Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kembali ke zaman ottoman?

19 propinsi di turki dinyatakan dalam keadaan perang pemerintahan bulent ecevit mempunyai hutang ke luar negeri sekitar $ 12 milyar. nato akan memberikan bantuan. (ln)

5 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TURKI menyambut tamu dengan ramah dan rapi -- tapi tanpa kopi. Di Hotel kelas satu di Ankara, Buyak Ankara (dengan 208 kamar), untuk sarapan di udara pagi yang dingin orang hanya dihidangi teh buat minuman panas. "Kopi menghilang," seru judul berita koran di sini pagi itu. Salah satu kalimatnya lalu mengatakan: "Ekonomi Turki nyaris bangkrut." Esoknya koran yang sama memasang gambar sebesar 4 kolom bekas bankir yang terbunuh. Mata mayat itu setengah terbuka, dan darah muncrat di sana-sini. Dia diketahui sebagai simpatisan gerakan ultra-kanan. Pembunuhnya diduga teroris sayap kiri . . . Mungkin tak perlu jauh beranjak dari kamar hotel untuk mengetahui krisis Turki sekarang. Setelah membaca koran, datanglah ke kasir. Tukarlah dollar anda dengan lira Turki. Uang itu baru saja didevaluasikan, 5-7% terhadap dollar. Jika anda turis asing anda akan dapat 37 lira buat 1 $. Jika orang Turki, cuma 26 lira. Penerimaan uang asing dilakukan dengan cepat dan gembira, tapi sebaliknya jika uang lira akan ditukar ke dollar "No, Sir, we are not allowed to do that. " Sisa-sisa lira sebaiknya dihabiskan di Turki atau bawa pulang buat tandamata. Atau lupakan. Negeri ini sedang kepayahan. Di sudut jalan sebelah kiri, atau kelokan sebelah kanan, tampak prajurit berpasang-pasangan, jalan bolak-balik. Berpakaian tempur. Mereka berjaga dan tak mau dipotret. Ankara memang termasuk salah satu dari daerah Turki yang dinyatakan dalam hukum perang. Waktu Wakil Presiden Adam Malik ke sana dua pekan lalu sudah 13 propinsi di-SOB-kan. Pekan lalu 6 propinsi lagi. Keprihatinan Di hari-hari terakhir kerajaan Ottoman, sekitar awal abad ini, Turki disebut "Orang Sakit dari Eropa." Kini sudah ada yang menyebutnya demikian lagi. Hutangnya ke luar negeri sekitar $ 12 milyar -- dan separuh dari jumlah itu merupakan hutang jangka pendek. Inflasi setahunnya 60% dan pengangguran mencapai 20%. Angka lain yang lebih seram ialah jumlah korban tembak-menembak antara ekstrim kiri, ekstrim kanan dan polisi. Sejak 4 bulan yang lalu, meskipun ada keadaan perang rata-rata sehari tiga mayat berdarah dikuburkan. "Keadaan sebetulnya agak terlalu dibesar-besarkan oleh pers," wanita cantik itu berkata. Ia seorang nyonya menteri, dan mengajar tentang novel Inggeris abad ke-20 di sebuah universitas. Ia suka James Joyce dan tak suka omong politik. Dapatkah pemerintahan Bulent Ecevit bertahan lama? Ia tersenyum manis. "Jika kabinet jatuh, suami saya akan kembali mengajar di universitas. Ia ahli agronomi." Bagi kalangan atas Turki, nampaknya selalu ada jalan keluar. Kecemasan, keprihtinan, atau keterdesakan, memang tak nampak merata di Ankara. Bagi orang dari Asia, kota ini sepenuhnya tampil sebagai kota Eropa yang megah. Kelas menengah dengan baju tebal di musim semi yang dingin itu (3ø sampai 10ø Celsius) nampak mentereng terus, cakap atau cantik. Restoran yang menyajikan kebab uludag yang lezat (daging, roti goreng, kuah paprika dan susu asam) untuk makan siang, penuh sesak. Juga tak kurang pengunjung kelab malam kelas atas. Turki boleh kering dari kopi, tapi alkohol mengalir terus anggur dari sebuah musim panen yang baik di Bourgogne, vodka yang diselundupkan dalam juice jeruk, atau rake, minuman keras setempat yang dahsyat. Barat Bagi seorang Indonesia, yang baru datang dari Baghdad, agak janggal juga melihat negeri berbendera bulan-bintang ini begitu dekat dengan Eropa. Seperti ditulis wartawan Antara Ismail Albanjar, dan sebagaimana disinggung Adam Malik dalam sebuah pidato yang bagus di Izmir, di pertengahan abad ke-16 sebuah armada Turki mendarat di wilayah Aceh dan disambut gembira. Mereka datang atas permintaan Sultan Aceh guna membantunya menghdapi ekspansi Portugis. Tapi 400 tahun setelah itu rasanya Portugal lebih dekat ke Turki ketimbang Aceh ke Ankara. Menyebut Turki sebagai "Eropa" bagi orang Indonesia mungkin masih tetap sulit, namun toh Turki -- seperti juga Portugal -- anggota pertahanan bersama Atlantik Utara, NATO. Ia juga "anggota muda" Masyarakat Ekonomi Eropa. Dan agaknya memang dari Barat juga akan datang bantuan menyelamatkan keadaan saya sekarang. Jenderal Alexander Haig, panglima NATO, telah berkali-kali mendesak agar para anggota lain segera membantu Turki, dalam jumlah besar. Dan Januari, ketika AS melihat gawatnya keadaan Turki dan perubahan di Iran, kwartet Barat (AS, Jerman, Perancis, Inggeris) bertemu di Guadeloupe. Mereka mau menyediakan $ 1 milyar pertolongan darurat. Pekan terakhir April niat itu mulai membentuk saluran. OECD sudah siap dengan operasi penyelamatan. Pemerintahan Ecevit tinggal menyetujui untuk melakukan program perbaikan jangka menengah, yang disodorkan IMF, OECD dan Bank Dunia. "Kita sudah menginjak tahap yang berharapan," katanya pertengahan April setelah pembicaraan dengan pihak IMF. Jika harapan itu terpenuhi, Ecevit nampaknya bakal selamat dari kejatuhan. Kahramanmaras Bisakah Ecevit? Ia bermula sebagai seorang sastrawan, yang menerbitkan terjemahan Gitanjali Tagore di tahun 1941, kemudian muncul sebagai penulis politik dan kini dalam umur 54 memimpin pemerintahan sebuah negeri yang penuh kekerasan. Pada suatu malam di Kahramanmaras, sebuah kota kecil di bagian Timur, sebuah bioskop dibom. Dua guru beraliran kiri dibunuh. Ketika kalangan Islam menolak memakamkan mereka secara agama, suatu kerusuhan meletus. Bentrokan terjadi antara kaum Alawi dengan kaum Sunni. Lebih dari 100 orang mati, setelah selama tiga hari kota menjadi ajang pertempuran. Sejak Desember itulah pemerintah, dengan dukungan penuh dari parlemen, dan denan janji akan tetap menjaga hak-hak demokrasi, mengumumkan keadaan perang. Tapi kekerasan politik di Turki tak dimulai dalam malam akhir tahun yang dingin itu. Sejarahnya bisa dicatat di tahun 60-an. Seorang ahli ilmu politik Turki, Ilter Turan, yang baru saja menyelesaikan suatu telaah tentang perkara ini menyebut kembali hal yang sudah diketahui dan disesalkan orang: sebagian partai pemerintah waktu itu ikut mendukung organisasi pemuda sayap-kanan yang galak, dengan niat mengimbangi militansi pemuda sayap kiri. Partai Gerakan Nasionalis yang dipimpin Alparslan Turkes adalah biangnya. Di tahun 1967-8, Turkes menyelenggarakan perkemahan pemuda di seluruh negeri. Mereka dilatih untuk bertempur dan fanatik seperti pemuda Hitler. Sejak itu, atas nama anti-komunisme, mereka menteror kampus, rapat-rapat dan siapa saja yang dianggap berfikiran "kiri". Mereka menamakan diri "Serigala Kelabu", dan menyeru nama Turkes sebagai Basbug, pemimpin para jago perang. Ketika pendukung Ecevit di tahun 1977 menyelenggarakan rapat umum 1 Mei di lapangan Taksim di Istambul, tiba-tiba orang-orang bersenjata menembaki. 34 orang mati dan lebih 200 luka-luka. Bukan main-main bila untuk tahun ini Ecevit sendiri melarang rapat semacam itu diselenggarakan. "Pakailah akal sehat," serunya menghimbau. Akal sehat memang perlu di Turki. Tapi juga pemerintah yang lebih kuat. Negeri ini dimodernkan -- atau "dibaratkan" -- oleh Mustafa Kemal 55 tahun yang lalu dengan modal kekuatan seorang diktatur. Ia menjadikan Turki republik, memisahkan peranan ulama dari pemerintahan, mengganti huruf Arab jadi huruf Latin dan mendesakkan pakaian Eropa, tanpa oposisi. Kini orang Turki mulai ada yang merindukan kembali tangan keras semacam itu -- kalau struktur politik sekarang tak kunjung memungkinkan stabilitas. Tapi kediktaturan tidak mudah. Militer di sini sangat kuat dan menentukan dalam kehidupan politik. Tapi mereka ingin tetap bertindak sebagai wasit, bukan pemain. Mereka pernah menjatuhkan kabinet, tapi setelah itu mereka menyerahkan urusan pemerintahan ke dalam mekanisme sipil. Dengan cara itu wibawa militer utuh, dan para jenderal tak jadi terseret dalam persaingan antara kalangan sendiri. Namun siapa tahu untuk hari-hari ini mereka diperlukan kembali: setidaknya buat memperbaiki konstitusi, yang sejak 1961 hanya melahirkan kabinet-kabinet koalisi yang lemah. Ecevit kini pun harus memerintah dengan koalisi. Untuk tindakan ekonominya ia terpaksa ditarik ke sana ke mari oleh partai-partai lain. Bukan kebetulan jika meskipun dengan sepertiga negeri di dalam S.O.B., kebebasan politik pada umumnya masih berjalan. Tapi itu juga satu kebanggaan Turki. Ia punya Mustafa Kemal yang kokoh, tapi ia juga punya pengganti Kemal yang bernama Ismit Inonu. Ismit, yang meninggal di tahun 1973 dan kepemimpinannya dalam Partai Rakyat Republiken digantikan Ecevit, rela membiarkan timbulnya partai tandingan. Ia menolak untuk jadi pemimpin sepanjang masa. Ia rela kalah dan duduk dalam oposisi. Demokrasi Turki memang belum lama, dan kini sudah terasa terlampau seperti Italia, tapi tradisinya tinggi. Mungkin itulah sebabnya ketika diantara tahun 1950-1960 seorang perdana menteri, Adnan Menderes, mencoba jadi diktatur terselubung, ia digulingkan. Menderes diadili, dan dihukum gantung. Mayatnya kini terkubur di bawah batu di penjara pulau di Laut Marmara. Rumah pribadinya kini jadi tempat tinggal Dutabesar RI. Tapi kenangan tentang dia masih tajam terasa -- untuk sekali-sekali menusuk kembali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus