ANAK muda itu tiba-tiba berteriak: "Hidup Mao. Siapa yang
mengkeritik Mao akan mampus." Dan orang ramai yang asyik membaca
poster dinding di jalan raya Chang An itupun mengeroyok si anak
muda. Kejadian di Peking pekan silam itu dengan segera
dilupakan. Orang lebih sibuk dengan poster dinding yang makin
banyak saja bermunculan. "Dari poster yang ditulis pada kertas
lembaran buku tulis hingga kertas yang berukuran selebar dinding
kini memenuhi dinding di sekitar lapangan Tien An Men," tulis
seorang koresponden Jepang dari Peking.
Tidak hanya merasa cukup dengan menulis poster, mereka juga
berpidato. Bahkan muncul pula cara diskusi. Para wartawan asing
di Peking melaporkan terjadinya kelompok diskusi di sepanjang
jalan Chang An dan Hsi Tan di sekitar lapangan Tien An Men.
Menjadi topik diskusi masaalah demokrasi dan hakhak azasi
manusia. "Bagaimana mungkin negeri ini bernama Republik Rakyat
Cina jika rakyat tidak punya hak untuk menentukan pilihan
mengenai siapa yang harus memimpinnya," kata seorang pembicara.
Pembicara lainnya menjadi bersemangat ketika tampak hadir
beberapa wartawan asing. "Kenapa ekonomi kita tidak bisa semaju
perekonomian Taiwan di bawah klik Chiang Kai-sek?"
Seorang yang hadir di situ mendekati Philip Short, wartawan
radio Inggeris, BBC. "Apakah kejadian di Peking ini disiarkan
pers di luar Cina?" tanya orang itu. Ketika diberitahu bahwa
koran, radio dan televisi dunia menempatkan berita Cina sebagai
berita penting, mereka di situ menjadi amat gembira.
Ketika poster dinding, pidato serta diskusi berlangsung seru di
sekitar Tien An Men, di Balai Besar Rakyat berlangsung pula
pertemuan para pemimpin Cina. Tidak diketahui pasti apa yang
dibicarakan di sana.
Tidak Apa-apa
Wakil Perdana Menteri Teng Hsiaoping pekan silam menjelaskan
bahwa antara dia dengan Ketua Hua Kuo-feng tidak terjadi
apa-apa. Ia bahkan membantah spekulasi bahwa ia akan mengguling
kan Hua. "Kampanye yang sedang berlangsung sekarang ini memang
mendapat dukungan pemerintah. Tujuannya bukan membersihkan,
melainkan untuk mengoreksi kesalahan yang dulu terjadi."
Pernyataan Teng itu tersiar luas. Lantas seorang anak muda
memasang poster yang mencela Teng sebagai "mencoba
menutup-nutupi kesalahan Mao." Anak muda itu juga menulis "Cina
mempunyai dua tembok. Tembok besar untuk menahan bahaya serangan
asing, dan tembok spirituil yang dibangun oleh kaisar Chin
Shih-huan." Kaisar Shih-huan bertahta di Cina 3 abad sebelum
masehi. Memerintah secara otoriter dan terpusat, Mao Tse-tung
sering menyamakan dirinya dengan kaisar tersebut.
Kepada kolomnis Amerika, Robert Novak, yang menemuinya pekan
silam, Teng menjelaskan: "Kampanye poster dinding itu bagus.
Tapi tidak semua yang dikatakan di sana itu benar. Misalnya soal
Mao. Mao itu mereka tuduh benar 70%. Itu tidak betul. Kebaikan
Mao lebih 70%. Saya sendiri kebaikan saya cuma 60%, kesalahan
saya 40%. "Pada wawancara yang sama Teng mengakui bahwa kampanye
poster dinding, pidato dan diskusi itu direstui pemerintah.
Katanya: "Menulis poster dinding itu dijamin undang-undang kami.
Pemerintah tidak punya hak mencegahnya. Kalau rakyat marah, kita
harus memberi jalan kepada mereka untuk menyatakan perasaan
tersebut."
Posisi Hua Kuo-feng juga dijelaskannya. Menunjuk kepada insiden
berdarah Tien An Men 5 April 1976, Teng menjelaskan: "Hua waktu
itu tidak punya hubungan langsung dengan Mao. Ia
dihalang-halangi Gerombolan Empat."
Setelah itu nada poster dinding memang agak berubah. Kini yang
menjadi sasaran adalah demokrasi dan pembangunan ekonomi.
Harian Rakyat Peking juga mendesak agar pembuatan undang-undang
kriminil dan perdata "untuk melindungi hak azasi rakyat"
dipercepat. Dalam sebuah kesempatan, Chao Tsang-pi, Menteri
Keamanan Rakyat, mengungkapkan bahwa "Komite sedang dibentuk
untuk membuat undang-undang tersebut."
Rehabilitasi
Koran Hongkong Ta Kung Pao melaporkan terjadinya rehabilitasi
besar-besaran terhadap koran kaum radikal di Cina dalam
pekan-pekan terakhir ini. Sumber yang dikutip koran itu
menyebutkan rehabilitasi tersebut meliputi mereka yang tahun
1950-an mengkeritik "Lompatan Jauh Ke Depan" dan korban Revolusi
Kebudayaan serta mereka yang diganyang "Gerombolan Empat." Di
antara yang direhabiliter itu terdapat nama Liu Ping, sekretaris
komite partai pada Universitas Tsing Hua. Liu yang kiri mendapat
jabatan di Universitas Lanchau, Propinsi Kansu, disingkirkan
pada tahun 1975 setelah ia bersama sejumlah temannya menulis
surat kepada Mao mengadukan tingkah laku "Kelompok Empat."
Terjadi pula sejumlah penggantian pejabat Komisaris utarna
militer Peking Chi Teng-kui, seorang yang dianggap amat dekat
dengan Mao dan "Gerombolan Empat," pekan silam digantikan oleh
Jenderal Chin Chi-wei. Jenderal berumur 67 tahun ini teman lama
Teng. Komandan militer Peking -- jabatan yang lebih tinggi dari
komisaris politik -- berada di tangan Jenderal Chen Hsilien.
Para pengamat di Peking meramalkan bakal terjadinya pergantian
komandan dalam waktu singkat. "Jenderal Chen Hsi-lien dulu amat
dekat dengan Chiang Ching, isteri Mao yang digusur itu," tulis
koran Hongkong tersebut.
Modal Asing
Pekan silam Harian Rakyat maupun Kwanming, sama-sama menyiarkan
tulisan Lenin mengenai perlunya modal asing dalam pembangunan.
Di sana dikatakan bahwa selama modal asing itu tidak lebih besar
dari modal domestik, bahaya masih tetap bisa dihindari. Itulah
rupanya maka Teng memutuskan untuk menciptakan "ketenangan dan
stabilitas." Awal pekan ini massa secara resmi dilarang
melancarkan kritik dengan terang-terangan menyebut nama Mao.
Dalam apa yang disebut "19 pasal dokumen Komite Sentral"
--nampaknya merupakan hasil rapat penting di Peking, Mao diakui
telah melakukan kesalahan, tapi "diperlukan waktu panjang
sebelum masalaah tersebut bisa dipersoalkan. Biarkanlah generasi
mendatang melakukannya. "
Perubahan baru di Peking ini kemudian menyebabkan timbul pula
poster pro Mao. Laporan dari Peking juga menyebut adanya
perubahan sikap penduduk terhadap orang asing awal pekan ini.
Hanya beberapa hari sebelumnya orang asing mendapat sambutan
hangat, demikian laporan itu, "kini mereka bahkan membisikkan
nama 'mata-mata Soviet' ketika seorang asing muncul di jalan
yang penuh dengan poster dinding itu."
Seorang diplomat di Peking dikutip oleh seorang wartawan sebagai
menyebut adanya usaha untuk "mencegah makin kacaunya keadaan."
Bagaimana tidak kacau kalau tiap orang menggunakan kesempatan
untuk mengadukan masaalah pribadinya. Misalnya: sekelompok anak
sekolah menempelkan poster dinding menuduh gurunya "radikal
kacau" hanya karena sang guru menyuruh murid-murid itu
mengerjakan pekerjaan rumah. Seorang tua dari Mongolia memasang
poster protes terhadap pemerintah karena anaknya, seorang
perwira Angkatan Udara, tewas 15 tahun silam. Nampaknya
kekacauan macam inilah yang hendak dicegah Teng. Lagi pula,
tanpa poster dinding, Teng kelihatannya memang telah menguasai
keadaan. Dengan poster dinding yang seenaknya, keadaan malah
bisa lebih kacau, sebab Mao toh masih punya pengikut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini