Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada Jumat, 24 Mei 2024, dalam sebuah putusan darurat yang penting atas pengaduan Afrika Selatan yang menuduh Israel melakukan genosida, para hakim di pengadilan tertinggi PBB, ICJ, memerintahkan Israel untuk segera menghentikan serangan militernya ke Rafah di Gaza selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nawaf Salam, presiden ICJ, membacakan putusan tersebut, dan menyatakan bahwa situasi di Gaza telah memburuk sejak perintah terakhir pengadilan kepada Israel untuk memperbaikinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salam menyatakan bahwa penjajah itu harus "segera menghentikan serangan militernya dan tindakan lainnya di gubernuran Rafah, yang dapat menimbulkan kondisi kehidupan kelompok Palestina di Gaza yang dapat menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau sebagian."
"Israel tidak memberikan informasi yang memadai tentang keselamatan penduduk selama proses evakuasi, atau ketersediaan makanan, air, sanitasi, dan obat-obatan untuk 800.000 orang Palestina yang telah meninggalkan Rafah sejauh ini," kata Salam, seraya menambahkan, "Oleh karena itu, pengadilan berpandangan bahwa Israel belum secara memadai mengatasi dan menghilangkan kekhawatiran yang ditimbulkan oleh serangan militernya di Rafah."
AS dan Inggris Mendukung Israel
Dalam sebuah kejadian yang tidak mengejutkan, Amerika Serikat dan Inggris akan menolak keputusan Mahkamah Internasional yang mengharuskan Israel untuk menghentikan serangannya di Rafah setelah menarik diri dari garis merah yang mereka gembar-gemborkan sebelumnya mengenai serangan di Rafah.
Pada Senin, wakil menteri luar negeri, Andrew Mitchell, mengatakan kepada anggota parlemen bahwa "Inggris hanya dapat mendukung rencana konstruktif untuk Rafah yang sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional dalam segala hal," dan pada Selasa menyatakan bahwa operasi "signifikan" belum dimulai, meskipun Israel telah mengusir 800.000 orang Palestina dan melakukan berbagai serangan di kota tersebut.
Liam Byrne, ketua komite seleksi, menyatakan bahwa jika 800.000 orang yang diusir tidak "signifikan, lalu apa yang signifikan?" yang kemudian dijawab oleh Mitchell bahwa 800.000 orang tersebut pergi atas kemauan mereka sendiri, sehingga menimbulkan keraguan apakah pelanggaran serius terhadap Hukum Kemanusiaan Internasional telah terjadi.
Sementara di Amerika Serikat, Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan melaporkan bahwa para pejabat Israel memberi pengarahan kepadanya bahwa mereka akan melakukan operasi Rafah dengan mempertimbangkan kerugian warga sipil. Namun, kenyataannya jumlah korban terus meningkat secara signifikan dari hari ke hari, dengan sebagian besar korban ditargetkan di Rafah.
Dia juga menyatakan bahwa agresi Israel di daerah tersebut "lebih terarah dan terbatas," tanpa menargetkan daerah-daerah yang berpenduduk padat dan bahwa AS akan mengawasi apa yang terjadi dan memantau situasinya.
Jerman Dukung ICJ
Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock mengatakan bahwa putusan ICJ yang memerintahkan penghentian serangan militer Israel di Rafah bersifat mengikat dan harus dilaksanakan.
Berbicara kepada para wartawan sebelum pertemuan Dewan Urusan Luar Negeri Uni Eropa di Brussels, Baerbock mengatakan, "Langkah-langkah sementara yang disuarakan oleh Mahkamah Internasional PBB ini mengikat dan tentu saja harus dilaksanakan."
AL MAYADEEN