaranya lain-lain. Tidak seperti tahanan politik massal G30S/PKI. Misalnya, S. Soemarsono, pemimpin Harian Abadi sebelum dibreidel di tahun 1974, dan bekas Ketua Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) --sisa organisasi pemuda Islam dari aman Masyumi. Ia dituduh, seperti disebut jaksa dalam sidang di Jakarta, 3 Februari 1980, melakukan kejahatan subversi. Karena ia kedapatan menyiman dokumen yang kemudian dikualifikasikan sebagai "rahasia milik Kopkamtib, Laksusda, dan lainnya. " Al boleh dikatakan mengecam hampir setiap negara di dunia, baik penganut paham demokrasi, otoriter, maupun komunis. Sekali ini ia menempatkan Filipina sebagai negara yang perlu dikecam keras di antara anggota ASEAN. Pemerintahan Ferdinand Marcos dituduhnya bertanggung jawab atas pembunuhan di luar hukum maupun pelaksanaan hukuman mati, dan sebagainya. Selama delapan tahun terakhir, menurut Al, lebih dari 2.000 warga Filipina mendekam di penjara karena alasan politik. Tentang Kampuchea, Al cuma menduga-duga. Ia tak mempunyai keterangan yang cukup mengenai apa yang terjadi di sana. Tapi, "pemulangan paksa pengungsi Kampuchea dari Muangthai ke negeri asalnya mengandung bahaya. Mereka mungkin akan dipenjarakan atau dibunuh dengan dalih politik," lapor Al. Organisasi yang bermarkas di London itu juga menyatakan keprihatinannya atas apa yang disebut "pendidikan ulang" di Kampuchea dan Viemam. "Pendidikan ulang" biasanya dilakukan dalam kemah konsentrasi. Al tak kurang menyediakan 81/2 halaman dalam laporan tahunannya yang setebal lebih 400 halaman itu untuk mengungkapkan perlakuan Pemerintah Uni Soviet terhadap warganegaranya. Bentuk perlakuan yang dibeberkan, antara lain, mengganggu, menahan, mengadili, memenjarakan, atau menahan secara paksa di rumah-rumah sakit jiwa bagi mereka yang memiliki pandangan yang berbeda dengan penguasa. Al melaporkan sudah lebih 500 warga Uni Soviet dipenjarakan atau dibatasi kebebasannya dalam lima tahun terakhir. Belum lagi terhitung mereka yang mendekam di penjara sebelum 1975. Afghanistan yang kini menjadi satelit Uni Soviet juga tak lepas dari perhatiannya. Al mempertanyakan soal ribuan orang yang dipenjarakan di Kabul, ibukota Afghanistan, serta lenyapnya sejumlah anak-anak di sana. Walau bercokol di Inggris, Al dalam soal kecaman tak pilih kasih. Di Inggris hal yang dikhawatirkannya adalah sistem peradilan yang dijalankan di Irlandia Utara. Terhadap mereka yang diadili karena tuduhan yang menyangkut undang-undang pencegahan terorisme di Irlandia Utara, menurut Al, peradilan berjalan tanpa suatu dewan juri sebagaimana lazimnya. Tak usah heran jika tidak ada negara yang bebas dari sorotan Al. Itulah kerjanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus