Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Wendi dan timor timur

Seorang bekas anggota intelijen Australia menuliskan pengalamannya, termasuk pengalamannya di timor timur sebelum masuk RI.

15 Januari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Belakangan ini di Australia muncul berita mengenai Wendi Holland, wanita Australia yang pernah menjadi spion ASIS (Australian Secret Intelligence Service). Soalnya, ia merencanakan menerbitkan buku yang antara lain mengungkapkan kehidupannya sebagai agen rahasia Australia. Dalam buku yang bakal terbit April mendatang itu, ia juga mengungkapkan kejadian di Timor Timur, dua tahun sebelum wilayah itu menjadi bagian Republik Indonesia. Berikut ini sebagian kecil isi bukunya, seperti dituturkannya kepada koresponden TEMPO Dewi Anggraeni, di rumah Wendi di Sydney, akhir Desember lalu: WENDI pertama kali mengenal Timor Timur tahun 1972, ketika seorang temannya mengajaknya berlibur ke Bali, Indonesia. Namun, biro perjalanan yang mengurus acara liburan mereka menyarankan agar pergi saja ke Pulau Timor-Portugis. Meski bukan Bali, Timor mempunyai daya tarik kuat. Apalagi letaknya yang terpencil dan jauh dari sentuhan kebudayaan dunia luar, tentu lebih eksotis.Di kota itu, Wendi, yang masih berusia 21 tahun, berkenalan dengan Nellie Lai, istri pengusaha kaya di kota tersebut. Persahabatan yang hangat dan berlangsung hanya beberapa hari itu, ternyata, membawanya kembali ke pulau terpencil itu pada tahun 1973. Pada kunjungan kedua ini, Wendi berdiam selama tiga bulan sebagai guru bahasa Inggris. Wendi sempat berkenalan dengan teman-teman Nellie dan anak- anak mereka. Dan profesinya sebagai guru bahasa Inggris membuka peluang baginya mengenal masyarakat Timor lebih dekat. Ia suka membawa murid-muridnya berjalan-jalan di udara terbuka, dan berkenalan dengan warga setempat, termasuk gubernur Timor. Begitu kuatnya pengaruh budaya Timor, sampai-sampai Wendi mengubah cara berpakaian, cara menyalami, dan bercakap-cakap dengan orang lain. "Aku seakan masuk ke dalam sebuah film yang bersuasana Eropa abad lalu," tuturnya. Dalam acara pesta di rumah-rumah pejabat, misalnya, semua pria berpakaian warna putih, sedangkan wanitanya mengenakan rok panjang berhiaskan renda. Mereka berdansa diiringi musik Eropa di ruangan dansa yang elegan. Sampai suatu hari dalam sebuah pesta, ia berkenalan dengan Jose Ramos Horta. "Pemuda tampan berpendidikan, bertutur kata halus, dan berwawasan luas yang menjadi redaktur harian A Voz de Timor itu bagai magnet bagiku," tuturnya. Melalui pemuda tampan inilah, yang mengajaknya berkunjung ke tempat-tempat lain, Wendi kemudian tahu bahwa Timor bukan hanya terdiri dari orang-orang santun di pesta dansa, tapi juga orang-orang yang gampang marah dan gampang memukul. Satu insiden misalnya terjadi ketika ia tengah duduk minum-minum di sebuah restoran kecil. Salah seorang dari beberapa tentara Portugis yang tengah mabuk tiba-tiba memukuli pelayan wanita restoran, tanpa sebab jelas, sedangkan yang lain menertawakan kejadian yang bengis itu. Dalam insiden lain, diceritakan bagaimana Wendi dan dua orang antropolog dari Australia dan AS mengunjungi sebuah lokasi pelacuran di pinggiran Kota Dili. Dari cerita para pelacur di situ terungkaplah bahwa mereka dibujuk dan dipaksa melacurkan diri oleh sejumlah pendeta Portugis. "Dengan melayani tentara Portugis, kalian bisa masuk surga," demikian antara lain bujukan para pendeta itu. Sialnya, ketika Wendi tengah memotret sejumlah pelacur paksaan yang diangkut tentara Portugis ke kapal, filmnya disita. Pemandangan anak-anak telantar, yang tak terurus karena ibu mereka harus bekerja sebagai buruh kasar atau pembantu, sungguh berbeda dengan anak-anak para pejabat Portugis yang berpakaian rapi dan dapat menikmati bangku sekolah. Perbedaan ekonomi dan praktek-praktek kolonialisme seperti itu menyebabkan lahirnya kelompok radikal seperti Fretilin, yang dipimpin oleh Jose Ramos Horta. Mereka menggalang kekuatan sampai ke desa-desa. Cita-citanya untuk mendirikan sebuah pemerintahan sendiri tak hanya mendapat dukungan dari rakyat Timor, tetapi juga para politikus dan kalangan atas militer Portugal di Timor. Ditambah lagi dengan bantuan senjata dan dana ratusan juta dolar Australia, dari negara-negara seperti Cina, Vietnam, Kuba, dan konon juga Libya, serta Irlandia. Waktu Wendi datang kembali ke Dili di akhir tahun 1974, ia seakan tak mengenali lagi wajah pacarnya Ramos Horta. Pemuda yang dulu klimis itu kini berjenggot dan berpakaian hijau seperti gerilyawan Kuba. Suasana di Timor yang sudah memanas sudah mulai terasa. Sementara itu, kelompok Apodeti (yang menginginkan bergabung dengan Indonesia) dan UDT (yang tetap setia pada Portugal) berusaha menggalang kekuatan. Serangkaian rapat gelap diadakan oleh kelompok radikal Fretilin. Mereka biasanya mengadakan rapat di lantai tiga sebuah gedung milik Nellie Lai, pengusaha kaya Timor di Dili. "Aku pernah membantu membuat propaganda kelompok ini dalam bahasa Inggris," tutur Wendi, yang pernah didobrak pintu rumahnya oleh tentara Portugis, dituduh terlibat dalam Fretilin. Sebagai seorang agen, Wendi juga mengendus adanya kehadiran sejumlah agen CIA dari AS, dan SIS dari Inggris, dalam sejumlah pertemuan diplomat. Karena keadaan yang semakin memburuk itulah, Wendi akhirnya meninggalkan Dili, setelah didesak oleh ASIS dan sejumlah temannya dan juga Ramos Horta. Wendi Holland, kini 42 tahun, akhirnya mengundurkan diri dari ASIS. Ia capek hidup dalam dua dunia: dunia intelijen dan dunia sehari-hari. Ia kemudian bekerja sebagai konsultan manajemen di Holland Consulting Group di Sydney. Ia terdorong menulis pengalamannya karena ingin menyampaikan informasi tentang Timor Timur sebelum masuk wilayah Indonesia. Dan itu tak bisa ditundanya lagi karena ia menderita multiple sclerosis, sejenis penyakit saraf, yang belum ada obatnya. Didi Prambadi (Jakarta) & Dewi Anggraeni (Melbourne)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus