BERTUBUH kurus dengan rambut beruban dan kacamata tebal, Aldrich Hazen Ames lebih mirip profesor daripada James Bond. Kariernya sebagai agen intelijen CIA pun tak selancar 007. Dan, yang mungkin membuat beban mentalnya lebih berat, tak selancar mendiang ayahnya yang pensiun sebagai analis CIA dengan reputasi cemerlang. Padahal CIA adalah satu-satunya tempat Ames meniti karier. Begitu lulus universitas pada usia 21 tahun, 1962, Rick Ames langsung mendaftar di dinas intelijen luar negeri AS. Setelah mengikuti pendidikan internal, Ames menjalani penugasan luar negerinya yang pertama ke Ankara, 1969. Sempat tiga tahun bertugas di sana merekrut informan, ia kemudian kembali ke markas besar di Langley. Empat tahun kemudian ia berdinas di New York. Salah satu tugas utamanya adalah merekrut diplomat Uni Soviet di PBB untuk menjadi agen CIA. Dan pada awal 1980-an mendapat tugas yang sama di Meksiko, yang dikenal sebagai medan pertempuran spion Barat dan blok Timur.. Ketika berada di Meksiko itulah, menurut harian New York Times, kehidupan Ames mulai sulit. Ames mulai banyak minum alkohol. Urusan perceraian dengan istrinya ternyata ruwet dan makan banyak biaya. Sementara itu, ia mulai menjalin asmara dengan Maria del Rosario Casas, atase kebudayaan di kedutaan Kolombia yang direkrutnya menjadi informan CIA. Maria berasal dari keluarga terhormat di Kolombia. Ayahnya, Pablo Casas, adalah gubernur provinsi Taloma. Sebelum menjadi diplomat, Maria mengajarkan bahasa Latin dan sastra di Universitas Los Andes yang termasyhur di Kolombia. Dikenal pandai, rajin, dan rendah hati, Maria bergaul di kalangan elite negaranya. Itu sebabnya keterlibatan Maria sebagai spion Rusia menggegerkan Kolombia. "Ia adalah orang terakhir yang saya curigai melakukan hal itu," kata Ignacio Umana, duta besar Kolombia di Meksiko ketika Maria menjadi diplomat. "Ia berasal dari keluarga yang dikenal sangat jujur," kata Carlos Lamos Simmond, bekas menteri luar negeri Kolombia yang mengangkatnya sebagai diplomat itu. Latar belakang keluarga Maria yang kaya itu pula yang menyebabkan tak banyak yang curiga ketika pasangan Ames, yang menikah 1985, hidup mewah, kendati gaji Ames tak pernah lebih dari Rp 140 juta setahun. Pembelian rumah mewah, mobil Jaguar, dan perjalanan ke luar negeri disangka dibiayai keluarga Casas. Padahal itu semua berasal dari hasil penjualan informasi ke Rusia, yang dilakukannya sejak 1985. Kontak Ames dengan diplomat Uni Soviet sebenarnya terpantau FBI. Hanya saja pada 1983-1986 Ames menjabat sebagai kepala seksi yang tugasnya memang membujuk diplomat Uni Soviet untuk menjadi agen CIA. Ternyata, yang terjadi sebaliknya, Ames direkrut KGB. Pada 1986, Ames ditugaskan ke Roma dan baru kembali tiga tahun kemudian. Setibanya di Washington pasangan ini langsung membeli rumah seharga lebih dari Rp 1 miliar dengan uang tunai. Gaya hidupnya mewah, tagihan kartu kreditnya ratusan juta setahun. Kini semua tinggal kenangan. Bila terbukti, mereka dipenjara seumur hidup. Yang menjadi korban adalah anak semata wayang mereka, bocah berumur 18 bulan. Bambang Harymurti (Washington, D.C.)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini