Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

ISIS dan Taliban

Persaingan berdarah kelompok radikal ISIS dan Taliban berlangsung terus. Penyebabnya masalah politik dan bisnis, ketimbang ideologi.

4 Januari 2016 | 00.00 WIB

ISIS dan Taliban
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Afganistan. Nun jauh di bawah ketinggian Pegunungan Hindu Kush yang bersalju, kokoh, dan kekal, Afganistan bergumul dengan pertumpahan darah, perang saudara yang semakin tak berujung.

Jumat dua pekan lalu, muncul berita mencengangkan. Rusia dan Taliban, dua musuh bebuyutan sejak 1993, bersepakat untuk bertukar informasi mengenai kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Taliban sendiri membantah kekhawatiran bahwa ISIS merupakan ancaman. "Mereka sekelompok kecil orang yang bermarkas di Provinsi Nangarhar," kata juru bicara Taliban.

Namun Rusia tak berkepentingan untuk menyembunyikannya. "Taliban di Afganistan dan Taliban di Pakistan telah mengatakan tak mengakui Al-Baghdadi (Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin ISIS) sebagai khalifah. Mereka tak mengakui ISIS. Kepentingan mereka sejalan dengan kepentingan kita," ujar Zamir Kabulov, perwakilan khusus Kementerian Luar Negeri dan Presiden Vladimir Putin. Selama ini Rusia menganggap Taliban sebagai biang keladi teror dan ketidakstabilan di Afganistan.

Sejak 2014, konflik berdarah antara pemerintah di Kabul dan Taliban kedatangan penumpang gelap. Seperti yang terjadi di Irak dan Suriah, ISIS terbukti pintar mengambil keuntungan dari keadaan negara yang tengah porak-poranda oleh perang saudara. Di Afganistan, kesempatan itu terbuka lebar ketika pemimpin Taliban terdahulu, Mullah Omar, meninggal pada Juli dua tahun lalu, dan Mullah Akhtar Mansoor kemudian mengisi kepemimpinan yang ditinggalkannya.

Menyodorkan diri sebagai alternatif terhadap Mullah Mansoor yang tak populer, ISIS datang dengan hukum syariah di tangan kanan dan uang tunai di tangan kiri. Akibatnya, bukan hanya sejumlah personel Taliban yang terpikat, kelompok jihad dari Uzbekistan, Gerakan Islam Uzbekistan (IMU), pun ikut mengumumkan baiat kepada khalifah Abu Bakr al-Baghdadi. ISIS mengangkat eks anggota Taliban, Hafiz Saeed Khan, sebagai Gubernur Provinsi Khorasan—meliputi Pakistan, Afganistan dan beberapa daerah lain di Asia Tengah.

Pertikaian ISIS lawan Taliban paling seru berlangsung di kantong kekuatan ISIS terbesar di Provinsi Nangarhar, yang berbatasan dengan Pakistan. Pertempuran antara Taliban yang sudah menyeberang ke kubu ISIS dan bekas kawan seperjuangannya di Taliban dulu. "Ini tak bersangkut paut dengan alasan ideologi ketimbang perebutan kontrol terhadap jalur perdagangan barang-barang selundupan, pencucian uang, dan—ini yang paling penting—jalur heroin melalui ibu kota Jalalabad ke Peshawar dan seterusnya ke negara-negara Eropa Barat," tulis Ahmed Rashid, pengarang buku tentang negara-negara Asia Selatan.

Sebenarnya tak mudah mencari perbedaan ideologi di antara dua kelompok radikal yang saling bunuh ini. Sementara Oktober 2015 ISIS merusak situs-situs bersejarah di Palmyra, Suriah, dengan alasan memberantas berhala, pada awal 2001 Taliban melakukan hal yang sama dan dengan alasan yang sama terhadap patung Buddha raksasa di Bamyan. Sama-sama ahistoris, dua kelompok juga selalu menegakkan syariah di daerah-daerah yang ditaklukkannya.

Satu-satunya perbedaan tajam di antara keduanya dapat terlihat pada cara mereka memperjuangkan tujuannya. ISIS, yang berorientasi global, tentu merupakan anak kandung zamannya, yang sangat sadar akan pentingnya teknologi dan publikasi digital. Lihatlah bagaimana mereka merekam pemenggalan tawanan perang layaknya Hollywood mempertontonkan adegan kekerasan dalam film-filmnya. Simak pula bagaimana kelompok ini merekrut kaum muda melalui propaganda yang efektif lewat media sosial. Sedangkan Taliban tak pernah bermimpi akan melakukan perang global dalam melawan musuh-musuhnya, apalagi mendirikan kekhalifahan. Tujuan mereka sangat sederhana: angkat kakinya seluruh kekuatan asing dari bumi Afganistan.

Kini pasukan ISIS tersebar di tujuh provinsi Afganistan. Mereka bertekad membangun sebuah kekhalifahan baru yang bersahabat dengan kekhalifahan Al-Baghdadi dan berpusat di Khorasan—satu wilayah yang sangat luas dan memiliki arti penting dalam sejarah penyebaran Islam. Menurut keterangan pemerintah di Kabul, kelompok ISIS memiliki seribu tentara.

Pada Juni 2015, pemimpin Taliban, Mullah Mansoor, menulis sepucuk surat yang keras kepada para pemimpin ISIS di Bagdad. Ia menyuruh mereka berhenti mencampuri urusan Afganistan. "Jihad terhadap Amerika beserta budak-budaknya harus di bawah satu bendera, satu kepemimpinan, dan satu komando," dia menegaskan.

Persaingan berdarah ISIS-Taliban akan terus berlanjut. Setelah Uni Soviet hengkang pada 1989, diikuti pertarungan di antara kelompok mujahidin pemenang perang, terbit dan meredupnya kekuasaan Taliban, dan kini pemerintah yang dipimpin Presiden Ashraf Ghani, ISIS muncul menyodorkan teror terhadap kelompok-kelompok minoritas dan orang-orang yang tak setuju dengannya.

Idrus F. Shahab (CNN, The New York Times, The Washington Post)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus