Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kekayaan Naik, Kini Juga Keresahan

Bentrokan antara pengikut islam yang fundamentalis dengan polisi menyatakan kebencian terhadap pemerintahan Shah. Kemajuan dan modernisasi Iran karena kekayaan yang diperoleh dari harga minyak.(ln)

26 Agustus 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNTUK ketiga kalinya tahun ini Iran dilanda lagi oleh kerusuhan berdarah. Dari bentrokan antara para demonstran dan pasukan-pasukan keamanan dilaporkan tewasnya hampir 20 orang, sedang yang luka-luka dilaporkan memenuhi rumah-rumah sakit di berbagai kota di propinsi Isfahan dan Shiraz. Bentrokan yang umumnya terjadi antara para pengikut Islam yang fundamentalis dengan pihak polisi, mendapatkan bentuknya yang lebih jelas sejak kaum muslimin memasuki bulan puasa. "Kerusuhan-kerusuhan umumnya terjadi setelah berlangsung khotbah di masjid-masjid pada malam hari," tulis seorang wartawan dari Isfahan pekan silam. Dilaporkan bahwa sejumlah bank di berbagai kota telah dibakar, klab-klab malam diobrak-abrik, bar-bar dihancurkan, bom-bom menggoncangkan sejumlah restoran mewah. Bahkan beberapa gedung pemerintah kabarnya juga menjadi sasaran aksi massa itu. Para demonstran itu dengan jelas menyatakan kebencian mereka terhadap pemerintahan Shah Mohamad Pahlevi yang dianggapnya amat sekuler. Sejak tahun silam orang-orang muslim fundamentalis di bawah pimpinan sejumlah mullah (pemimpin keagamaan) melancarkan aksi menuntut kedudukan politis bagi gerakan mereka. Kemajuan dan modernisasi Iran yang diakibatkan oleh kekayaan yang diperoleh dari harga minyak bumi itu dinilai oleh para mullah sebagai suatu "yang makin menjauhkan orang-orang Iran dari jalan Allah." Kedudukan Wanita Karena itulah maka dalam aksi-aksi pekan silam, yang menjadi sasaran utama mereka adalah benda-benda yang menjadi lambang Barat dan kemewahan "yang tidak sesuai dengan ajaran Islam". Selain merusak kelab malam dan bar-bar, mereka juga merusak gedung-gedung bioskop serta menghancurkan sejumlah pesawat televisi yang berada dalam berbagai pusat perdagangan. Sebelum aksi-aksi fisik ini mereka lakukan, sejumlah permintaan dan tuntutan telah mereka kirimkan kepada Shah Iran. Salah satu di antara banyak tuntutan mereka adalah agar kedudukan wanita yang sekarang "terlalu maju" itu supaya dikembalikan kepada yang "diizinkan oleh agama, tidak oleh yang bisa dicapai oleh kemajuan materi". Karena gaya hidup Iran yang "makin jauh dari yang dibolehkan oleh agama Islam" itu menurut banyak mullah disebabkan oleh banyaknya uang yang dihasilkan ladang-ladang minyak, maka di antara mereka kini timbul gerakan untuk memperlambat pemompaan minyak bumi itu. Dengan cara ini mereka bermaksud untuk mengurangi jumlah uang yang masuk. Tapi kebijaksanaan ini mempunyai akibat lain, sesuatu yang amat menakutkan negara-negara industri yang kebutuhan minyak mereka amat tergantung pada Iran. Untunglah pekan silam, Ayatullah Mohammad Kazim Shariatmadari telah menyelesaikan soal ini dengan mengatakan: "Yang penting adalah bagaimana uang itu dibelanjakan. Dan ia harus dibelanjakan sesuai dengan ajaran-ajaran Islam". Ada pun huru-hara yang kini melanda Iran nampaknya dianggap yang terhebat dari rentetan kejadian berdarah yang sama yang melanda negara itu secara beruntun sejak awal tahun ini. Kini sejumlah wilayah telah dinyatakan berada dalam keadaan darurat perang. Pasukan militer bersenjata lengkap muncul di mana-mana lengkap dengan perssnjataan mereka yang modern dan lengkap. Agen Komunis Shah Iran, 58 tahun, melihat huru-hara itu sebagai ancaman terhadap dirinya pribadi maupun terhadap lembaga pemerintahan. Meski sejumlah pengamat di Teheran masih belum menilai kerusuhan itu sebagai ancaman serius bagi kelanjutan takhta Shah, Mohamad Reza Pahlevi yang telah bertakhta selama 37 tahun itu toh cemas melihat hari depan kerajaannya. Terutama karena ia telah berkeputusan untuk menyerahkan takhta kepada puteranya, Reza, 17 tahun, dalam masa 10 tahun mendatang. Berhati-hati terhadap para mullah dan pengikut-pengikut mereka, Shah menyebut kerusuhan itu sebagai suatu hasil kerja agen-agen komunis yang "bekerja untuk kepentingan Moskow". Uni Soviet akhir-akhir ini memang menjadi hantu yang menakutkan Shah, terutama setelah negara tetangganya itu berhasil mendapatkan pijakan meyakinkan di Tanduk Afrika, Yaman Selatan dan Afganistan. Ketika kerusuhan kaum muslimin fundamentalis ini masih belum juga kunjung selesai, suatu gerakan politik urban juga menuntut kebebasan lebih banyak dari yang kini diberikan oleh Shah. Mula-mula Shah memang amat berkeberatan, tapi pekan silam -- lewat sejumlah tekanan dari dalam maupun luar negeri -- Shah akhirnya setuju untuk melakukan suatu pemilihan umum yang betul-betul bebas tahun ini. Tandatanda ke arah liberalisasi ini kabarnya sudah mulai nampak sejak beberapa bulan silam, ketika surat-surat kabar secara berangsur-angsur mulai berani, sensor terhadap sejumlah buku makin longgar dan di parlemen suara yang keras sudah pula mulai terdengar. Apakah Shah akan konsekwen dengan liberalisasinya? Ini pertanyaan yang sulit dijawab oleh pengamat manapun di Teheran. Pengalaman pahit tahun 1950 -- ketika politik liberal cuma menciptakan anarkhi -- nampaknya masih amat membekas dalam diri Shah. "Dilema yang dihadapi oleh Shah adalah bahwa jika ia melonggarkan pengawasan dan melakukan pemilu yang betul-betul bebas, ia mungkin akan menciptakan sejumlah kekuatan baru yangbakal sulit dikontrolnya. Tapi kalau pemilu tidak diadakan atau diadakan tidak bebas sepenuhnya, kaum oposisi pasti akan mendapatkan alasan untuk terus turun ke jalan." Begitu komentar seorang diplomat di Teheran beberapa hari yang lalu. Di hadapan dilema yang menanti Shah ini, tersebar pula kabar mengenai mulainya terjadi pelarian modal dan transfer kekayaan sejumlah orang-orang kaya Iran ke berbagai bank di Eropa. "Mereka ini memang menjadi kaya karena kebijaksanaan Shah, tapi dalam soal politik mereka sama sekali tidak memainkan peranan," tulis kantor berita Reuter dari Teheran pekan silam. Karena itulah maka orang-orang ini tidak mempunyai kepastian terhadap hari depan mereka. Itulah sebabnya mereka bersiap-siap menghadapi keadaan terburuk yang mungkin akan melanda Iran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus