Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Yang Bebas Dan Yang Diberkas

Kejati Ja-Bar melepas 11 tahanan mahasiswa Bandung. Mereka masih wajib lapor. Pelepasan itu sesudah ada jaminan tertulis para rektor. Laksusda Jaya melepas tahanan mahasiswa Jakarta. Mereka dapat remisi.(nas)

26 Agustus 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TELEPON di meja Humas UI berdering. "Selamat pagi," terdengar suara Dipo Alam. Bekas ketua DM UI itu mengabarkan mendapat 'cuti besar' dari Laksusda Jaya sejak 9 Agustus lalu. Bersama beberapa mahasiswa lainnya, sejak Januari lalu ia ditahan kemudian ditempatkan di beberapa rumah dalam kompleks Asrama Kodam V/Jaya Taji Malela, Bekasi, yang kemudian terkenal dengan "Kampus Kuning". Esoknya, dengan ransel di bahu, bekas ketua DM IKIP Jakarta, Sulaeman Hamzah, tergopoh-gopoh memasuki ruang DM IKIP. Ia membawa berita sama. Di kantin Fakultas Psikologi UI, sementara itu dua orang fungsionaris DM UI nongkrong: Jo Rumeser dan Indra K. Budenani. "Kami dapat cuti puasa, tapi masih wajib lapor," ujar Jo. Seminggu kemudian, sehari menjelang HUT Proklamasi, Laksusda Jaya membebaskan mereka. Dilepas pula dosen IKIP Jakarta Arif Rachman dan lima mahasiswa lainnya. Tampaknya mereka kebagian remisi (keringanan hukuman), yang diberikan setiap 17 Agustus. Tahun ini, di seluruh Indonesia hampir 15.000 tahanan yang mendapat remisi. Sawito Taraweh Bersamaan dengan itu penyair dan dramawan Rendra juga mendapat cuti besar. Perkaranya kini sudah diserahkan oleh Oditur Militer Daerah kepada Kejati. Dan sebulan lalu Kejati sudah menyerahkannya ke Kejaksaan Agung. "Sekarang ia masih dalam tahanan Laksusda Jaya. Tinggal menunggu keputusan Kejaksaan Agung," kata Letkol Anas Malik, Kapendam V/Laksusda Jaya. Empat hari sebelum cuti, para tahanan dipindah dari Kampus Kuning ke tahanan POM-ABRI Jalan Guntur, Jakarta. Di sana mereka ditempatkan di sebuah barak seperti tahanan lainnya. Menurut Jo Rumeser, mereka pernah mogok bahkan telanjang, menuntut perbaikan menu makanan. Hanya Sulaeman Hamzah yang dipisahkan di sel belakang gedung Mahkamah Agung. Di seberang sel itulah letak RTM Budi Utomo. Di sana, setiap malam Sulaeman sembahyang taraweh bersama Sawito. Dengan penglepasan itu, tahanan Laksusda Jaya tinggal 11 orang. Selain Rendra dan AM Fatwa (Sekretaris II Majelis Ulama DKI Jaya) serta empat pemuda anggota GPI (yang ditahan dalam rangka pengamanan SU MPR yang lalu), masih ada lima mahasiswa. Mereka itu: Lukman Hakim, Doddy Suradiredja, Bram Zakir (ketiganya fungsionaris DM UI), Hudari Hamid (bekas ketua DM IKIP) dan Harun Yusuf (IAIN Jakarta). Sampai minggu lalu, berkas perkara Fatwa belum sampai ke tangan Kejati berbeda dengan ke sembilan tahanan Iain -- sementara perkara mahasiswa kabarnya akan diutamakan. Perkara Arif Rachman pernah ditimbang-timbang tapi akhirnya tak jadi diberkaskan. Seorang pejabat di Kejati menyatakan, perkara Arif "kekurangan unsur-unsur pidana untuk diadili". Jo dan Indra kini menebus kuliahnya yang tercecer satu semester, selain ingin aktip lagi dalam kegiatan mahasiswa. Pekan lalu Jo memenuhi nazarnya mencukur klimis janggut dan kumisnya yang melebat. Tapi sial, rumah kontrakannya di belakang Fakultas Psikologi UI sudah digusur. Kini ia menumpang di rumah seorang kenalan. Terobosan Budaya Pada hari yang hampir bersamaan, Kejati Ja-Bar melepas 11 mahasiswa Bandung, tujuh di antaranya dari ITB. Antara lain: Heri Akhmadi, Al-Hilal, Moh. Iqbal, Ramles Manampang, Irzadi Mirwan, Abdurrachim, Rial Ramli dan Iskadir Chotob (Unpad). Mereka itu sebenarnya sudah bebas 16 Agustus. Tapi karena Iskadir Chotob belum mendapat jaminan dari Rektornya, maka "demi kebersamaan, kami menunggu sampai dua hari kemudian," kata Heri Akhmadi, bekas ketua DM ITB. Mereka juga masih wajib lapor: setiap Rabu. Menurut Kapendam VI/Laksusda Ja-Bar, Mayor Sudjono, penglepasan itu setelah ada jaminan tertulis dari para Rektor yaitu bersedia menghadapkan mahasiswanya bila setiap saat diperlukan untuk pemeriksaan. Status mereka kini tergantung dari hasil pemeriksaan Kejati. "Yang jelas mereka sudah berada di luar dan bebas kuliah," tambah Sudjono. Karena hal itu tak berarti dihentikannya pemerkaraan, maka Sugeng Setiadi dari Biro Hukum ITB akan mengusahakan penyelesaiannya. Misalnya menghubungi LBH Pusat di Jakarta untuk membela mereka. Dengan bebasnya mereka, habis pula semua tahanan mahasiswa di Bandung. Heri Akhmadi ketika ditemui TEMPO, enggan menceritakan pengalaman selama ditahan. "Saya tak mau meromantisir masa lalu. Yang penting bagaimana dengan masa depan," kata Heri. Sikap mereka tetap. "Sejak dulu kami tidak pernah berorientasi pada kekuasaan. Tapi pada perubahan. Gerakan kami pun bukan gerakan politik, melainkan 'terobosan budaya'. Benar kami punya sikap politik, tapi gerakannya itu bukan gerakan politik." Heri, ketua DM ITB yang sejak dulu menginginkan adanya perubahan kulturil itu, lalu beranggapan tak perlu ada normaisasi kampus, karena "tak ada yang perlu dinormalkan".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus