Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Para pejabat Hamas telah menunjukkan kepada Al Jazeera salinan proposal gencatan senjata Mesir-Qatar yang menurut mereka telah disetujui.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Proposal tersebut mencakup tiga tahap dan akan mengakhiri perang Israel di Gaza serta pembebasan sandera Israel yang ditahan di daerah kantong tersebut dan tahanan Palestina di penjara-penjara Israel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengumuman Hamas pada Senin disambut dengan perayaan di Gaza karena warga Palestina berharap hal ini akan mengakhiri perang yang telah berlangsung hampir tujuh bulan, di mana Israel telah menewaskan sedikitnya 34.700 orang di wilayah Palestina.
Namun, tanggapan Israel kurang antusias, karena proposal itu terus menekankan keinginannya untuk menyerang Rafah di Gaza selatan dan mengalahkan Hamas sepenuhnya.
Serangan Hamas ke Israel pada tanggal 7 Oktober menewaskan sekitar 1.400 orang, sementara 250 orang lainnya ditawan ke Gaza. Sekitar 100 tawanan tersebut diyakini masih hidup dan berada di Gaza, sementara yang lainnya telah dibebaskan atau dibunuh selama perang.
Sementara itu, Amerika Serikat masih bungkam. Para pejabat mengatakan bahwa mereka sedang meninjau tanggapan Hamas terhadap proposal gencatan senjata, tetapi tidak memberikan rincian apa pun tentang kesepakatan itu atau apa yang sebenarnya disetujui oleh kelompok Palestina tersebut.
Apa kesepakatan telah disetujui oleh Hamas?
Kesepakatan ini merupakan kesepakatan yang rumit dan akan melibatkan tiga fase, yang masing-masing akan berlangsung selama enam minggu.
Tahap Pertama: Akan ada penghentian sementara permusuhan antara Hamas dan Israel serta penarikan pasukan Israel ke arah timur, menjauh dari wilayah Gaza yang lebih padat penduduknya, dan menuju perbatasan antara Israel dan daerah kantung Palestina. Pesawat-pesawat Israel dan pesawat tak berawak juga akan berhenti terbang di atas Gaza selama 10 jam setiap hari, dan selama 12 jam pada hari-hari ketika para tawanan dibebaskan.
Hamas secara bertahap akan membebaskan 33 tawanan (baik tawanan yang masih hidup maupun jenazah tawanan yang telah meninggal) pada tahap pertama. Tawanan yang dibebaskan adalah perempuan, siapa saja yang berusia di atas 50 tahun, mereka yang sakit, atau bukan tentara yang berusia di bawah 19 tahun. Untuk setiap tawanan sipil Israel yang dibebaskan hidup-hidup, Israel akan membebaskan 30 orang Palestina yang ditahannya. Untuk setiap tentara perempuan yang dibebaskan oleh Hamas, Israel akan membebaskan 50 orang Palestina.
Penarikan pasukan Israel akan memungkinkan warga sipil Palestina yang mengungsi untuk kembali ke rumah mereka di seluruh Gaza, yang akan terjadi secara bertahap seiring dengan pembebasan tawanan oleh Hamas. Secara terpisah, kesepakatan tersebut menetapkan bahwa pekerjaan rekonstruksi di Gaza harus dimulai pada fase ini, begitu juga dengan aliran bantuan, dan bahwa UNRWA dan organisasi bantuan lainnya diizinkan untuk bekerja membantu warga sipil.
Tahap Kedua: akan ada penghentian operasi militer secara permanen dan penarikan pasukan Israel secara penuh dari Gaza. Juga akan ada pertukaran tawanan lagi, kali ini melibatkan semua orang Israel yang tersisa, termasuk tentara yang ditawan di Gaza. Orang-orang Israel akan dibebaskan dengan imbalan sejumlah tawanan Palestina yang belum ditentukan.
Tahap Ketiga: akan ada pertukaran sisa-sisa tawanan dan tahanan yang ditahan oleh kedua belah pihak. Di sisi pembangunan, fase ini akan melibatkan rencana rekonstruksi Gaza selama tiga hingga lima tahun dan, mungkin yang paling penting, mengakhiri blokade Israel atas daerah kantong tersebut.
Apa reaksi dari Israel?
Pada Senin, Israel mengatakan kepada warga Palestina di Rafah timur untuk pergi karena mereka bersiap untuk meluncurkan kampanye militer di wilayah Gaza selatan, meskipun ada tentangan dari dunia internasional. Hal ini tampaknya mengindikasikan bahwa Israel tidak berpikir bahwa kesepakatan akan tercapai.
Namun kini, seperti yang dikatakan oleh wakil pemimpin Hamas, Khalil al-Hayya, bola ada di tangan Israel. Pihak Israel telah menanggapinya dengan waspada. Laporan awal di media Israel mendorong pesan bahwa kesepakatan yang telah disetujui Hamas bukanlah apa yang telah didiskusikan oleh Israel.
Sementara itu, Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Itamar Ben-Gvir segera menggunakan media sosial untuk menolak kesepakatan tersebut dan menyerukan invasi ke Rafah.
Seorang pejabat Israel yang berbicara kepada kantor berita Reuters menambahkan bahwa pengumuman Hamas tersebut tampaknya "merupakan tipu muslihat yang dimaksudkan untuk membuat Israel terlihat sebagai pihak yang menolak kesepakatan".
Akhirnya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa kesepakatan tersebut tidak memenuhi tuntutan Israel, namun ia akan mengirimkan sebuah delegasi ke Kairo untuk bertemu dengan para perunding.
Dia menambahkan bahwa kabinet perang Israel telah sepakat dengan suara bulat untuk "melanjutkan operasi di Rafah untuk memberikan tekanan militer kepada Hamas", dan pada Senin malam, serangan udara Israel yang intens terjadi di Gaza selatan.
Sementara itu, anggota keluarga tawanan yang ditahan di Gaza melakukan protes di Tel Aviv, menyerukan agar pemerintah menerima kesepakatan.
Apa komentar AS?
Para pejabat AS di Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri berulang kali ditanya oleh para jurnalis dalam jumpa pers mengenai penerimaan Hamas atas kesepakatan tersebut.
Namun Matthew Miller, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, dan John Kirby, juru bicara Keamanan Nasional Gedung Putih, menolak untuk memberikan keterangan lebih lanjut, dan mengatakan bahwa Washington akan "menahan diri untuk tidak memberikan penilaian" hingga para pejabat memiliki waktu untuk mengkaji secara menyeluruh tanggapan Hamas.
"Seperti yang Anda ketahui, Direktur [CIA] Burns [William] sedang berada di wilayah tersebut untuk menangani hal ini secara real-time. Kami akan mendiskusikan tanggapan ini dengan mitra kami dalam beberapa jam ke depan," lanjutnya.
Sementara itu, Kirby mengatakan bahwa Presiden Joe Biden telah diberi pengarahan tentang tanggapan Hamas, dan menambahkan bahwa pembicaraan berada pada "tahap kritis" dan dia tidak ingin mengatakan apa pun yang akan membahayakan prospek pencapaian kesepakatan.
AL JAZEERA