Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Inilah Pilihan El Comandante

Nicolas Maduro merintis karier politik dari belakang kemudi bus Karakas.

27 Januari 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRESIDEN Venezuela Hugo Chavez terkapar. Dia menderita komplikasi beberapa penyakit dan baru menjalani operasi kanker empat bulan lalu di Havana, Kuba. Mahkamah Agung Venezuela pun menunda pelantikan kembali Chavez pada 10 Januari lalu. Venezuela dirundung ketidakpastian seiring dengan absennya El Comandante—begitu Chavez biasa disapa.

Chavez sudah mengantisipasi kemungkinan paling ekstrem. Sebelum bertolak ke Kuba, dia menitipkan wasiat ihwal penggantinya. "Inilah pendapat saya yang sejelas purnama: pilihlah Nicolas Maduro sebagai presiden," katanya dalam pidato seperti dilansir Wall Street Journal.

Jika presiden terpilih tak bisa dilantik dalam sebulan baik karena mangkat maupun mundur, seturut konstitusi Venezuela, pemilihan umum baru harus digelar. "Saya meminta dari lubuk hati terdalam, rakyat memilih Nicolas Maduro sebagai presiden," ujar Chavez dalam kesempatan berbeda.

Chavez menggambarkan Maduro sebagai revolusioner sejati. Dia akan memimpin Venezuela dengan, "Tangan tegas, pandangan ke depan, hati untuk rakyat, dan kemampuan kerakyatan."

Maduro, 50 tahun, sebelumnya ditunjuk menjadi wakil presiden begitu Chavez menang. "Saya tak merekomendasikan siapa pun untuk pekerjaan wakil presiden," kata Chavez bergurau kala itu. "Menghadapi saya bukan hal mudah."

Menggantikan Chavez sebagai presiden jelas tidak lebih mudah. Dia ahli waris semangat revolusi Fidel Castro di Amerika Latin. Selama 14 tahun terakhir, Chavez pemimpin terkemuka di kawasan ini. Keberaniannya melawan Washington sekaligus mengkritik kapitalisme menginspirasi negara-negara lain, seperti Nikaragua, Argentina, dan Bolivia.

Tentu bukan tanpa alasan Maduro dipilih. Dia membukukan rekam jejak mengesankan. Maduro adalah otak di balik beberapa kebijakan radikal Venezuela. Jejaring mantan menteri luar negeri itu juga kuat.

Maduro menjalin hubungan erat terutama dengan Libya, Suriah, Iran, Argentina, Bolivia, Kuba, Ekuador, dan Nikaragua. Pria tinggi berkumis tebal itu juga berhasil meloloskan Venezuela ke MERCOSUR, blok perdagangan Amerika Selatan, setelah bertahun-tahun ditolak Paraguay.

Karier Maduro dirintis dari jalanan Karakas. Sebelum terjun ke politik, dia mengemudikan bus hingga menjadi pemimpin serikat pengemudi bus pada 1980-an. "Lihat sekarang ke mana Nicolas, si sopir bus," kata Chavez ketika menunjuknya sebagai wakil presiden. "Lihat bagaimana dulu kaum borjuis mengejeknya."

Perkenalan Chavez dan Maduro terentang panjang sejak 1980 ketika Chavez masih perwira angkatan darat. Kala itu, Chavez membangun gerakan klandestin sebagai rintisan upaya kudeta. Maduro bergabung dengan Bolivarian Revolutionary Movement 200 (MBR-200), yang dipimpin Chavez untuk menggulingkan kekuasaan Presiden Carlos Andres Perez pada 1992. Kudeta gagal, Chavez dipenjara.

Seiring dengan perubahan rezim, Maduro melanjutkan karier politiknya. Dia terpilih sebagai legislator pada 1999 sebagai anggota The Fifth Republic Movement (MVR)—lagi-lagi partai yang didirikan oleh Chavez. Kariernya terus melesat dari deputi, juru bicara parlemen nasional, menteri luar negeri, hingga wakil presiden.

Sebagai menteri luar negeri, Maduro mengadopsi politik anti-imperialis. Meski tidak sekeras Chavez, Maduro juga keras. Ia sempat ditahan singkat oleh petugas keamanan di Bandar Udara Kennedy, New York, pada 2006 gara-gara menyebut pemerintah George W. Bush sebagai Nazi dan rasis.

Kini, menurut Luis Vicente Leon, pemimpin lembaga jajak pendapat Datanalisis, Maduro mengendalikan seluruh institusi negara. "Semua orang yang muncul dari bawah tahu benar bagaimana perasaan rakyatnya," ujar Milagros Acosta, anggota kelompok Chavistas—sebutan untuk loyalis Chavez.

Namun kelompok oposisi mengkritik penunjukan Maduro. "Ini bukan Kuba, juga bukan negara monarki, tempat raja bisa menunjuk penggantinya," ucap pemimpin oposisi Henrique Capriles.

Soal penunjukannya sebagai "putra mahkota", Maduro memilih kalem. Penganut Hindu ini hanya berulang-ulang menyatakan bahwa Chavez pasti berangsur pulih. "Sebentar lagi Presiden bersama kita," kata suami Jaksa Agung Cilia Flores ini.

Harun Mahbub (AP, AFP, BBC, Guardian, Reuters, Hufftington Post, WSJ, Time)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus