SEJAK semula memang teori Darwin, yang dijabarkan dalam
bukunya The Origin of Species by Natural Selection, menimbulkan
perdebatan yang sengit. Dalam pertemuan tahunan British
Association for the Advancement of Science (Asosiasi untuk
Pengembangan Ilmu di Inggris), yang diadakan akhir Juni 1860,
Uskup Oxford, Samuel Wilberforce mengemukakan pandangannya yang
sangat menentang teori itu. Pada akhir pidatonya, Wilberforce
melihat ke arah Thomas Henry Huxley, ahli biologi yang dengan
gigih mendukung teori Darwin itu. Sambil tersenyum Wilberforce
berkata: "Ingin saya tanyakan kepada Profesor Huxley, yang
sebentar lagi pasti akan merobekrobek argumentasi saya, tentang
keyakinannya sebagai berasal dari kera. Apakah keturunan itu
dari pihak ibu ataukah dari pihak bapak?"
Agaknya uskup yang bijaksana itu yakin --seperti kebanyakan
orang sampai hari ini--bahkan pemikiran pokok teori Darwin
adalah manusia berasal dari kera. Sebetulnya doktrin evolusi
organis, seperti dijabarkan Darwin, terutama menekankan bahwa
semua bentuk kehidupan -- misalnya manusia, monyet, kera, kuman,
ikan, burung dan tanaman--memperoleh bentuk dan fungsinya
sekarang melalui perubahan selama beribu abad dan sama berasal
dari protoplasma purba yang paling sederhana. Teori itu juga
menjelaskan bahwa perubahan itu diarahkan oleh proses yang
dinamakan seleksi alamiah atau kebertahanan jenis yang
palingunggul. Sungguhpun teori Darwin itu telah mengalami
berbagai modifikasi sejak dilancarkan di 1859, ia sangat
mempengaruhi pemikiran manusia.
Namun kontroversi belumlah berakhir. Meski penemuan paling
akhir bahkan memperkuat konsepsi Darwin, bersamaan dengan itu
penelitian lain juga cenderung membuktikan bahwa sebetulnya
evolusi itu tidak berkembang seperti dijabarkannya. Bahkan juga
tidak seperti dikemukakan dalam berbagai modifikasi oleh para
ahli biologi sekitar tahun 30-an dan 40-an, ketika pemikiran
Darwin dikawinkan dengan penemuan di bidang genetik oleh Gregor
Mendel.
Bagaimana sebetulnya evolusi ituberkembang? Itulah yang
diperdebatkan para ahli selama ini. Plmcak perdebatan itu
tercapai ketika 150 ahli evolusi alam dari berbagai bidang
ilmu bertemu selama 4 hari di Chicago, Amerika Serikat, Oktober
lalu. Pertemuan itu berlangsung di Museum Sejarah Alam.
Dipersoalkan di Chicago itu terutama pengertian
revolusi-makro, suatu istilah yang menggambarkan perubahan besar
yang terjadi sel cara evolusioner. Misalnya, perbedaan antara
kepiting dan kerang, dan antara burung dan mamalia, yang sama
berkembang dari reptilia.
Menurut Darwin, perbedaan besar seperti ini berkembang
secara evolusioner selama periode waktu panjang sekali-hasil
seleksi alamiah bertahap, proses yang kini secara luas dianggap
penjelasan bagi perubahan kecil atau revolusimikro. Namun Darwin
pun menyadari kelemahannya bila teori seleksi alamiah juga
berusaha menjelaskan perbedaan antara kelompok besar berbagai
organisma. Data fosil seperti dijumpai di zaman Darwin tidak
menemukan transisi bertahap dari satu ke lain kelompok.Namun,
menurut Darwin, penemuan fosil baru pasti akan mengisi
kekurangan itu.
"Pola fosil yang diramalkan itu ternyata tidak ada," ujar
Niles Eldridge, ahli paleontologi dari Museum Sejarah Alam di
New York. Dr. Eldridge mengingatkan peserta lainnya akan
kenyataan yang ditemukan semua pencari fosil selama ini.
Berbagai jenis kehidupan muncul mendadak pada suatu ketika dalam
kurun waktu geologi, bertahan selama berjuta tahun hampir tanpa
perubahan dan kemudian lenyap. Sedikit sekali ditemukan contoh
fosil --bahkan ada yang mengatakan tidak sama sekali--tentang
perubahan bertahap dari satu spesi ke lainnya.
Seperti Dr. Eldridge, juga Dr. Stephen Jay Gould, ahli
paleontologi dari Universitas Harvard, mengemukakan hipotesa
bahwa spesi baru berkembang tidak melalui berbagai tahap
perubahan, tapi secara mendadak. Menurut kedua ahli itu,
berbagai spesi muncul mendadak dalam sejarah, bertahan tanpa
perubahan yang berarti, kemudian lenyap atau berubah secara
drastis.
Meski banyak ahli paleontologi cenderung sependapat dengan
pemikiran ini, banyak pula ahli dari bidang ilmu lain menganggap
diri lebih dekat ke Fandangan perkembangan bertahap seperti yang
dijabarkan Darwin.
Ahli seperti itu antara lain Thomas J.M. Schop dari
Universitas Chicago. Menurut Dr. Schop, berbagai spesi itu tidak
sestabil seperti diduga semula. Fosil itu hanya menggambarkan
bagian keras dari tubuh suatu spesi, seperti tulang dan kulit
keras. Bagian lembut tidak terlihat, karena itu mungkin saja
organisma itu pernah mengalami perubahan secara bertahap. Namun
hal ini tak mungkin terlihat oleh para ahli paleontologi. Dr.
Schop mengemukakan contoh ketika pernah ditemukan fosil kulit
dua- jenis organisma laut yang serupa sekali. Karena itu
keduanya diklasifikasi sebagai jenis yang sama. Setelah
ditemukan spesi hidup kedua fosil itu, ternyata keduanya
terpaksa digolongkan sebagai spesi yang berbeda.
Usaha mempertemukan kedua pandangan itu dilakukan John
Maynard Smith dari Universitas Sussex di Inggris. Smith
berpendapat bahwa para ahli paleontologi dan ahli genetika
memnunyai perbedaan tanggapan tentang kurun waktu evolusi.
Limapuluh ribu tahun sebetulnya cukup lama untuk terjadinya
perubahan, menurut para ahli genetika.
Tapi, menurut Dr. Gould yang dari Harvard tadi, 50.000
tahun itu hanya merupakan 1 persen dari seluruh jangkauan hidup
suatu spesi. Bila bagian keras tubuh spesi, seperti tergambar
dalam fosil, tetap bertahan tanpa perubahan selama sisa 99%
waktu itu, ini merupakan suatu gejala yang sangat bervariasi
dengan pandangan tradisional Darwin.
Klasik
Satu lagi kontroversi adalah juStru suatu kebalikan dari
misteri yang tadinya dihadapi Darwin. Seleksi alamiah dan
evolusi semula digunakan juga untuk menerangkan keanekaragaman
yang menakjubkan pada kehidupan di bumi. Sekarang keanekaragaman
itu justru mengherankan para ahli biologi karena hanya terbatas
pada sejumlah tipe dasar.
Seperti dikemukakan Richard Lewontin, ahli genetika dari
Harvard: "Mengapa, misalnya, tidak terdapat organisma dengan
roda dan mengapa tidak ditemukan organisma bertulang punggung
dengan enam kaki7" Jawaban atas pertanyaan semacam itu, menurut
para ahli evolusi, memang mendasar dan menyangkut jawaban atas
problem tentang asal spesi itu sendiri.
Jawaban klasik, menurut Darwin, adalah keanehan seperti itu
mungkin saja terjadi, tapi hanya bilamana itu meningkatkan
kemampuan organisma itu untuk bertahan dan menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Kenyataan bahwa itu tidak ditemukan justru
menunjukkan arah dari seleksi alamiah.
Tapi para ahli biologi sekarang berpendapat bahwa
jawabannya tidaklah sesederhana itu. Meski dalam kenyataan
evolusi itu sendiri tidak ada lagi yang menyangkal, sesudah 4
hari berdebat, para ahli di Chicago itu belum bisa menyimpulkan
bagaimana sebetulnya evolusi itu terjadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini