TURKI menyambut tamu dengan ramah dan rapi -- tapi tanpa kopi.
Di Hotel kelas satu di Ankara, Buyak Ankara (dengan 208 kamar),
untuk sarapan di udara pagi yang dingin orang hanya dihidangi
teh buat minuman panas. "Kopi menghilang," seru judul berita
koran di sini pagi itu. Salah satu kalimatnya lalu mengatakan:
"Ekonomi Turki nyaris bangkrut."
Esoknya koran yang sama memasang gambar sebesar 4 kolom bekas
bankir yang terbunuh. Mata mayat itu setengah terbuka, dan darah
muncrat di sana-sini. Dia diketahui sebagai simpatisan gerakan
ultra-kanan. Pembunuhnya diduga teroris sayap kiri . . .
Mungkin tak perlu jauh beranjak dari kamar hotel untuk
mengetahui krisis Turki sekarang. Setelah membaca koran,
datanglah ke kasir. Tukarlah dollar anda dengan lira Turki. Uang
itu baru saja didevaluasikan, 5-7% terhadap dollar. Jika anda
turis asing anda akan dapat 37 lira buat 1 $. Jika orang Turki,
cuma 26 lira. Penerimaan uang asing dilakukan dengan cepat dan
gembira, tapi sebaliknya jika uang lira akan ditukar ke dollar
"No, Sir, we are not allowed to do that. " Sisa-sisa lira
sebaiknya dihabiskan di Turki atau bawa pulang buat tandamata.
Atau lupakan. Negeri ini sedang kepayahan.
Di sudut jalan sebelah kiri, atau kelokan sebelah kanan, tampak
prajurit berpasang-pasangan, jalan bolak-balik. Berpakaian
tempur. Mereka berjaga dan tak mau dipotret. Ankara memang
termasuk salah satu dari daerah Turki yang dinyatakan dalam
hukum perang. Waktu Wakil Presiden Adam Malik ke sana dua pekan
lalu sudah 13 propinsi di-SOB-kan. Pekan lalu 6 propinsi lagi.
Keprihatinan
Di hari-hari terakhir kerajaan Ottoman, sekitar awal abad ini,
Turki disebut "Orang Sakit dari Eropa." Kini sudah ada yang
menyebutnya demikian lagi. Hutangnya ke luar negeri sekitar $ 12
milyar -- dan separuh dari jumlah itu merupakan hutang jangka
pendek. Inflasi setahunnya 60% dan pengangguran mencapai 20%.
Angka lain yang lebih seram ialah jumlah korban tembak-menembak
antara ekstrim kiri, ekstrim kanan dan polisi. Sejak 4 bulan
yang lalu, meskipun ada keadaan perang rata-rata sehari tiga
mayat berdarah dikuburkan.
"Keadaan sebetulnya agak terlalu dibesar-besarkan oleh pers,"
wanita cantik itu berkata. Ia seorang nyonya menteri, dan
mengajar tentang novel Inggeris abad ke-20 di sebuah
universitas. Ia suka James Joyce dan tak suka omong politik.
Dapatkah pemerintahan Bulent Ecevit bertahan lama? Ia tersenyum
manis. "Jika kabinet jatuh, suami saya akan kembali mengajar di
universitas. Ia ahli agronomi."
Bagi kalangan atas Turki, nampaknya selalu ada jalan keluar.
Kecemasan, keprihtinan, atau keterdesakan, memang tak nampak
merata di Ankara. Bagi orang dari Asia, kota ini sepenuhnya
tampil sebagai kota Eropa yang megah. Kelas menengah dengan
baju tebal di musim semi yang dingin itu (3ø sampai 10ø Celsius)
nampak mentereng terus, cakap atau cantik. Restoran yang
menyajikan kebab uludag yang lezat (daging, roti goreng, kuah
paprika dan susu asam) untuk makan siang, penuh sesak. Juga tak
kurang pengunjung kelab malam kelas atas. Turki boleh kering
dari kopi, tapi alkohol mengalir terus anggur dari sebuah musim
panen yang baik di Bourgogne, vodka yang diselundupkan dalam
juice jeruk, atau rake, minuman keras setempat yang dahsyat.
Barat
Bagi seorang Indonesia, yang baru datang dari Baghdad, agak
janggal juga melihat negeri berbendera bulan-bintang ini begitu
dekat dengan Eropa.
Seperti ditulis wartawan Antara Ismail Albanjar, dan sebagaimana
disinggung Adam Malik dalam sebuah pidato yang bagus di Izmir,
di pertengahan abad ke-16 sebuah armada Turki mendarat di
wilayah Aceh dan disambut gembira. Mereka datang atas permintaan
Sultan Aceh guna membantunya menghdapi ekspansi Portugis. Tapi
400 tahun setelah itu rasanya Portugal lebih dekat ke Turki
ketimbang Aceh ke Ankara. Menyebut Turki sebagai "Eropa" bagi
orang Indonesia mungkin masih tetap sulit, namun toh Turki --
seperti juga Portugal -- anggota pertahanan bersama Atlantik
Utara, NATO. Ia juga "anggota muda" Masyarakat Ekonomi Eropa.
Dan agaknya memang dari Barat juga akan datang bantuan
menyelamatkan keadaan saya sekarang. Jenderal Alexander Haig,
panglima NATO, telah berkali-kali mendesak agar para anggota
lain segera membantu Turki, dalam jumlah besar. Dan Januari,
ketika AS melihat gawatnya keadaan Turki dan perubahan di Iran,
kwartet Barat (AS, Jerman, Perancis, Inggeris) bertemu di
Guadeloupe. Mereka mau menyediakan $ 1 milyar pertolongan
darurat.
Pekan terakhir April niat itu mulai membentuk saluran. OECD
sudah siap dengan operasi penyelamatan. Pemerintahan Ecevit
tinggal menyetujui untuk melakukan program perbaikan jangka
menengah, yang disodorkan IMF, OECD dan Bank Dunia.
"Kita sudah menginjak tahap yang berharapan," katanya
pertengahan April setelah pembicaraan dengan pihak IMF. Jika
harapan itu terpenuhi, Ecevit nampaknya bakal selamat dari
kejatuhan.
Kahramanmaras
Bisakah Ecevit? Ia bermula sebagai seorang sastrawan, yang
menerbitkan terjemahan Gitanjali Tagore di tahun 1941, kemudian
muncul sebagai penulis politik dan kini dalam umur 54 memimpin
pemerintahan sebuah negeri yang penuh kekerasan.
Pada suatu malam di Kahramanmaras, sebuah kota kecil di bagian
Timur, sebuah bioskop dibom. Dua guru beraliran kiri dibunuh.
Ketika kalangan Islam menolak memakamkan mereka secara agama,
suatu kerusuhan meletus. Bentrokan terjadi antara kaum Alawi
dengan kaum Sunni. Lebih dari 100 orang mati, setelah selama
tiga hari kota menjadi ajang pertempuran. Sejak Desember itulah
pemerintah, dengan dukungan penuh dari parlemen, dan denan
janji akan tetap menjaga hak-hak demokrasi, mengumumkan keadaan
perang.
Tapi kekerasan politik di Turki tak dimulai dalam malam akhir
tahun yang dingin itu. Sejarahnya bisa dicatat di tahun 60-an.
Seorang ahli ilmu politik Turki, Ilter Turan, yang baru saja
menyelesaikan suatu telaah tentang perkara ini menyebut kembali
hal yang sudah diketahui dan disesalkan orang: sebagian partai
pemerintah waktu itu ikut mendukung organisasi pemuda
sayap-kanan yang galak, dengan niat mengimbangi militansi pemuda
sayap kiri. Partai Gerakan Nasionalis yang dipimpin Alparslan
Turkes adalah biangnya.
Di tahun 1967-8, Turkes menyelenggarakan perkemahan pemuda di
seluruh negeri. Mereka dilatih untuk bertempur dan fanatik
seperti pemuda Hitler. Sejak itu, atas nama anti-komunisme,
mereka menteror kampus, rapat-rapat dan siapa saja yang dianggap
berfikiran "kiri". Mereka menamakan diri "Serigala Kelabu", dan
menyeru nama Turkes sebagai Basbug, pemimpin para jago perang.
Ketika pendukung Ecevit di tahun 1977 menyelenggarakan rapat
umum 1 Mei di lapangan Taksim di Istambul, tiba-tiba orang-orang
bersenjata menembaki. 34 orang mati dan lebih 200 luka-luka.
Bukan main-main bila untuk tahun ini Ecevit sendiri melarang
rapat semacam itu diselenggarakan. "Pakailah akal sehat,"
serunya menghimbau.
Akal sehat memang perlu di Turki. Tapi juga pemerintah yang
lebih kuat. Negeri ini dimodernkan -- atau "dibaratkan" -- oleh
Mustafa Kemal 55 tahun yang lalu dengan modal kekuatan seorang
diktatur. Ia menjadikan Turki republik, memisahkan peranan ulama
dari pemerintahan, mengganti huruf Arab jadi huruf Latin dan
mendesakkan pakaian Eropa, tanpa oposisi. Kini orang Turki
mulai ada yang merindukan kembali tangan keras semacam itu --
kalau struktur politik sekarang tak kunjung memungkinkan
stabilitas.
Tapi kediktaturan tidak mudah. Militer di sini sangat kuat dan
menentukan dalam kehidupan politik. Tapi mereka ingin tetap
bertindak sebagai wasit, bukan pemain. Mereka pernah menjatuhkan
kabinet, tapi setelah itu mereka menyerahkan urusan pemerintahan
ke dalam mekanisme sipil. Dengan cara itu wibawa militer utuh,
dan para jenderal tak jadi terseret dalam persaingan antara
kalangan sendiri. Namun siapa tahu untuk hari-hari ini mereka
diperlukan kembali: setidaknya buat memperbaiki konstitusi, yang
sejak 1961 hanya melahirkan kabinet-kabinet koalisi yang lemah.
Ecevit kini pun harus memerintah dengan koalisi. Untuk tindakan
ekonominya ia terpaksa ditarik ke sana ke mari oleh
partai-partai lain. Bukan kebetulan jika meskipun dengan
sepertiga negeri di dalam S.O.B., kebebasan politik pada umumnya
masih berjalan.
Tapi itu juga satu kebanggaan Turki. Ia punya Mustafa Kemal yang
kokoh, tapi ia juga punya pengganti Kemal yang bernama Ismit
Inonu. Ismit, yang meninggal di tahun 1973 dan kepemimpinannya
dalam Partai Rakyat Republiken digantikan Ecevit, rela
membiarkan timbulnya partai tandingan. Ia menolak untuk jadi
pemimpin sepanjang masa. Ia rela kalah dan duduk dalam oposisi.
Demokrasi Turki memang belum lama, dan kini sudah terasa
terlampau seperti Italia, tapi tradisinya tinggi.
Mungkin itulah sebabnya ketika diantara tahun 1950-1960
seorang perdana menteri, Adnan Menderes, mencoba jadi diktatur
terselubung, ia digulingkan. Menderes diadili, dan dihukum
gantung. Mayatnya kini terkubur di bawah batu di penjara pulau
di Laut Marmara. Rumah pribadinya kini jadi tempat tinggal
Dutabesar RI. Tapi kenangan tentang dia masih tajam terasa --
untuk sekali-sekali menusuk kembali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini