Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kamal Kharrazi, seorang penasihat senior Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menyatakan Iran mampu membuat bom nuklir sendiri namun belum memutuskan apakah akan memproduksinya atau tidak. Pernyataan ini dingkapkan Kharrazi sehari setelah Presiden AS Joe Biden mengakhiri kunjungannya ke Israel dan Arab Saudi. Biden bersumpah menghentikan Iran memperoleh senjata nuklir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dalam beberapa hari kami dapat memperkaya uranium hingga 60 persen. Kami juga dapat dengan mudah memproduksi 90 persen uranium yang diperkaya. Iran memiliki sarana teknis untuk memproduksi bom nuklir tetapi belum ada keputusan untuk membangunnya," kata Kharazzi dalam wawancara dengan stasiun TV Al Jazeera, Minggu, 17 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Iran sudah memperkaya uraniumnya hingga 60 persen, jauh di atas batas 3,67 persen yang merupakan kesepakatan nuklir Teheran 2015 dengan negara-negara di dunia. Uranium yang diperkaya hingga 90 persen cocok untuk bom nuklir.
Pada 2018, mantan Presiden AS Donald Trump menarik pakta nuklir. Sebagai reaksi terhadap penarikan Washington dan penerapan kembali sanksi keras, Teheran mulai melanggar pembatasan nuklir.
Tahun lalu, menteri intelijen Iran mengatakan tekanan Barat dapat mendorong Teheran mencari senjata nuklir. Padahal sebelumnya pengembangan senjata nuklir dilarang oleh Khamenei dalam sebuah fatwa di awal 2000-an.
Iran mengatakan pihaknya memurnikan uranium hanya untuk penggunaan energi sipil. Iran juga mengatakan bahwa pelanggaran terhadap kesepakatan internasional dapat dibalik jika Amerika Serikat mencabut sanksi dan bergabung kembali dengan perjanjian.
Garis besar kesepakatan yang dihidupkan kembali pada dasarnya disepakati pada Maret setelah 11 bulan pembicaraan tidak langsung antara Teheran dan pemerintahan Biden di Wina. Namun pembicaraan itu kemudian gagal karena hambatan termasuk permintaan Teheran bahwa Washington harus memberikan jaminan tidak ada presiden AS yang akan meninggalkan kesepakatan itu, seperti yang dilakukan Trump.
Biden tidak bisa menjanjikan ini karena kesepakatan nuklir adalah pemahaman politik yang tidak mengikat, bukan perjanjian yang mengikat secara hukum. "Amerika Serikat belum memberikan jaminan untuk melestarikan kesepakatan nuklir dan ini merusak kemungkinan kesepakatan apa pun," kata Kharrazi.
Israel telah mengancam akan menyerang situs nuklir Iran jika diplomasi gagal menahan ambisi nuklir Teheran. Kharrazi mengatakan Iran tidak akan pernah merundingkan program rudal balistik dan kebijakan regionalnya, seperti yang diminta oleh Barat dan sekutunya di Timur Tengah. "Setiap penargetan keamanan kami dari negara-negara tetangga akan ditanggapi langsung dengan negara-negara ini dan Israel."
Baca: Iran Tuding Amerika Serikat Sebarkan Iranophobia
CHANNEL NEWS ASIA