PEMERINTAH Irak ternyata menjalin kerja sama militer dengan pihak Serbia. Hal itu diungkapkan oleh Josef Bata, seorang ahli pengumpul dokumen dari Institut Federal untuk Eropa Timur dan Studi Internasional di Cologne, Jerman. Dalam tulisannya di majalah tiga bulanan Jerman, Aussenpolitik, akhir tahun lalu, Bata mengungkapkan, "Sementara dunia memperhatikan perang saudara di Bosnia-Herzegovina, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Serbia Zivota Panic berkunjung ke Baghdad, Irak, 15 Maret tahun lalu." Dalam pertemuan yang dihadiri oleh Menteri Pertahanan Irak Ali Hasan Al Majid dan Kepala Staf Militer Iyad Futayyih al Rawi itu disepakati, pihak Serbia bersedia mengirimkan sejumlah peralatan militer untuk dibarter dengan minyak Irak. Di antaranya sejumlah tank M-84, pelontar peluru berkaliber 262 mm, amunisi, dan suku cadang serta peralatan bagi pabrik pembuat senjata M-70 Kalashnikov di Irak. Dalam pertemuan yang diberitakan oleh kantor berita Irak INA, disepakati pula kerja sama proyek pembuatan supergun, senjata berdiameter 1.000 mm yang mampu melontarkan 2.000 kg bom, hasil temuan Dr. Gerald Bull dari Kanada. Dan pembuatan tank jenis M-89, satu jenis tank yang kebal terhadap peluru antitank dan sudah diuji coba di Serbia Selatan. Tampaknya, Irak masih berambisi meneruskan proyek supergunnya yang macet, setelah Gerald Bull terbunuh sebelum Irak menduduki Kuwait. Tak jelas berapa juta barel minyak dikirim Irak untuk mencukupi kebutuhan utama 10 juta penduduk Serbia itu, mengingat Irak terkena sanksi tak bisa menambang minyak semaunya. Sumber-sumber harian berbahasa Slavia, Delo, mengatakan, selain memasok minyak, Irak juga berjanji ikut melindungi wilayah udara Serbia dan Montenegro, meski Irak sendiri masih terkena sanksi udara dari PBB. Kerja sama ekonomi-militer itu bisa terwujud berkat sebuah perusahaan patungan Irak-Serbia di Wina. Perusahaan yang menggunakan papan nama perwakilan Hugo Winckler inilah -- perusahaan ekspor-impor berbasis di London -- yang mengatur transaksi perdagangan kedua negara itu, melalui sejumlah jaringan yang cukup berbelit-belit. Prosedur praktisnya begini: perusahaan ini pura-pura membeli peralatan militer ringan maupun berat di pasaran bebas, dan dijual lagi ke Rusia. Padahal, peralatan itu sebenarnya berasal dari Serbia, dan para pembelinya di Rusia bukanlah pemerintahan Yeltsin yang bangkrut itu, melainkan anggota mafia. Dari sini, senjata-senjata itu dikirim kembali ke Irak melalui sejumlah perusahaan jasa di negara lain lagi. Yang tak jelas, bagaimana minyak Irak sampai ke Serbia, karena adanya sanksi dari PBB bahwa Irak dilarang berjualan minyak. Konon, lewat jalur minyak Irak itu masuk pula ke Serbia peluru kendali bikinan Cina, India, atau Rusia, yang dibutuhkan untuk perang di Bosnia. Sementara itu, dikabarkan bahwa pengiriman 10 sampai 15 buah pesawat tempur jenis MiG-23 dari Irak ke Serbia tengah ditangani oleh firma perdagangan Olymp di Yunani, dan sebuah perusahaan lain, yang akan ditampung oleh seorang penadah asal Hungaria dan Kroasia di Budapest, untuk selanjutnya diselundupkan ke Serbia. Kerja sama militer antara Serbia dan Irak itu sebenarnya berlatar belakang dari peristiwa Mei 1992. Waktu itu, Presiden Saddam Hussein menasionalisasi sejumlah perusahaan asing di Baghdad, setelah PBB menjatuhkan sanksi ekonominya. Sebanyak 23 perusahaan Yugoslavia yang kebanyakan dipegang orang Serbia menderita kerugian hingga US$ 70 juta. Untuk menyelamatkan aset negara yang cukup banyak bagi ukuran Serbia itu, pemerintah Serbia melakukan langkah-langkah pengamanan, antara lain menugasi Milan Keserovic, kepala perwakilan kamar dagang Yugoslavia di Baghdad. Keserovic pun melobi pemerintah Baghdad, yang dianggap bernasib sama: dikucilkan dunia. Singkat cerita, Keserovic berhasil menjalin kerja sama ekonomi yang kemudian melebar sampai ke bidang militer. Menurut sumber Delo, kerja sama ekonomi-militer yang dibicarakan Jenderal Panic dan Ali Hasan Al Majid bertujuan juga untuk menghadapi tekanan AS dan dunia. Bila semua itu benar, atau setengah benar saja, bisa dimaklumi mengapa meriam etnis Serbia di Bosnia terus menyalak menghancurkan gedung, lingkungan, dan orang-orang di Bosnia. Blokade ekonomi dan militer PBB terhadap Serbia seolah tak ada dampaknya sama sekali. Yang sulit ditebak, bagaimana akhirnya proyek meriam raksasa Irak yang disebut-sebut sebagai supergun itu.DP
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini