KAMPANYE pemilu terhenti sementara. Gempa berkekuatan 7,1 pada
skala Richter mengguncang 50 desa di timur laut Turki. Yang
tewas diperkirakan 2.000 orang - sebagian di antara korban
terbenam dalam lumpur setebal 25 cm. Bantuan datang dari Arab
Saudi (US$ 10 juta) dan Palang Merah Internasional mengirimkan
6.000 tenda berikut 35.000 selimut tebal. Delapan belas anjing
terlatih untuk tugas penyelamatan juga diterbangkan dari Swiss.
Tapi berita duka tentang korban gempa, yang mengguncang Turkl
selama dua pekan terakhir, dikalahkan oleh berita hasil pemilu.
Kemenangan Partai Tanah Air terlalu mengejutkan rezim militer
Jenderal Kenan Evren. Dipimpin Turgut Ozal, yang pernah menjabat
wakil perdana menteri, partai ini berjaya memborong 212 dari 400
kursi parlemen Turki. Sisanya terbagi antara Partai Rakyat, yang
berhaluan kiri, di bawah pimpinan Necdect Calp (117 kursi),dan
Partai Demokrasi Nasionalis, yang terang-terangan didukung pihak
militer, di bawah komando Turgut Sunalp (71 kursi).
Melihat pembagian kursi, para pengamat meramalkan Turki akan
segera kembali ke pangkuan demokrasi. Bukankah kemenangan Ozal
yang berhaluan kanan tengah, membuka peluang sah untuk
pembentukan sebuah nemerintahan sipil?
Seharusnya memang demikian. Tapi pihak militer dikabarkan tidak
akan tinggal diam. Menurut UU, Dewan Keamanan Nasional punya hak
penuh untuk berfungsi sebagai badan legislatif dan eksekutif
sekaligus sampai parlemen bersidang dalam tempo satu bulan
sesudah pemilu berakhir.
Parlemen baru diperkirakan, paling cepat, bersidang akhir
November, sedang restunya untuk kabinet diduga akan dilimpahkan
Desember. Tapi menjelang saat itu banyak hal bisa dilakukan
Badan Keamanan Nasional. Misalnya, menetapkan anggota parlemen
yang baru terpilih itu tidak sah karena tidak memenuhi syarat
atau karena sebab lain. Dalam waktu dekat, Badan Keamanan
Nasional disebut-sebut akan berubah menjadi Dewan Kepresidenan -
yang kabarnya berfungsi menjamin kepentingan pihak militer.
Tampaknya jalan menuju demokrasi di Turki masih dirintangi duri.
Benar, berkat tangan besi Presiden Jenderal Kenan Evren Turki
ditertibkan. Rakyat, yang jumlahnya 40 juta, dibebaskan dari
kerusuhan politik dan jatuh bangunnya kabinet. Tiga puluh ribu
orang yang disebut "teroris" sekarang mendekam di penjara, dan
puluhan pembunuh politik dikirim ke tiang gantungan.
Kedudukan Evren kemudian makin tak tergoyahkan. Amendemennya
untuk UUD, yang diterima parlemen tahun lalu, telah menetapkan
masa jabatan presiden selama tujuh tahun. Dalam masa jabatan itu
ia berhak membubarkan parlemen dan menyelenggarakan pemilu lagi
jika pembentukan kabinet tertunda-tunda. Dia juga berhak
mengumumkan keadaan darurat perang dan mengangkat para pejabat
tinggi. Walau wewenang Evren demikian komplet, di kalangan Pakta
Pertahanan Atlantik Utara (NATO) ia dikagumi sebagai jenderal
yang berusaha secara bertahap mengembalikan demokrasi di Turki.
Apakah hasil pemilu ini menjamin terbentuknva pemerintahan
sipil? Belum tentu. Ozal memang sudah berkonsultasi dengan Evren
soal susunan kabinet baru. Tapi sang presiden tampak kurang
berkenan, dan mengimbau rakyat agar tidak begitu saja percaya
pada calon PM itu. Ozal dituduh Evren pandai menjual janji-
janji muluk. Reaksi Ozal atas tuduhan Evren? Insinyur listrik
yang pernah bekerja dua tahun di Bank Dunia itu menegaskan bahwa
ia tak sudi terus-menerus jadi orang kedua. "Saya masih punya
waktu enam atau tujuh tahun lagi. Memang saya pernah jadi orang
kedua .... Tapi hanya dengan menjadi PM saya dapat mengabdi
negara dengan sebaik-baiknya."
Terkenal mahir bersilat lidah, Ozal, yang pernah berhasil
menekan laju inflasi Turki dari 120% menjadi 27%, tidak
menyembunyikan kecenderungannya pada peran swasta dan persaingan
bebas dalam ekonomi.
Dewasa ini ketika hubungan Washington-Ankara membaik, Ozal
justru bertekad membina hubungan dengan Dunia Ketiga khususnya
dengan negara-negara Arab. Bagaimana Ozal akan mewujudkan
gagasan- gagasannya masih tanda tanya. Apakah ia kelak
benar-benar jadi PM pun masih diragukan, mengingat Badan
Keamanan Nasional tiba-tiba perlu bersidang ketika hasil pemilu
condong pada Ozal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini