Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kurdi Berjudi Kuda Troya

Para pemimpin Kurdi bimbang dengan tawaran Amerika menggulingkan Saddam Hussein. Tapi mereka telah menyusun draf konstitusi negara Irak baru.

11 Agustus 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebuah pesawat khusus Amerika mendarat di belahan wilayah Kurdi dekat tenggara Turki, menjemput dua tokoh Kurdi ke Gedung Putih. Yang satu Jalal Talabani, Presiden Partai Persatuan Patriotik. Yang lain Massoud Tarbani, pemimpin Partai Demokratik Kurdi. Tapi hanya Talabani yang datang. Tarbani, anak Mustafa Tarbani, pemimpin terbesar pemberontakan Kurdi abad silam yang mati dalam pelarian di Amerika, menolak undangan Bush. Adapun Talabani bersulang dengan Bush dan Wakil Presiden Dick Cheney di Washington. "Mereka menjanjikan pelatihan, peralatan, dan uang," kata Talabani. Amerika ingin menjadikan gerilyawan Kurdi seperti Aliansi Utara di Afganistan, yang menolong menumbangkan Taliban. Apalagi setelah negara-negara Arab sekutu Amerika enggan mendukung rencana penyerangan ke Irak. Ketidakdatangan Tarbani membukakan bahwa di situ ada persoalan. Hampir 4,5 juta warga Kurdi tinggal di utara dan timur Irak. Semenjak adanya sanksi internasional terhadap Baghdad, kedua wilayah yang meliputi kota tua peradaban seperti Dohuk, Erbil, Sulaymania itu menjadi zona otonomi. Massoud Tarbani menjadi penguasa di wilayah timur. Jalal Talabani memimpin bagian utara. Mereka pernah berperang satu sama lain, sebelum akur. Bulan lalu sebuah tim rahasia Pentagon, menurut Kurdistan News, tiba di Kurdi untuk meninjau kekuatan gerilyawan militan Kurdi. Amerika mengharap bantuan 70 ribu peshmerga alias pejuang Kurdi berani mati. Sekitar 35 juta warga beretnis Kurdi tersebar di Irak, Turki, Suriah, Iran, dan beberapa negara bekas Soviet. Sering mereka mengidentifikasi diri bak etnis Yahudi zaman dahulu. Tercerai-berai, ditindas di mana-mana, tak memiliki negara sendiri. Operasi Al Anfal Irak pada 16 Maret 1988, misalnya, menyebabkan puluhan ribu warga Kurdi tewas oleh senjata kimia di Halabjah. Turki juga melakukan pembinasaan etnis terhadap Kurdi. Nama Kurdi sampai kini tidak boleh dipakai di Turki. Kini, semenjak Baghdad dibombardir Sekutu, Kurdi di wilayah Irak relatif lebih aman. Pesawat-pesawat Amerika dan Inggris rutin patroli di langit Kurdi. Mereka telah melakukan pemilu sendiri. Mulai 1990-an secara ekonomi wilayah ini juga berangsur membaik (meski belum pulih benar). Mereka memiliki 13 persen jatah minyak Baghdad. Warga dapat menikmati beragam saluran televisi, saluran telepon internasional, kafe internet, juga koran. Pun koran resmi pemerintahan Baghdad. "Itu untuk membuat masyarakat kami menertawai propaganda Sadam," kata seorang pejabat Kurdi. Tapi Massoud Tarbani menganggap uluran Amerika bisa menjadi bumerang berbahaya. Karena, bila tidak jelas betul, bisa membuat pemerintah Kurdi kehilangan otonomi dan ketenangan yang telah mereka nikmati. "Kami memiliki kenangan pahit, dijual oleh Amerika lebih dari sekali," ucap Dr. Mahmud Usman, veteran pemimpin Kurdi, kepada harian The Guardian, Inggris. Setelah Perang Teluk usai, Presiden Bush "mengompori" kaum Kurdi supaya melakukan makar. Pemberontakan dilakukan, tapi dukungan Amerika tak kunjung muncul. Mereka ditindas dengan brutal oleh Saddam dan itu menimbulkan gelombang imigran Kurdi ke Turki. "Saya yakin Bush sekarang tidak berbeda dengan ayahnya," kata Fadil Mirani, 70 tahun, veteran anggota Partai Demokratik Kurdi. "Saddam adalah setan, tapi betapapun iblisnya, kami tak ingin mengorbankan kemerdekaan kami untuk hasrat Amerika." "Kami bukan alat atau kuda Troya Amerika," kata Tarbani tegas. Penggulingan Saddam Hussein bagi banyak pemimpin Kurdi bukan tujuan utama. Yang mereka inginkan adalah Irak yang demokratis. Sebab, di mata mereka, bila Saddam dijatuhkan, tetap yang tampil adalah kalangan Arab Sunni yang kemungkinan besar sama diktatornya. Sepanjang sejarahnya, Sunni Irak sering menindas kaum Kurdi dan Syiah Irak. "Kami berjuang bukan untuk kemerdekaan Kurdi, tapi Irak yang demokratis," kata Tarbani. Pihaknya menyusun draf konstitusi. Negara macam apa yang ideal untuk Irak—sebagai syarat kepada Amerika. Mereka menginginkan sebuah negara federal yang memiliki presiden sendiri. Para wakil federal ini memiliki majelis di Baghdad yang mengatur segala arah hubungan international atau kebijakan minyak. Tapi tetap tiap negara federal memiliki konstitusinya sendiri. Mereka ingin menjadikan kota minyak Kirkuk sebagai ibu kota Kurdi. Tapi belum-belum draf itu telah menyulut potensi krisis internal di Timur Tengah. Ankara (Turki) menolak mentah-mentah konsep demikian, apalagi bila kota minyak Kirkuk menjadi ibu kota Kurdi. Seno Joko Suyono (The Washington Post, AP, The Guardian, Kurdistan News)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus