PULUHAN mahasiswa dengan jaket berbagai perguruan tinggi Rabu
pagi pekan lalu tampak berkerumun di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat. Ada pengumuman di papan tulis terpampang di pintu masuk
"Diberitahukan persidangan perkara mahasiswa yang sedianya
dimulai hari ini ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan."
Tidak disebutkan alasannya. Para mahasiswa tampak kecewa. Mereka
tidak mau beranjak pergi dan bergerombol di ruangan tunggu.
Menurut rencana 29 Nopember itu perkara 7 mahasiswa Jakarta,
antara lain Lukman Hakim, Bram Zakir dan Hudori Hamid yang
dituduh melakukan penghinaan terhadap Kepala Negara, akan mulai
disidangkan. Tapi mendadak, sehari sebelumnya Kejaksaan Negeri
Jakarta Pusat mengajukan surat permohonan pada Ketua Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat untuk menunda sidang. Alasannya: Jaksanya
mendapat "tugas baru" sampai akhir Desember.
Sebelum jam 09.00 tim pembela mulai datang, antara lain Yap
Thiam Hien, S. Tasrief, Soenarto Soerodibroto, Tatang Suganda,
Lukman Wiriadinata didampingi beberapa pengacara muda. Sekalipun
tahu sehari sebelumnya bahwa sidang ditunda, mereka tetap
mengenakan toga hitam menandakan mereka siap bertugas hari itu.
Jam 10.00 WIB, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Soemadijono
memasuki ruangan kerjanya yang telah dipenuhi para pengacara dan
wartawan. Ia duduk di antara para pembela. Tak seorangpun dari
Majelis Hakim yang telah ditetapkan ikut hadir. Soenarto
Soerodibroto sebagai koordinator tim pembela mengeluarkan
secarik kertas dengan tulisan tangan yang kemudian dibacanya. Ia
memprotes cara penundaan sidang dengan memakai papan pengumuman.
"Seharusnya persidangan yang telah ditetapkan hakim tetap
dibuka, dan penundaannya diumumkan dalam persidangan," katanya.
Ia juga minta penegasan sampai kapan penundaan itu. Terakhir
dimintanya para mahasiswa itu dibebaskan dari penahanan
sementara.
Guntur
"Saya pun kaget. Kami telah siap sidang, ternyata ditunda," kata
Soemadijono menanggapi sambil tertawa. Tentang pengumuman
penundaan sidang yang tidak melalui persidangan: "Jaksanya tidak
datang, buat apa dibuka sidang?", dalihnya. Tapi ia setuju untuk
mempertimbangkan pembebasan mahasiswa dari tahanan sementara.
"Bikin saja surat permohonan dan alasan-alasannya. Juga surat
kuasa." Lalu sampai kapan sidang ditunda? Soemadijono tidak bisa
memastikan. "Akhir Desember saya akan menghubungi jaksanya, apa
tugas barunya telah selesai," katanya sambil tertawa lagi.
Selesai pertemuan Soenarto memberi penjelasan pada para
mahasiswa yang masih terus menunggu. Penjelasannya disambut
teriakan-teriakan memprotes penundaan itu.
Kepala Bagian Operasi Kejaksaan Negeri Pusat, Soeharto, yang
menandatangam surat permohonan penundaan menegaskan para jaksa
yang ditugaskan menangani perkara mahasiswa itu benar-benar
mendapat tugas baru. Tapi apa tugas baru itu "Tidak bisa saya
utarakan pada pers demi suksesnya tugas tersebut. Percayalah "
katanya pada TEMPO. Tidak digantinya mereka dengan jaksa lain
karena untuk mempelajari berkas perkaranya jelas akan makan
waktu. Perintah untuk tugas baru itu katanya datang dari
Kejaksaan Tinggi Jakarta.
Selasa pagi pekan lalu, Soeharto bersama Kepala Kejaksaan Negeri
Jakarta Pusat Rahim Ruskan memang dipanggil Kejaksaan Tinggi
Jakarta. Kurang dari 2 jam kemudian mereka menemui Soemadijono,
membawa surat permohonan untuk penundaan sidang. Begitu menerima
surat permohonan, Soemadijono langsung mengumpulkan Majelis
Hakim. Kemudian diumumkan bahwa sidang Rabu esoknya ditunda.
Kabarnya perintah penundaan sidang datang dari Kejaksaan Agung.
Ada yang menduga penundaan ini ada kaitannya dengan suasana
setelah Kebijaksanaan 15 Nopember. "Itu tidak benar," bantah
Jaksa Agung Ali Said Senin lalu pada TEMPO. Dijelaskannya
setelah Rapat Kerja Rektor seluruh Indonesia usai dan para Jaksa
Tinggi selesai mengikuti Penataran P-4, sidang pengadilan
mahasiswa akan dilangsungkan. Jadi? "Pembukaan sidang itu
kira-kira pertengahan Januari tahun depan," katanya.
Tujuh Menit
Yang ditunda ternyata bukan hanya yang di Jakarta. Senin pagi
jam 10.00 lalu sekitar 200 mahasiswa, kebanyakan dengan jaket
ITS, memenuhi ruang Pengadilan Negeri Surabaya di Jalan Arjuna.
Jam 10.40 panitera membacakan susunan Majelis Hakim, para
terdakwa serta penuntut umum. Baru para hakim masuk. Begitu
Hakim Ketua Sumardi Padang mengetokkan palu membuka sidang,
tepuk tangan pengunjung menggema. Tempat jaksa dan pembela masih
kosong. Hakim memerintahkan petugas membawa masuk tertuduh Harun
al Rasyid, bekas Ketua Umum Dema ITS. Semua mata, juga kamera
wartawan, diarahkan ke pintu. Tiga menit berlangsung. Permintaan
diulangi, tapi tertuduh belum juga muncul.
Seorang petugas mendekati Hakim Ketua dari belakang dan
berbisik. Kemudian diumumkan terdakwa tidak hadir. Tanpa alasan.
Diumumkan juga sidang ditunda sampai Jaksa membawa terdakwa ke
pengadilan. Lalu sidang ditutup. Semuanya itu memakan waktu 7
menit.
Tampaknya, pengadilan mahasiswa yang rencananya akan
diselenggarakan serentak di beberapa kota ditunda juga
"serentak". Di Bandung, kapan sidang pengadilan 11 mahasiswa
belum ditentukan. Menurut Muda Harahap dan Anwar Sulaeman, dua
anggota tim pembela mahasiswa Bandung, berkas perkara para
mahasiswa itu malahan telah dikembalikan Pengadilan Negeri
Bandung pada Kejati Jawa Barat. "Kami tidak tahu untuk apa, akan
dideponir atau akan diperbaiki," kata mereka.
Menuruti saran Soemadijono, Rektor UI Prof. Dr. Mahar Mardjono
30 Nopember menandatangani surat jaminan bagi pembebasan
penahanan sementara beberapa tersangka mahasiswa UI. Surat
jaminan ini dilampirkan dalam permohonan tim pembela pada
Majelis Hakim untuk maksud yang sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini