KAMPALA mendadak jadi sepi selama 3 hari. Jalanjalan pada
lengang, orang hampir tak berani ke luar rumah. Sementara itu
sebagian besar toko juga ikut tutup Ibukota Uganda yang
berpenduduk 400 ribu jiwa itu nyaris bagaikan kota mati.
Penduduk rupanya begitu khawatir kalau pemilihan umum yang sudah
berlangsung itu membawa akibat buruk buat mereka. Apalagi pada
malam hari suara tembakan terus berdentum.
Tentara rupanya sengaja menembakkan senjata mereka ke
udara. Maksudnya bukanlah untuk memeriahkan pemilu, tapi sekedar
peringatan kepada lawan politik Dr. Milton Obote agar menerima
begitu saja pengumuman hasil pemilu. Soalnya ialah sejak sebelum
berlangsungnya pemilu, tentara secara terangterangan mendukung
Obote.
Memang permainan kotor diungkapkan. Partai Demokrat yang
dipimpin Paul Ssemogorere mengeluarkan pernyataan menolak hasil
pemilu itu. Ia bahkan menghimbau agar dilangsungkan lagi pemilu
di bawah pengawasan komisi yang independen. Soalnya ialah
berbagai pelanggaran telah terjadi di tujuh wilayah. Dan
Ssemogorere menuduh bahwa pejabat militer dan sipil telah ikut
membantu memenangkan Partai Kongres Rakyat Uganda (UPC).
Pendukung Obote konon telah melakukan intimidasi terhadap
pengikut Partai Demokrat, dengan memaksa mereka meninggalkan
tempat sebelum surat suara dihitung.
Membuka Jalan
Pemilihan. umum yang berlangsung 10 Desember itu semula
dibayangkan akan mengakhiri tirani di negara itu. Belum tentu.
Sejak digulingkannya Marsekal Idi Amin dengan bantuan tentara
Tanzania, kekerasan bersenjata ternyata belum punah.
Penggantinya, Presiden Yusufu Lule juga terguling setelah
bentrokan dengan Muwanga. Dan begitu pula nasib presiden
berikutnya, yaitu Godfrey Binaisa. Ia digulingkan Muwanga, Mei
lalu, untuk membuka jalan bagi kembalinya bekas Presiden Milton
Obote (lihat box).
Maka jauh hari sebelum pemilu itu kalangan pengamat sudah
menduga bahwa partai Obote, UPC, pasti akan menang. Dan hasil
pemilu yang diumumkan kemudian (13 Desember) menunjukkan UPC
menguasai 67 kursi dalamparlemen. Sedang Partai Demokrat hanya
dapat 47 kursi. Buat mereka yang bukan pendukung Obote hasil
pemilu ini sungguh tidak mengejutkan. Karena Muwanga mengambil
oper proses penghitungan suara. Ia juga mengumumkan dirinya
sebagai hakim yang menentukan sah atau tidaknya surat suara yang
masuk.
Jalan yang ditempuh Obote kelihatan agak sah, apalagi
melalui suatu pemilu yang juga disaksikan oleh wakil Negara
Persemakmuran. Namun prosesnya hampit tak berbeda dengan cara
Amin dulu merebut kekuasaan.
Komisi pengawas pulang sehari setelah berlangsungnya
pemilu. Dalam kesimpulannya, komisi yang dipimpin Ebenezer
Debrah, bekas Dubes Ghana di London, menyatakan bahwa
"Pelaksanaan pemilu adalah sah."
Namun beberapa anggota tim pengawas menyatakan
kesangsiannya. "Yang saya tidak mengerti mengapa hasil pemilu
itu begitu lama baru diumumkan," kata seorang anggota. Komisi
itu mengumumkan kesimpulan mereka sehari sebelum Muwanga
mengambil oper penghitungan suara. Menurut sumber di Kampala,
hasil pemilu itu sengaja ditunda pengumumannya karena tersebar
berita Partai Demokrat menang mutlak.
Obote tampaknya tidak mempedulikan berbagai kecaman. Ia
tetap mengangkat sumpah pekan lalu sebagai Presiden Uganda
berdasarkan hasil pemilu.Segera setelah itu Obote membebaskan
bekas Presiden Godfrey Binaisa dari tahanan rumah. Binaisa pada
masa pemerintahan Obote dulu pernah menjabat Jaksa Agung.
Tapi buat Obote tantangan utama adalah bagaimana
menyelesaikan konflik bersenjata yang sering terjadi di dalam
negeri. Sementara itu penyakit busung lapar masih melanda
penduduk di beberapa daerah. Di Provinsi Karamoja ribuan
penduduk hidup dalam keadaan lapar. Mereka sehari-hari hanya
menanti belas kasih bantuan negara asing.
Yang jelas pemerintahan Obote akan lebih kuat ketimbang
rezim sebelumnya. Apalagi ada dukungan penguasa militer Paulo
Muwanga, yang juga diangkat sebagai wakil presiden merangkap
menteri pertahanan. Dan Tanzania, tetangga dekat Uganda, juga
sudah menyatakan mendukung Obote.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini