Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Jurus Baru Diplomasi Taiwan

Taiwan menggelar diplomasi yang lebih agresif untuk mendobrak isolasi Beijing. Sempat mengirim utusan untuk membujuk Jakarta, Mei lalu.

11 Agustus 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAK pengidap sampar, Wakil Presiden Taiwan Annete Lu dikarantinakan selama dua jam di ruang VIP Bandar Udara Soekarno-Hatta setelah turun dari pesawat China Airlines, Rabu pekan lalu. Pemerintah Indonesia tak mengizinkan Lu memasuki Jakarta. Menurut pernyataan Departemen Luar Negeri, "Tidak mengatur kunjungan Lu Hsiu-lien dalam kapasitasnya selaku Wakil Presiden Republik Cina." Pemerintah Indonesia hanya mengakui pemerintah Beijing dan telah menolak kunjungan Lu, yang direncanakan berlangsung dua hari. Sebelumnya, pemerintah Cina sempat mengajukan protes terhadap rencana kunjungan Lu sedikitnya ke tiga kementerian di Indonesia. Juru bicara Departemen Luar Negeri Cina memperingatkan pemerintah Indonesia agar tidak melakukan kesepakatan dengan Lu. "Supaya tidak membahayakan hubungan Beijing-Jakarta," ujarnya. Belakangan ini Taiwan menempuh pelbagai cara untuk mendobrak isolasi politik pemerintah Beijing. Bahkan, menurut sumber TEMPO, Mei lalu Taiwan sempat mengirim seorang pengusaha Indonesia pro-Taipei untuk membujuk Indonesia agar mengubah "politik satu Cina". Kepada seorang pejabat yang berwenang dengan masalah infrastruktur, si pengusaha menyebutkan bahwa Taiwan akan membeli batu bara dari tambang Kalimantan dan membantu ekonomi Indonesia melalui sebuah yayasan jika Jakarta menerima. Mengingat mudaratnya lebih tinggi daripada manfaatnya bagi diplomasi Indonesia, bujukan ini ditolak mentah-mentah. Hubungan Taiwan-Cina daratan kembali tegang sejak Juli silam setelah Presiden Taiwan Chen Shui-bian secara terbuka mengusulkan kepada parlemen Taiwan agar menyelenggarakan referendum untuk menegaskan status Taiwan sebagai negara yang berdaulat. Tapi pemerintah Cina kini cukup percaya diri. Cina menggunakan tekanan diplomatik menghadapi gerakan diplomasi klandestin pemerintah Taiwan, sebagaimana yang dilakukan terhadap kunjungan Wakil Presiden Lu tadi. Apalagi, akibat pernyataan provokatif itu, dukungan terhadap Chen jatuh tajam hanya tinggal 45,8 persen dari 80 persen saat ia terpilih sebagai presiden, dan pasar juga bereaksi negatif. Namun pemerintah Taiwan semakin meningkatkan operasi diplomasinya setelah Presiden Chen menduduki jabatan Ketua Partai Progresif Demokratik bulan lalu. Taiwan hingga saat ini hanya memiliki hubungan diplomatik dengan 27 negara, yang umumnya negara kecil di Afika dan Amerika Latin. Untuk mempertahankan hubungan itu, Taiwan mengerahkan kekuatan ekonominya buat melakukan investasi dan memberikan bantuan. Saat Menteri Luar Negeri Taiwan Eugene Chien berkunjung ke Amerika Tengah, media setempat menyebut kunjungan itu sebagai perjalanan "diplomasi buku cek". Taiwan antara lain mendanai pembangunan kantor kepresidenan dan Departemen Luar Negeri Nikaragua. Di El Salvador, Chien berjanji akan melanjutkan bantuan teknis di negara Amerika Tengah untuk mengembangkan sektor pertanian. Tapi "diplomasi uang" tidak selalu mulus. Nauru, sebuah negara mini di Pasifik, misalnya, justru memilih hubungan dengan Beijing daripada dengan Taipei. Di Indonesia sendiri, investasi Taiwan tak kurang, dan Taiwan menggunakan banyak tenaga kerja Indonesia. Tapi tetap saja Indonesia menganut politik satu Cina yang hanya mengakui pemerintah Beijing. Kegagalan diplomasi uang telah menelurkan gagasan agar Taiwan meluaskan bentuk diplomasinya dengan label "diplomasi pluralistik". Menurut komentator politik Taiwan, Liu Kuan-teh, dengan cara ini Taiwan ikut aktif terlibat bersama masyarakat internasional dalam masalah kemanusiaan, pertukaran budaya, tukar pengalaman soal demokratisasi dan pembangunan ekonomi, pengembangan sumber daya alam, kerja sama ekonomi dan perdagangan, diplomasi partai politik dan pemerintahan lokal, serta kegiatan organisasi nonpemerintah (LSM). "Masuknya Taiwan ke PBB adalah sasaran penting dari perjuangan diplomasi jangka panjang," kata Liu. Meski belum ada pernyataan resmi, perubahan strategi diplomasi ini diakui oleh sumber-sumber kelas satu di kantor kepresidenan Taiwan. Rencana dalam waktu dekat sudah dirancang. Meski dibantah, Presiden Chen akan melakukan kunjungan ke beberapa negara Asia Tenggara akhir Agustus ini. Setelah itu, Chen akan berangkat ke Korea Selatan untuk mengikuti konferensi internasional kalangan liberal demokrat pada Oktober mendatang. Meski Korea Selatan tak lagi memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan, diduga Presiden Kim Dae-jung akan mengizinkan Chen mengikuti konferensi itu. Kalau sudah begini, apa perlunya Presiden Chen berteriak soal kemerdekaan Taiwan jika itu hanya akan membangunkan raksasa tidur Cina? Raihul Fadjri (The Taipei Times, The Washington Post, The Christian Science Monitor)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus