PERANG spion Washington-Moskow ternyata tak berhenti dengan berakhirnya perang dingin. Salah satu pertempurannya terdengar nyaring, Selasa pekan lalu. Itulah saat satuan penangkal mata- mata FBI mengepung sebuah rumah di kawasan yang nyaman di pinggiran Washington, D.C. Tak lama kemudian, para petugas keamanan federal itu terlihat menggiring pasangan Aldrich Hazen Ames dan Maria Del Rosario Casas Ames yang diborgol ke kendaraan untuk diamankan. Operasi penangkapan yang ditayangkan jaringan TV AS ke seluruh pelosok negeri ini segera menggegerkan dunia. Bagaimana tidak. Aldrich Hazen Ames dituduh telah menjadi agen rahasia Rusia selama sembilan tahun. Padahal pria berusia 52 tahun itu adalah pejabat dinas intelijen yang sudah 31 tahun bekerja pada CIA dan sempat menjabat kepala seksi penangkal spion Rusia. Seperti disebut harian berpengaruh Washington Post, "Dalam upaya membeli mata-mata di CIA, Moskow rasanya sulit untuk memilih yang lebih baik daripada Aldrich H. Ames." Seorang pejabat AS yang tak mau disebut namanya bahkan berkomentar, "Ini mungkin kasus spion terburuk bagi Amerika." FBI menuduh Ames mendapat bayaran sedikitnya Rp 3 miliar untuk jasa informasi peka itu. "Ini kasus yang sangat serius," kata Presiden Clinton dalam konferensi pers mini beberapa jam kemudian. "Kami akan segera mengajukan protes pada pemerintah Rusia." Dua orang diplomat Rusia di Washington, yang terintai FBI sebagai kontak Ames, langsung dipersilahkan hengkang. Tapi ini tak dianggap cukup oleh para wakil rakyat AS, terutama dari kubu oposisi. Beberapa senator mengimbau Clinton untuk membekukan bantuan luar negeri kepada Rusia jika negara itu tak mau bekerja sama dalam penyidikan kasus ini. "Saya rasa nasib bantuan luar negeri ke Rusia agak tak jelas saat ini," kata Senator Mitch McConnel, yang tahun lalu menaja usul bantuan US$ 2,5 miliar bagi Moskow. Namun, Clinton tampaknya tak sependapat. "Rusia, seperti negara lainnya, bukanlah sesuatu yang monolit," katanya, "melainkan terdiri atas banyak kekuatan dan banyak perkembangan terjadi pada saat yang sama." Tampaknya, ini cara Clinton untuk menjelaskan bahwa keterlibatan Yeltsin dalam kasus ini belum terbukti, bahkan ia setengah menuduh ini mungkin justru ulah kelompok anti demokrasi dan reformasi di Rusia. Beberapa pejabat AS bahkan mengatakan reaksi Washington yang terlalu keras, seperti memotong bantuan luar negeri, hanya akan memperkuat posisi kelompok ini dan melemahkan kedudukan Yeltsin, yang berfalsafah diam itu emas. "Bantuan Amerika Serikat bukanlah amal cuma-cuma," kata Menteri Luar Negeri Warren Christopher. "Kami melakukan itu untuk memenuhi kepentingan nasional," tambahnya. "Tujuannya adalah mendukung reformasi politik, sosial, dan ekonomi di Rusia." Mungkin itu sebabnya Clinton terlihat hangat ketika berjumpa dengan Yeltsin di Moskow, Januari lalu. Padahal Clinton telah diberi tahu FBI tentang penyidikan terhadap Ames yang telah dimulai sejak 1992. Kecurigaan terhadap Ames ini merupakan hasil investigasi bertahun-tahun yang dimulai sejak CIA mengalami serangkaian kegagalan operasi intelijen di Rusia pada periode pertengahan hingga akhir 1980-an. Menurut catatan CIA, sepuluh agen ditangkap dinas penangkal spion Rusia dalam periode dua tahun saja. Ini segera menimbulkan kecurigaan kemungkinan hadirnya "musuh dalam selimut" di CIA dan segera diadakan penyidikan. Semula kebocoran itu disangka berhulu pada Edward Lee Howard, pegawai CIA yang kabur ke Rusia, 1985, ketika mulai dikuntit FBI. Namun, dua tahun kemudian, teori ini mulai diragukan karena agen-agen yang kemudian tertangkap tak mungkin dikenal Edward Lee Howard. Maka, kecurigaan masih adanya mata-mata Rusia di CIA pun muncul. Dengan saksama, para penyidik CIA dan FBI mulai mengumpulkan keterangan siapa saja yang mungkin mengenali para spion AS yang tertangkap itu. Baru tahun 1992, fokus penyidikan mulai tersorot ke Ames. Pemantauan simpanan pegawai yang gaji terbesarnya Rp 140 juta setahun ini segera menerbitkan curiga. Sebab, tahun 1985 hingga 1986 saja Ames mendepositokan uang tunai 20 kali dengan nilai total Rp 250 juta. Dan pada tahun 1983-1986, pejabat yang kariernya tak cemerlang ini menjabat kepala seksi penangkalan spion yang tugasnya merekrut pejabat Rusia menjadi informan CIA. Dalam menjalankan tugas inilah Ames melakukan serangkaian pertemuan dengan diplomat Rusia. Siapa nyana, yang terjadi bukannya "membeli" spion Rusia melainkan kebalikannya. Maklum, saat itu Ames baru keluar biaya banyak mengurus perceraian dan merencanakan menikah dengan Maria Del Rosario Casas, atase kebudayaan Kolombia di Meksiko yang sebelas tahun lebih muda dan berasal dari keluarga kaya [lihat Ini Ames, bukan James (Bond)]. Begitu mengetahui gaya hidup yang wah ini, FBI bekerja sama dengan CIA segera mengadakan pemantauan intensif. Gerakan pasangan ini selalu diintai, bahkan sebuah kamera video dipasang di rumah seberang. Para petugas juga memasuki rumah Ames dengan sembunyi-sembunyi untuk mencari barang bukti dan memasang penyadap elektronik termasuk pada komputer di rumah itu. Hasilnya memuaskan. Penyadapan komputer berhasil merekam informasi yang disampaikan pasangan ini kepada pembelinya dan juga harga belinya. Para pengintai juga berhasil memotret Ames ketika memberi kode coretan kapur di kotak pos, yang berarti permintaan kontak dengan diplomat Rusia. Penyadapan telepon, yang merekam pembicaraan pasangan ini, menjadi bukti kuat kegiatan mata-matanya. Maria memang aktif membantu suaminya. Dan ini bukan hal baru bagi bekas dosen yang sedang mengambil gelar doktor filsafat di Georgetown University itu. Ia sempat menjadi informan resmi CIA ketika menjadi atase kebudayaan Kolombia di Meksiko. Dalam sebuah surat kepada kontak Rusianya, Ames menulis, "Istri saya mendukung dan mengerti apa yang saya lakukan." Itu sebabnya Maria ikut ditangkap, diancam penjara seumur hidup. Ancaman hukuman ini besar karena dosa mereka dianggap kelewat berat. Sedikitnya 10 spion AS di Rusia yang tertangkap dicurigai karena informasi dari Ames. Apalagi sebagian besar dari spion itu kemudian dihukum tembak. Sebagian lainnya beruntung mendapat amnesti setelah Yeltsin berkuasa. Ini pula sebabnya banyak anak buah Yeltsin merasa gusar oleh tindakan Washington yang dianggap membesar-besarkan kasus spionase ini. "Saya rasa kasus ini sangat dibesar-besarkan oleh pejabat AS," keluh Oleg Kalugin, jenderal purnawirawan KGB. "Kami sudah beberapa kali menangkap pejabat KGB yang menjadi agen CIA di Rusia dan kami tak menuntut agar diplomat AS diusir," ujarnya. Pada tahun 1992, Moskow mengumumkan ditangkap dan dihukumnya 20 warga Rusia, termasuk pejabat KGB, dengan tuduhan menjadi spion CIA. Namun, pengumuman ini tak mendapat pemberitaan besar-besaran. Media Rusia bahkan berspekulasi hal ini dilakukan AS karena kesal atas menuver diplomasi Rusia di Bosnia belakangan ini. Tak jelas sejauh mana kebenaran spekulasi ini. Dan Ames tampaknya bukan yang pertama maupun yang terakhir. Agen CIA yang pertama kali terbukti menjadi agen Rusia adalah David H. Barnett. Ia direkrut Uni Soviet ketika bertugas di Jakarta, 1976-1979. Barnett mengaku membongkar identitas 30 agen CIA kepada KGB. Ames pun bukan anggota intelijen AS yang ditangkap dengan tuduhan menjual informasi peka kepada negara yang dianggap sahabat. Jonathan Jay Pollard, seorang analis intelijen angkatan laut AS, ditangkap pada tahun 1986 karena menjual rahasia negara kepada Israel dan dihukum seumur hidup. Clinton, atas tekanan lobi Yahudi, kini mempertimbangkan untuk meringankan hukuman Pollard. Karena itu, wajar kalau banyak pengamat menduga kasus Ames tak akan mengguncang hubungan Washington-Moskow. Dosa Ames, kata Kalugin, hanyalah membantu Rusia menangkap warganya yang berkhianat, bukan memberi informasi untuk menggulingkan AS. Kalaupun ada dosa yang lain, tentunya kepentingan kedua negara terlalu besar untuk bisa digulingkan oleh perkara spionase yang lazim dilakukan setiap negara seperti itu. Bambang Harymurti (Washington D.C.)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini