DITEMBAKKAN dari kapal selam Delta II di Laut Barents, sebuah rudal SS-N-8 melenceng sejauh 2.200 km dari sasarannya di Jazirah Kamchatka dan jatuh di kawasan Manchuria, RRC. Tidak jelas apakah rudal Soviet itu menghajar wilayah RRC atau jatuh di kawasan sendiri. Kegagalan tes rudal SS-N-8 dibocorkan oleh sumber-sumber AS yang dekat dengan Pentagon dan Gedung Putih, sementara Jepang mengukuhkan kebenarannya. AS dan Jepang memang secara rutin memantau tes-tes nuklir Uni Soviet. Menurut mereka, rudal SS-N-8 yang berkepala nuklir satu dan panjangnya 13 meter itu sudah sering kali diuji coba tapi baru Kamis lalu mengalami penyimpangan berat. Anehnya, pejabat Deplu RRC menolak bicara soal itu. "Kami tidak punya komentar," katanya. Juru bicara kedutaan Soviet di Beijing mengaku, "tidak memperoleh informasi apa-apa tentang itu." Suasana serba rahasia ini sangat berbeda dengan peristiwa Januari 1985, ketika sebuah rudal SS-N-3, yang juga ditembakkan dari kapal selam Soviet di Laut Barents melejit ke wilayah Norwegia, lalu jatuh di tepi Danau Inari, Finlandia. Norwegia waktu itu langsung melancarkan protes dan Moskow segera menyampaikan permintaan maaf. Kremlin bahkan menjamin insiden semacam itu tidak akan terjadi lagi, seraya menjelaskan pula bahwa rudal jelajah SS-N-3 tidak mengandung amunisi atau bahan beracun. Rudal tipe ini diproduksi pada tahun 1960-an, lebih dikenal dengan julukan "Shaddock", sedangkan SS-N-8 yang katanya jatuh di RRC itu, digunakan pertama kali tahun 1973. Timbul pertanyaan mengapa sesudah lewat satu minggu, insiden kejatuhan SS-N-8 tetap saja gelap. Mengapa Soviet dan RRC seperti bersepakat untuk berdiam diri? Yang pasti, sejak Mikhail Gorbachev melancarkan pendekatan damai lewat pidato Vladivostok Agustus silam, hubungan kedua negara tampak mulai akrab. Memang belum ada terobosan penting, tapi pekan silam ketika Deng Xiaoping menyatakan kesediaannya untuk bertemu Gorbachev, dunia pun bersiap-siap untuk sebuah klimaks. Tapi Moskow seperti membeku. Ada apa? Apakah karena pernyataan Deng dikemukakan lewat wawancara dengan jaringan tv Amerika, CBS, hingga bisa ditafsirkan tidak serius ? Atau semata-mata karena Moskow waspada, menghitung-hitung dulu setiap jurus Cina agar tidak kejeblos kelak? Sebenarnya, Deng Xiaoping mengajukan persyaratan yang sangat diperlunak ketimbang persyaratan terdahulu. Adapun tuntutan "klasik" RRC -- sebagai jaminan untuk rujuk Cina-Soviet -- ialah penyingkiran apa yang disebutnya "tiga hambatan". Tapi dalam wawancara CBS pekan silam Deng cuma menyebut satu, yakni penarikan mundur tentara Vietnam dari Kamboja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini