Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

"berikan penjelasan yang masuk akal"

Wawancara tempo dengan ketua dpr/mpr tentang akan diadakannya penertiban terhadap rakyat yang mengadu ke dpr. masalah tanah dirasakan yang paling mendesak. dpr akan menyewa staf ahli untuk soal-soal yang detail. (nas)

5 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"SAYA bahagia dengan jabatan ini karena dapat merasa bisa lebih dekat dengan rakyat," kata Ketua DPR/MPR Daryatmo, tentang jabatannya sekarang. Belakangan ini rakyat memang berbondong-bondong datang mengadu ke DPR, menambah citra baru lembaga ini. Menghadapi gejala ini, tanggapan Daryatmo menarik. Ia tidak peduli "dipolitikkannya" masalah yang diadukan rakyat atau tidak. Masalah politik memang bukan hal baru buat Daryatmo. Karir militer jenderal berusia 54 tahun ini telah dijalaninya 35 tahun, 13 tahun di antaranya menggumuli masalah sospol. Pekan lalu, di Senayan di kantornya yang dianggapnya "paling enak selama 35 tahun saya menjadi tentara," Daryatmo berbincang-bincang dengan Fikri Jufri dan Budiman S. Hartoyo dari TEMPO tentang berbagai masalah. Beberapa petikan: Belakangan ini DPR sering menerima delegasi rakyat yang mengadu. Adakah DPR ingin menunjukkan 'citra baru'? Sesaat setelah dilantik saya menghimbau masyarakat agar menyampaikan "panguneg-uneg" (rasa hati) agar tidak ada rakyat yang tidak tahu ke mana mengadukan nasib. Keadaan paling jelek ialah bila rakyat tak tahu kepada siapa sesambat (mengeluh). Bila demikian, mereka akan frustrasi, lalu apatis. Dan, kita juga jangan membagi-bagi mereka menurut kepercayaan politik. Kalau ada anggota PP melapor ke FKP, jangan ditolak. Begitu pula kalau rakyat pemilih Golkar kebetulan mengadu ke Fraksi Persatuan harus diterima dengan baik. Sampai kapan keadaan seperti ini akan berlangsung? Sementara, apa boleh buat, semua itu akan saya tampung. Sebab kalau ditolak sekarang, kita pites (tekan) nanti mereka mundur dan takut, frustrasi. Biarlah ada keberanian melapor dulu. Setelah itu akan saya tertibkan. Penertibannya tidak secara mengejutkan atau drastis. DPR juga tidak punya pretensi akan bisa menyelesaikan seluruh masalah. Semuanya, akhirnya, kan juga dikembalikan kepada pihak eksekutif. Tapi biasanya karena datangnya dari DPR, Pemerintah lalu lebih memperhatikan. Misalnya dengan melalui Menteri Dalam Negeri. Dengan seijin Mendagri saya akan bicara dengan Gubernur, Bupati atau pimpinan DPRD tingkat I atau II. Forumnya bagaimana, belum terpikirkan. Maksudnya agar masalah-masalah yang diadukan itu diselesaikan di daerah. Selain itu juga agar DPRD tingkat I dan II melihat bahkan merasa malu sendiri, kemudian mau menampung masalah di daerah masing-masing. Sikap pimpinan DPI seperti itu menimbulkan harapan baru. Apakah hal itu juga dimaksud untuk menciptakan "keseimbangan kekuasaan?" Pemerintahan tertinggi kan di tangan Presiden sebagai Mandataris MPR. Hubungan antara Presiden dan DPR merupakan dua sejoli, ibarat suami-isteri. Dan karena anggota DPR merupakan separo dari jumlah anggota MPR, maka seolah-olah DPR merupakan 'mata' dari MPR untuk mengawasi Pemerintah. Jadi hukan mengimbangi tapi mengamankan, sebagai partner, agar pemerintah itu bisa sukses melaksanakan amanat MPR. FKP, yang selama ini dianggap sebagai partner Pemerintah, akhir-akhir ini tampak lebih kritis. Mengapa? Barangkali karena situasi dan kondisinya dianggap sudah memungkinkan. Lebih-lebih setelah Presiden Soeharto sendiri menyatakan "kalau ada kekurangan Pemerintah, jangan takut-takut mengkritik." Hal itu diucapkan berkali-kali. Mungkin itu yang mendorong FKP untuk berani. Dengan menunjukkan fakta negatif, tidak berarti menjatuhkan tapi justru menolong pemerintah. Lain dari dulu, kalau salah ucap saja takut direcall. Mungkin juga setelah mendengar jawaban saya pada pertanyaan wartawan tentang perlunya pemerintah lebih memperhatikan kemauan rakyat. Ketika itu saya katakan: "kalau hanya ngomong saja mungkin rakyat sudah muak." Masalah apa yang paling mendesak ditangani? Masalah tanah. Dulu pernah saya katakan, bahwa tanah adalah masalah hidup dan matinya rakyat. Lebih-lebih negara kita kan negara agraris. Dalam hal ini saya menghimbau kepada para pejabat agar lebih banyak turun ke lapangan: 75% di lapangan, 25% di meja, agar bisa menangani hal-hal yang kurang beres dengan cepat. Makin dekat pejabat dengan masyarakat, harus makin banyak turun ke bawah. Kebijaksanaan Pemerintah sudah baik semua, tapi jatuhnya kan selalu dalam pelaksanaan. Selain itu kiranya para pejabat suka memberikan penjelasan yang lebih praktis dan diterima akal. Sopir saya misalnya, dia tidak tahu bahwa Kenop 15 untuk meningkatkan ekspor. Ia hanya tahu bahwa barang-barang makin mahal. Nah, penjelasan yang praktis untuk orang-orang macam begini kan perlu. Dalam setiap dengar pendapat, ada kesan penyelesaiannya kurang tuntas. Begitu dimuat koran, selanjutnya hilang begitu saja. Sebenarnya memang harus tuntas. Untuk itu perlu peningkatan efisiensi dan efektivitas kerja DPR. Untuk peningkatan tersebut, sudah dibentuk Panitia Khusus Rencana Induk Pembangunan mokrasi yang diketuai oleh Damciwar SH. Yang sudah dilakukan misalnya meninjau organisasi sekretariat DPR, juga memikirkan bagaimana supaya para anggota mempunyai tempat kerja. Karena itu di belakang gedung sekretariat yang sekarang ini akan dibangun gedung sekretariat yang baru. Dan nanti kalau Badan Pemeriksa Keuangan sudah pindah ke kantornya yang baru, gedung sekretariat DPR yang sekarang ini akan menjadi kantor bagi pimpinan, komisi, fraksi dan para anggota DPR. Dengan begitu misalnya filling system dan perpustakaan juga akan diadakan, sehingga jangan sampai para anggota menanyakan lagi satu soal yang sebelumnya pernah ditanyakan. DPR juga sudah menjalin kerjasama dengan universitas, misalnya UI dan UGM. Para anggota itu menjadi anggota DPR kan karena politik, hingga bisa dimaklum kalau kurang menguasai soal-soal yang detail. Maka para ahli dari UI dan UGM diharapkan bisa membantu. Dulu setiap fraksi ingin punya staf ahli sendiri. Tapi itu kan mahal. Lalu ada saran Presiden agar kita 'menyewa' staf ahli saja. Kalau kita perlu suatu saat, kita panggil mereka. Kalau mereka sedang tidak kita sewa ya tidak kita bayar. Anggaran untuk ini sejak dulu sudah ada. cuma dulu itu belum ada persesuaian dengan para ahli itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus