Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kamala Harris Vs Donald Trump di Pilpres AS, Bagaimana Jika Berakhir Seri?

Pilpres AS hari ini bisa saja hasilnya seri antara Kamala Harris melawan Donald Trump. Apa solusinya?

5 November 2024 | 10.52 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kamala Harris dan Donald Trump. FOTO/Erin Schaff/Pool via REUTERS dan REUTERS/Mike Segar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pemilihan presiden Amerika Serikat (pilpres AS) digelar hari ini, Selasa, 5 November 2024. Calon presiden dari Partai Republik Donald Trump akan melawan pesaingnya, Kamala Harris dari Partai Demokrat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski kecil kemungkinannya, ada peluang pilpres AS akan berakhir seri. Ini menyangkut mesin electoral college AS, sistem yang menentukan kandidat presiden mana yang akan melaju ke Gedung Putih.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Electoral college terdiri dari 538 suara, yang didistribusikan dalam proporsi yang bervariasi di antara lima puluh negara bagian ditambah Distrik Columbia. Oleh karena itu, secara teoritis mungkin terjadi seri antara dua kandidat presiden.

Harris dan Trump masing-masing bisa mendapatkan 269 suara elektoral di pilpres AS, sehingga menghasilkan skenario seri. Untuk menang, salah satu kandidat harus meraup minimal 270 suara yang dibutuhkan untuk menjadi presiden AS.

Hasil pilpres AS seri pernah terjadi dua kali dalam sejarah Amerika yaitu pada 1800 dan 1824. Pada pemilihan umum tahun 1800, Partai Demokrat-Republik Thomas Jefferson mengalahkan Presiden Federalis petahana John Adams.

Saat itu, calon presiden memiliki calon wakil presiden dari negara bagian lain, mirip dengan calon wakil presiden saat ini. Para elektor harus memberikan dua suara masing-masing yaitu calon dengan suara terbanyak akan menjadi presiden, sedangkan calon dengan suara terbanyak kedua akan menjadi wakil presiden.

Namun, Demokrat-Republik tidak mungkin menjadi satu tim dalam pemerintahan. Kandidat presiden saat itu Thomas Jefferson, menerima jumlah suara yang sama dengan kandidat wakil presiden yaitu Aaron Burr.

Oleh karena itu pemilihan umum diputuskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan menggunakan aturan satu negara bagian, satu suara setelah kebuntuan panjang yang hampir mengakibatkan konfrontasi militer, sebagaimana dicatat oleh Sanford Levinson, seorang profesor di Sekolah Hukum Universitas Texas.

Karena alasan ini, Amandemen ke-12 diperkenalkan, yang masih mengatur pemilihan presiden AS. Amandemen tersebut menjelaskan bahwa para elektor harus mencantumkan nama orang yang dipilihnya sebagai Presiden dalam surat suara mereka, dan nama orang yang dipilihnya sebagai Wakil Presiden dalam surat suara yang berbeda. Hal ini untuk menghindari kemungkinan adanya seri antara kandidat dari partai yang sama.

Meski kecil kemungkinannya, Trump dan Harris bisa mendapat jumlah suara yang sama. Donald Trump bisa menang di Pennsylvania dan Georgia, sementara Harris memperoleh kemenangan di Wisconsin, Michigan, Arizona, Nevada, dan satu suara elektoral di Nebraska, yang bersama Maine merupakan satu-satunya negara bagian yang membagi alokasi elektornya.

Skenario lain, yang bahkan lebih tidak mungkin, adalah Harris memenangkan semua negara bagian yang dimenangkan Biden, ditambah North Carolina, yang menurut jajak pendapat terkini dapat dimenangkan oleh Partai Republik. Jika Trump kemudian merebut kembali Michigan, Pennsylvania, dan Wisconsin, dan juga memenangkan Nevada untuk pertama kalinya, hasilnya akan menjadi seri 269-269.

Solusinya adalah pemilihan umum bersyarat. DPR bertugas memutuskan presiden AS untuk pertama kalinya dalam dua abad, yang membutuhkan mayoritas sederhana dari 26 negara bagian untuk memilih panglima tertinggi baru.

Anggota kongres AS yang baru dilantik akan menghadapi tekanan besar. Dalam beberapa kasus, anggota kongres mungkin harus memilih antara mendukung kandidat partai mereka atau orang yang menerima suara terbanyak di negara bagian mereka sendiri.

Situasi ini mungkin akan terjadi pada 6 Januari, tepat setelah Kongres menentukan bahwa tidak ada kandidat yang memiliki mayoritas, menurut analisis oleh  Congressional Research Service. Yang lebih mengejutkan lagi, skenario seri ini dapat berujung pada kesepakatan bersama antara presiden dari Partai Republik dan wakil presiden dari Partai Demokrat, atau sebaliknya.

Memang, menurut Amandemen ke-12, jika tidak ada mayoritas, wakil presiden AS dipilih oleh Senat dari dua kandidat dengan jumlah suara elektoral terbanyak, dengan setiap senator berhak atas satu suara. Senat AS memiliki 100 anggota, dengan setiap negara bagian memilih dua.

Opsi terakhir adalah senat dapat memilih wakil presiden meskipun DPR mengalami kebuntuan dalam pemilihan presiden. Jadi, jika seorang presiden tidak dipilih pada hari pelantikan yaitu 20 Januari, wakil presiden yang baru terpilih akan bertindak sebagai penjabat presiden. Ini adalah skenario yang tidak dapat dibayangkan oleh siapa pun di AS hingga saat ini.

EURO NEWS | REUTERS 

Pilihan editor: Putin Bertemu Menlu Korea Utara di Moskow, Bahas Apa?

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus