Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Hari-hari Terakhir Trump

Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat bersepakat memakzulkan Presiden Donald Trump karena ia memicu kerusuhan di Gedung Capitol. Setumpuk kasus hukum juga menunggunya.

16 Januari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Amerika Serikat Donald Trump, di Oval Office usai wawancara bersama Reuters, di Washington, Amerika Serikat, April 2017. Reuters/Carlos Barria

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • DPR Amerika Serikat bersepakat untuk memakzulkan Presiden Donald Trump.

  • Trump menjadi presiden Amerika pertama yang dua kali dimakzulkan.

  • Dianggap sebagai pemicu penggerudukan di Gedung Capitol.

"KITA akan berjalan menyusuri Pennsylvania Avenue,” kata Presiden Amerika Serikat Donald Trump di hadapan massa pendukungnya dari atas panggung kecil di taman Ellipse dekat Gedung Putih, Rabu siang, 6 Januari lalu. “Kita tak akan pernah menyerah, kita tak akan pernah mengakui (hasil pemilihan umum).”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Trump berjanji bergabung dengan massa yang akan bergerak ke Gedung Capitol—sebutan bagi kantor Kongres Amerika Serikat—di Washington, DC, untuk memprotes penetapan Joe Biden, pesaingnya dari Partai Demokrat, sebagai Presiden Amerika. Satu jam kemudian, massa mulai menggeruduk Capitol tanpa banyak menghadapi rintangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tapi Dinas Rahasia memperingatkan bahwa mereka tidak dapat menjamin keselamatan Trump jika nekat berangkat. Menurut sumber Reuters yang dekat dengan Trump, politikus Partai Republik itu akhirnya mengalah dan duduk menonton tayangan televisi tentang kerusuhan massa pendukungnya di Capitol dari Gedung Putih.

Penyerbuan itu mengakibatkan lima orang tewas, termasuk seorang polisi. Wakil Presiden Mike Pence dan anggota Kongres diselamatkan polisi ke lantai dasar gedung. Buntutnya, beberapa anggota kabinet Trump mengundurkan diri, termasuk Menteri Transportasi Elaine Chao dan Menteri Pendidikan Betsy DeVos.

Kekuatan Partai Republik di Kongres, badan legislatif yang terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat, terbelah. Sepuluh anggotanya berbalik mendukung usul Partai Demokrat memakzulkan Trump dalam pemungutan suara pada Rabu, 13 Januari lalu.

Trump dimakzulkan karena berperan dalam aksi massa yang menyerang Gedung Capitol. Proses pemakzulan diawali dengan penyelidikan dan pemungutan suara di DPR yang berujung pada sidang penentuan di Senat. Presiden yang diputuskan bersalah akan dilengserkan dari posisinya serta kehilangan hak pensiun dan keuntungan lain yang biasa diterima presiden. Dia juga tak boleh lagi mengikuti pemilihan presiden atau memimpin lembaga federal lain.

Trump dituduh melakukan tindak kriminal besar, terutama memancing pemberontakan melawan pemerintah dalam pendudukan di Capitol. Liz Cheney, putri mantan wakil presiden Dick Cheney, menilai insiden kekerasan di Capitol bisa dicegah jika Trump melakukan intervensi dengan menenangkan para pendukungnya. “Dia malah tidak melakukan apa pun,” tutur Liz Cheney, salah satu politikus Republikan yang mendukung pemakzulan.

Trump menjadi Presiden Amerika Serikat pertama yang dua kali menghadapi sidang pemakzulan. Ia menghadapi sidang pemakzulan pertama pada Desember 2019. Saat itu Trump mendapat sokongan penuh kubu Republikan yang menguasai Senat sehingga lolos dari upaya pemakzulan.

Insiden di Capitol membuat dukungan Republikan terhadap Trump rontok. Mitch McConnell, politikus Republikan paling berpengaruh di Kongres, yakin bahwa Trump telah melakukan pelanggaran. Padahal McConnell salah satu yang paling kuat menyokong Trump dan segala klaim bahwa dia sudah dicurangi dalam pemilihan presiden.

Menurut The New York Times, McConnell menyetujui rencana pemakzulan karena hal itu akan membuat Trump lebih mudah disingkirkan dari Partai Republik. Orang dekat McConnell menyebut politikus 78 tahun asal Kentucky itu murka setelah Capitol diserang para pendukung Trump dan Trump tak menunjukkan penyesalan atas aksinya.

Nancy Pelosi menunjukan pernyataan impeachment atas Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dalam jumpa pers di Washington, Amerika Serikat, 13 Januari 2021. Reuters/Leah Millis

Menurut Konstitusi Amerika Serikat, diperlukan persetujuan minimal dua pertiga anggota Senat untuk meloloskan pemakzulan presiden. Kemenangan dua wakil Demokrat di Negara Bagian Georgia pada awal Januari lalu membuat partai itu berhasil mendapatkan 50 dari total 100 kursi Senat. Dengan demikian, hanya perlu sedikitnya 17 senator Republikan untuk memuluskan rencana pemakzulan Trump. Senat punya waktu beberapa hari lagi untuk memutuskannya, tepatnya sebelum pelantikan Joe Biden sebagai presiden pada Rabu, 20 Januari mendatang.

Mike Pence dan Trump tak berbicara sejak kerusuhan itu. Keduanya baru bertemu pada Senin, 11 Januari lalu, di Kantor Oval. Pertemuan diduga terjadi setelah mereka dibujuk oleh Ivanka Trump dan Jared Kushner, penasihat senior Trump. Pertemuan itu tampaknya berjalan mulus. Keduanya keluar dari ruangan sambil tergelak-gelak kecil. Esoknya, Pence menulis surat kepada Ketua DPR Nancy Pelosi bahwa dia tak punya kapasitas menjalankan Amendemen Konstitusi Ke-25 untuk melengserkan presiden.

Trump kini lebih banyak mendekam di dalam Kantor Oval. Ia menonton rapat-rapat pemakzulan Senat dari televisi dan hanya sesekali ke luar ruangan, seperti untuk menyerahkan Medali Seni kepada penyanyi musik country Toby Keith dan Ricky Skaggs pada Rabu, 13 Januari lalu.

Orang-orang dekat Trump telah memintanya membuat semacam pidato perpisahan seperti yang lazim dilakukan oleh presiden sebelumnya. Tapi dia tampak tak tertarik pada ide itu. Pada Kamis, 14 Januari lalu, Pence-lah yang menjalankan tugas-tugas rutin presiden sebelum meninggalkan Gedung Putih, seperti menemui pasukan Garda Nasional yang menjaga Gedung Capitol dan staf rumah tangga Gedung Putih untuk berpamitan.

Menurut CNN, Trump mengatakan kepada timnya bahwa dia tak mau meninggalkan Washington seperti pendahulunya, misalnya dengan naik pesawat Air Force One terakhir kali, karena harus meminta izin kepada Biden. Dia juga tak akan menghadiri pelantikan Biden. Dia berencana meninggalkan Gedung Putih pada 20 Januari pagi dengan menumpang helikopter kepresidenan Marine One dari lapangan selatan gedung itu.

Biden, yang akan menginap di Blair House di seberang Pennsylvania Avenue, akan dapat melihat dan mendengar helikopter itu terbang. Penginapan itu ditawarkan oleh Departemen Luar Negeri karena Trump menolak berbicara dengan Biden ataupun calon ibu negara Jill Tracy Biden.

Trump tampaknya lebih ingin menghadiri upacara perpisahan ala militer dan di tengah kerumunan pendukungnya. Belum jelas apakah hal itu akan dilakukan di Gedung Putih, Pangkalan Militer Andrews, atau Bandar Udara Internasional Palm Beach di Florida. Dia kemungkinan besar akan berada di klub Mar-a-Lago miliknya di Palm Beach atau lapangan golf sekitarnya pada saat pelantikan Biden.

Jarak sekitar 1.600 kilometer yang memisahkan Trump dengan Biden akan sedikit merepotkan logistik serah-terima jabatan. Penyerahan tas hitam pengendali nuklir, yang selalu dibawa presiden ke mana pun ia pergi, misalnya, akan rumit karena kedua pemimpin berada di tempat berbeda. Kantor Militer Gedung Putih berencana menyiapkan dua tas, satu bersama Trump di Florida dan satu di Washington. Kode nuklir di tas Trump akan dimatikan ketika Biden dilantik.

Menurut orang dekat Trump, yang kini menjadi fokus perhatian pemilik gedung pencakar langit Trump Tower itu adalah masalah hukum yang akan dihadapinya nanti. Namun dia mencaci semua ahli hukum yang mencoba menjelaskan bahwa dia bisa dituntut pidana dalam kasus pidatonya pada hari pendudukan Capitol.

Trump dan keluarganya kini menghadapi potensi gugatan hukum, termasuk dugaan penggelapan pajak di New York. Donald, putra Trump, masuk daftar penyelidikan Biro Penyelidik Federal (FBI) atas dugaan keterlibatannya dalam kasus intervensi Rusia pada pemilihan umum 2016. Kushner diduga memberikan informasi palsu tentang kontaknya dengan agen Rusia. Adapun Ivanka, Eric, dan Giuliani terlibat dalam Trump Organization, perusahaan milik Trump yang sedang diselidiki oleh Kantor Jaksa Agung New York. Trump sendiri terlibat skandal “uang tutup mulut” kepada model majalah Playboy, Karen McDougal, dan artis film porno Stormy Daniels.

Trump berkali-kali menyatakan akan meneken pengampunan untuk dirinya dan keluarganya. Pengampunan diri adalah kewenangan luar biasa Presiden Amerika, tapi belum pernah ada yang menggunakannya. Namun para ahli konstitusi masih berdebat mengenai keabsahan pengampunan diri ini. Di Kantor Oval, Trump kini mungkin sedang merenungkan setumpuk masalah ini.

GABRIEL WAHYU TITIYOGA (REUTERS, THE WASHINGTON POST, CNN, AP, THE INDEPENDENT, USA TODAY)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Gabriel Wahyu Titiyoga

Gabriel Wahyu Titiyoga

Alumni Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta ini bergabung dengan Tempo sejak 2007. Menyelesaikan program magister di Universitas Federal Ural, Rusia, pada 2013. Penerima Anugerah Jurnalistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2014. Mengikuti Moscow Young Leaders' Forum 2015 dan DAAD Germany: Sea and Ocean Press Tour Program 2017.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus