BERLAINAN dengan dugaan semula, sama sekali terjadi tanpa
persaingan sengit. Masayosi Ohira, 68 tahun, pekan ini dilantik
sebagai Perdana Menteri Jepang menggantikan Takeo Fukuda, 73
tahun.
Ceritanya menjadi menarik karena dalam masa 23 tahun berkuasanya
Partai Liberal Demokrat (LDP) di Jepang, baru kali ini anggota
dan para simpatisan ikut menentukan pilihan sebelum para anggota
LDP di parlemen memutuskannya. Biasanya ketua LDP -- yang
otomatis akan jadi Perdana Menteri-hanya dipastikan pilihannya
oleh anggota LDP yang berada di parlemen. Pemilihan yang diikuti
1,3 juta anggota dan simpatisan LDP pekan silam memberikan suara
terbanyak kepada Ohira. Fukuda menduduki tempat kedua, sedang
dua calon lainnya -- Nakasone dan Komura -- mendapat sisanya.
Kalangan LDP mengungkapkan bahwa sebenarnya Ohira hampir saja
menjadi Perdana Menteri pada pemilihan yang berlangsung 19 bulan
silam. Waktu itu, demikian sumber LDP tersebut, Fukuda bisa
dengan aman menduduki kursi kepala pemerintahan setelah
bersepakat dengan Ohira bahwa ia akan mundur dengan terhormat
dalam masa setahun.
Ternyata kemudian Fukuda mengabaikan janjinya. Juli, santer
terdengar kabar mengenai rencana Fukuda membubarkan parlemen
untuk selanjutnya: melangsungkan pemilu. "Dengan cara demikian
ia bisa memperpanjang masa pemerintahannya," kata seorang tokoh
LDP. Tapi usaha itu mendapat tantangan keras dari anggota
fraksinya di parlemen, yang kuatir perpecahan mungkin terjadi
karena popularitas LDP sedang merosot.
Rencana Fukuda itu nampaknya ber sumber pada kenyataan dalam
parlemen yang mayoritas anggota LDP-nya tidak dikontrol Fukuda
Di sana fraksi Kakuei Tanaka -- bekas Perdana Menteri yang jatuh
karena skandal Lockheed -- ternyata masih cukup kuat. Dan Tanaka
adalah teman Ohira. Mereka berdualah yang membuka hubungan
dengan Cina di tahun 1972.
Pekan silam Fukuda sebenarnya masih berhak mencalonkan diri
lagi, sebab kekalahannya dari Ohira pada pemilihan tingkat
pertama itu toh tidak terlalu menyolok. "Fukuda mengundurkan
diri untuk menyelamatkan perpecahan dalam partai. Hal itu amat
saya hargai," komentar Ohira kemudian.
Para pengamat tidak meramalkan adanya perubahan kebijaksanaan
dari apa yang telah digariskan Fukuda. Yang berbeda nampaknya
adalah gaya memerintah. Fukuda dikenal flamboyan, sedang Ohira
kelihatan ngantuk dan tak suka menarik perhatian. Sebuah sumber
yang dekat dengan Ohira menyebutkan -bahwa untuk urusan dalam
negeri, perdana menteri baru itu akan menghindari cara kekerasan
yang selama ini ditempuh Fukuda. "Dia lebih suka berunding
dengan oposisi," kata sumber tersebut.
Ohira -- bekas Menlu dan bekas Menteri Keuangan -- memulai
karirnya di bawah almarhum Hayato Ikeda, Perdana Menteri Jepang
di tahun 1960-an. Anak petani kelahiran Propinsi Kagawa ini
seorang Kristen yang saleh, tapi juga pemain golf yang fanatik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini